/0/23599/coverorgin.jpg?v=ed918f85207337f1a3fe2e5fd61a4091&imageMogr2/format/webp)
Di sebuah lembah yang cukup luas, terdapat puluhan pendekar tingkat suci dan ratusan pendekar tingkat raja sedang mengepung seorang pendekar berambut panjang dengan parasnya yang di atas rata-rata. Para pendekar dari berbagai macam sekte dan aliran itu terlihat begitu murka dan kesal terhadap pendekar berwajah tampan dengan sebuah pedang tanpa bilah di tangannya itu.
“Hari ini kau akan menjemput ajalmu, Pendekar Pedang Patah!” teriak salah seorang dari ratusan pendekar yang ada di sana dengan geram.
Namun, berbanding terbalik dengan pendekar yang bergelar Pedang Patah itu. Dia tampak santai dengan eskpresi mengejek, menatap ke arah puluhan pendekar tingkat suci yang ada di depannya.
“Kau yakin aku akan menjemput ajalku? Mungkin kau salah tebak. Bisa saja kau yang lebih dulu pergi ke neraka, Pak Tua!” balas pemuda itu meneriaki pendekar yang tadi meneriakinya.
“Kurang ajar!” pekik pendekar yang kira-kira berumur tujuh puluh tahun ke atas. Namun, karena tenaga dalamnya yang tinggi, wajahnya terlihat jauh lebih muda dibandingkan usia sebenarnya. “Aku pendekar suci dari sekte Tapak, Genting Mahesa akan mengakhiri riwayat hidupmu hari ini juga.”
“Oh! Seramnya. Aku bisa merasakan celanaku basah karena mengompol saking takutnya,” ledek si pendekar yang bergelar Pedang Patah itu dengan ekspresi pura-pura ketakutan.
Lalu dari balik kerumunan pendekar tingkat suci dan raja itu, munculah seorang pria tua berjanggut dan berambut putih yang ia yakini berumur lebih dari seratus tahun. Sama seperti pendekar sebelumnya, pria tua ini juga pastilah dapat mempermuda penampilannya berkat tenaga dalam yang dimilikinya.
“Kau terlalu meremehkan orang, Anak Muda. Jangan salahkan kami jika kau meregang nyawa kemudian,” ucap lelaki berperawakan seperti biksu itu.
Pendekar itu tersenyum dengan percaya diri dan membusungkan dadanya. “Apa yang perlu kutakutkan jika aku memiliki pedang ini?” Ia mengacungkan gagang pedang tanpa bilah itu tinggi-tinggi ke atas langit.
Berkat pedang itu, ia dijuluki sebagai Pendekar Pedang Patah. Bukan berarti pedang itu jelek sehingga mudah patah, justru karena itulah kekuatan sesungguhnya dari pedang tanpa bilah itu berasal. Setiap kali serangan—baik itu fisik atau tenaga dalam—dapat dihalau dengan mudah oleh pedang tanpa bilah itu. Sebuah gagang pedang yang memiliki kemampuan untuk mementalkan semua serangan yang terarah pada pemegangnya.
“Kalau begitu, kau belum bertegur sapa dengan Pedang Pembalik Takdir milikku, Anak Muda,” ujar pria tua berambut putih tadi.
Pendekar Pedang Patah mengerutkan keningnya melihat sebuah pedang yang meliuk seperti sebuah keris yang tipis dan panjang. “Pedang aneh macam apa itu?” tanyanya sedikit mengolok. “Mari kita beradu saja kalau begitu, Kakek Tua!” teriaknya yang langsung melompat ke depan menerjang puluhan pendekar tingkat suci dan raja itu.
Melihat musuhnya melompat mendekat, para pendekar suci itu tentu saja tidak menyia-nyiakan waktu, mereka menarik keluar semua senjatanya mulai dari tombak, pedang, golok, dan lainnya.
“HYAAAAAH!”
Pertarungan tak terelakan, Pendekar Pedang Patah tampak menari-nari di tengah kerumunan pendekar tingkat tinggi itu. Setiap serangan yang terarah padanya dapat dengan mudah ia halau dengan pedang tanpa bilah miliknya.
“Hanya segini saja kemampuan dari para pendekar tingkat suci danr raja? Nenekku bahkan bisa melakukannya lebih baik,” ejeknya sambil terus bergerak menghindari semua serangan yang terarah padanya.
Genting Mahesa yang melihat sedikit celah dari musuh segala pendekar itu langsung mengeluarkan sebuah jurus pamungkasnya. “Raungan Singa!”
Ia melepaskan tinjunya ke udara yang ditujukan pada Pendekar Pedang Patah. Sebuah gelombang udara tak kasat mata tampak bergerak cepat mengincar tubuh bagian belakangnya.
Seakan menyadari ada bahaya yang mendekatinya, Pendekar Pedang Patah lantas memutar tubuhnya dan melihat serangan itu. “Lambat,” ucapnya melihat serangan dari Genting Mahesa yang memang terkesan lambat. Ia meletakan tangan kirinya di depan mulut seolah menahan kantuk menunggu serangan itu datang padanya.
Kemudian, saat serangan itu sudah mulai mendekat padanya, ia langsung memasang kuda-kuda siap siaga.
“Kembalilah ke pemilikmu,” katanya dengan santai memukul gelombang serangan itu kembali pada Genting Mahesa seolah-olah sedang memukul bola bisbol.
Genting Mahesa yang melihat serangannya berbalik kembali padanya—dengan laju dua kali lebih cepat—sontak membulatkan matanya. “Ap—sial.” Pak tua itu menggeram ketika jarak serangnya sudah tak mungkin dihindari lagi.
Namun, saat serangan itu hendak mengenainya, sebuah pedang berbentuk aneh seperti keris menahan dan menghilangkan serangan itu. “Lawanmu adalah aku, Pancaka sang Pendekar Pedang Patah yang menjadi biang onar di dunia persilatan.”
Pancaka—nama dari si Pendekar Pedang Patah—mendecih sebal pura-pura marah ketika serangannya dihalau dengan mudah. “Kau benar-benar tak asik, Pak Tua Surawisesa,” katanya dengan tampang cemberut.
/0/4139/coverorgin.jpg?v=541f6d8080596c816ddfc5dc072bf482&imageMogr2/format/webp)
/0/17720/coverorgin.jpg?v=1aba12b701e878ef320810666b985c0b&imageMogr2/format/webp)
/0/15551/coverorgin.jpg?v=dd954951f08c2968f5b3106644d15b2f&imageMogr2/format/webp)
/0/14297/coverorgin.jpg?v=151023505ebdca2e11729b46c01a3b87&imageMogr2/format/webp)
/0/12396/coverorgin.jpg?v=32949f0d1219af299a281079c50e8b2f&imageMogr2/format/webp)
/0/22027/coverorgin.jpg?v=810f027801007e6bcf6025a1f3d067a7&imageMogr2/format/webp)
/0/23913/coverorgin.jpg?v=78ce5c6226ba83fd281cd350e04f6dc1&imageMogr2/format/webp)
/0/27692/coverorgin.jpg?v=0392d528a060cd68b41abd8177665fe7&imageMogr2/format/webp)
/0/17397/coverorgin.jpg?v=4d1dacb575f429e80ff50e482acbf1d2&imageMogr2/format/webp)
/0/8028/coverorgin.jpg?v=39a7afaf43f7759fb64cc79f044421d6&imageMogr2/format/webp)
/0/12393/coverorgin.jpg?v=373847164c0c6ea0665053b7c61f5201&imageMogr2/format/webp)
/0/14556/coverorgin.jpg?v=35652c42a4e2ae84e49f2ef12d7d9ce2&imageMogr2/format/webp)
/0/12761/coverorgin.jpg?v=c8bc93d84896d67738d9a57607edb605&imageMogr2/format/webp)
/0/27799/coverorgin.jpg?v=ce2a38399ad81e3bf34fb193f2844214&imageMogr2/format/webp)
/0/4208/coverorgin.jpg?v=ef5fa7481849bbf2a8fb9e85f73eb156&imageMogr2/format/webp)
/0/16622/coverorgin.jpg?v=d706fbc1cc72df063140e92d3b3a51ee&imageMogr2/format/webp)
/0/12557/coverorgin.jpg?v=be734bd7fd47b10ef510580984b282d6&imageMogr2/format/webp)
/0/19453/coverorgin.jpg?v=27cf6cfd19e4e6b5bb18463954ec3562&imageMogr2/format/webp)
/0/5549/coverorgin.jpg?v=ed16dc7d04195933c7aec37e6dffdbf2&imageMogr2/format/webp)