/0/16296/coverorgin.jpg?v=692440367c44117e7fdefdf76376304e&imageMogr2/format/webp)
~Ararya Chandrika Dewi~
Aku berdiri disini memandang luasnya samudera. Ketika apa yang aku inginkan dapat ku genggam. Teringat diriku pada 'Dia'. Dirinya yang kucinta. Semua yang aku dapatkan saat ini. Rasanya tidaklah lengkap tanpa dirinya.
Entah kemana Dia berada, tiba-tiba menghilang dari pandangan mata. Semenjak saat itu ... tepatnya kejadian tiga tahun yang lalu.
Saat itu Aku merasakan sesuatu yang keras menghantam tubuhku. Aku merasakan sakit yang sangat luar biasa. Tubuhku terasa terbang melayang di udara. Aku mendengarnya berteriak keras.
Mataku melihatnya panik, berlari ke arahku. Sambil berlinangan air mata. Entah apa yang terjadi padaku saat itu.
Teriakannya yang terakhir sangat jelas ditelinga ini. Dia menyuarakan namaku. Dia memanggil namaku, 'Ararya!'.
Setelah itu, semuanya gelap.
~~~
Tiga Tahun yang lalu*
"ARARYA!"
Seorang pemuda berteriak dengan suara lantang. Ketika melihat pemandangan yang mengerikan didepannya. Disana, gadis cantik pemilik hatinya telah ditabrak sebuah minibus.
Pemuda itu berlari dengan kencang, menghampiri gadis yang tergeletak diatas jalan aspal. Sementara minibus yang menabrak gadis itu, telah melarikan diri begitu saja.
"Ara! Ara!" panggil pemuda itu dengan suara bergetar.
Matanya bahkan sudah berlinangan air mata. Tak peduli banyaknya darah yang mengotori bajunya. Pemuda itu tanpa rasa jijik langsung mendekap tubuh gadis itu kedalam dadanya.
"Ara! Bangun Ara! Jangan buat aku takut," ucap pemuda itu disela isak tangisnya.
Dibelainya wajah gadis yang dicintainya itu dengan rasa takut. Wajah dengan beberapa noda darah kental yang melekat.
Bau anyir pun mulai menyeruak disekitar. Bersamaan dengan banyaknya orang-orang yang mulai mendekat.
Pemuda itu tidak mempedulikan sekitarnya. Ia hanya peduli dengan gadis didalam dekapannya. Gadis yang tidak menyahuti panggilannya. Meskipun matanya masih terbuka. Bibirnya pun mengulas senyuman.
Walaupun tipis, tapi pemuda itu masih melihatnya dengan jelas.
"Ara! Kamu dengar suara aku 'kan?" ucap pemuda itu sekali lagi berusaha untuk memanggil nama gadis itu.
Tapi, bukan jawaban yang pemuda itu dapatkan. Karena tubuh gadis itu tiba-tiba lemas. Bersama dengan tertutupnya kedua mata indahnya.
"ARA!!!"
Pemuda itupun berteriak sekeras-kerasnya. Orang-orang yang berkerumun merasa iba melihatnya.
"Cepat panggilkan ambulance!" teriak salah seorang di kerumunan itu.
Beberapa menit kemudian ambulance pun datang. Pemuda itu segera membopong tubuh pujaan hatinya itu. Tanpa ingin dibantu orang lain.
Di dalam ambulance, pemuda itu terus bergumam. Memanggil nama pujaan hatinya. Tanpa rasa bosan ataupun lelah. Tidak menghiraukan bau anyir yang menyeruak. Yang pemuda itu pikirkan hanya satu.
Bagaimana 'Ara-nya' itu harus bisa bertahan. Demi dirinya ... demi orang-orang yang mengasihinya. Dan demi janji mereka berdua.
"Kita akan sama-sama pergi berlibur ke Paris," ucap pemuda itu kala mereka sedang duduk disebuah taman. Memandang indahnya menara Monas.
"Kapan?" tanya gadis itu.
"Nanti, setelah Aku menjadi Sultan!" pemuda itu berucap dengan tegas.
"Hu! Kalau mimpi jangan ketinggian. Kalau jatuh sakit," seloroh gadis itu sambil tergelak.
Pemuda itu kembali menangis tergugu, kala mengingat senyum manis gadis itu.
Tak lama kemudian, ambulance itu sampai didepan sebuah rumah sakit. Brankar rumah sakit segera menyambut tubuh gadis itu. Dua orang petugas laki-laki mendorong brankar tersebut. Diikuti satu orang suster.
Pemuda itu terus mengiringi brankar yang membawa pujaan hatinya. Sampai pada sebuah ruangan, seorang suster menghentikannya.
"Tolong Mas-nya tunggu disini dulu, ya. Biarkan petugas dan dokter yang menangani temannya," ujar suster tersebut.
"Tapi, Sus ... Saya mau melihatnya. Saya takut terjadi apa-apa padanya, Sus," pemuda itu terlihat enggan berpisah dengan pujaan hatinya.
"Mas, lebih baik Mas-nya segera mengurus administrasinya. Karena rumah sakit akan membutuhkan data-data pasien untuk tindakan lebih lanjut."
Pemuda itu akhirnya menganggukkan kepalanya. Suster tersebut memanggil salah satu rekannya.
"Silakan Mas ikut dengan Suster Eni. Untuk mendaftarkan nama pasien," ujar Suster tersebut. Suster Eni segera mengajak pemuda itu.
"Mari, Mas."
/0/6585/coverorgin.jpg?v=c55c9dd34d7d839f3c31119769249f11&imageMogr2/format/webp)
/0/28672/coverorgin.jpg?v=a2fc2ec4f5544a487a339b1a98b3c58d&imageMogr2/format/webp)
/0/29790/coverorgin.jpg?v=4eeac7b6ed4cfd6b59c5b454fbfb63e3&imageMogr2/format/webp)
/0/27973/coverorgin.jpg?v=8cc48e3966444d2a6e2a67893bae7d2f&imageMogr2/format/webp)
/0/16989/coverorgin.jpg?v=80f6edfeb2bee3d2c08b5130edf9f85b&imageMogr2/format/webp)
/0/23105/coverorgin.jpg?v=73a83fd3127e8ee751a1272145924f67&imageMogr2/format/webp)
/0/5072/coverorgin.jpg?v=f58873173f1986910223afb6e0f788e4&imageMogr2/format/webp)
/0/22524/coverorgin.jpg?v=deaada040bc87a293fcec2b64ce52717&imageMogr2/format/webp)
/0/17815/coverorgin.jpg?v=22532312abb581bb0af87ccc4a8b6038&imageMogr2/format/webp)
/0/15387/coverorgin.jpg?v=f0c0a2a3b36617710ec82f1e757bb972&imageMogr2/format/webp)
/0/23514/coverorgin.jpg?v=a9b1bb7c6b3467e7f12291528ae7be07&imageMogr2/format/webp)
/0/28860/coverorgin.jpg?v=bba826a0f173a0b385069ef51ce6cc61&imageMogr2/format/webp)
/0/29465/coverorgin.jpg?v=060d0d9395870c162ad87f632205f1db&imageMogr2/format/webp)
/0/26001/coverorgin.jpg?v=300f605f96750a7439e9c5f9975a8b57&imageMogr2/format/webp)
/0/24454/coverorgin.jpg?v=fa9c761542b395139927ddff009dacff&imageMogr2/format/webp)
/0/14017/coverorgin.jpg?v=57e051154f489edeb67427c9b6e12968&imageMogr2/format/webp)
/0/2424/coverorgin.jpg?v=89852b50c5c617dbbc1432bd35bf0432&imageMogr2/format/webp)
/0/4224/coverorgin.jpg?v=baf7d841ae35f45935e153dd8eb82713&imageMogr2/format/webp)