Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalinya Marsha yang Tercinta
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Aku pernah bermimpi menikah dengan pria yang ku cintai dan kisah kami akan menjadi indah. Seperti kisah-kisah dalam Disney yang berakhir Happy Ending. Ya, mungkin karena aku sangat mendambakan kisah cinta romantis layaknya dongeng.
Lalu seorang pria tampan akan menatapku dengan intens sembari mengandeng tangan ku, terkadang rayuan manis dilontarkan untukku hingga membuatku tersipu malu dengan wajah yang memerah bak buah delima yang matang.
Namun, suatu ketika aku terbangun dari khayalan dan mimpi itu.
Semua yang ku idam-idamkan, kisah manis nan indah tidak akan pernah terjadi. Harusnya aku sudah tahu itu dengan jelas.
Di Zaman yang modern ini praktik perjodohan masih kerap terjadi.
Seperti keluarga Wijaya yang menikahkan putri bungsunya Amilie Olivia Wijaya tepat saat usia 23 tahun dengan seorang pria yang lebih tua 5 tahun, Ethan Caius.
Semua semata untuk keuntungan kedua belah pihak.
Keluarga Wijaya sangat disegani dan keturunannya dikenal memiliki paras tampan dan ayu itu menjadi nilai lebihnya. Wanita yang terlahir dari keluarga Wijaya sudah pasti akan dinikahkan untuk keuntungan. Berbeda dengan anak laki-laki yang hidupnya jelas akan meneruskan keluarga.
Sedangkan Caius adalah keluarga terkemuka, dikenal dengan kemampuan berbisnis dari turun temurun.
Meski dalam benak aku menjerit namun pada akhirnya aku menurut.
Kesan pertama saat bertemu dengan Ethan di hari pernikahanku. Aku bergetar ketakutan, tubuhnya yang tinggi dengan badan yang besar, tatapannya yang tajam rasanya mencekik ku. Dia tak berkata apapun namun berhasil membuatku mati membeku.
Dengan ketakutan yang masih jelas, aku diboyong kekediamannya sebagai istrinya.
Lalu saat malam pertama, itu terjadi begitu saja tanpa rasa cinta diantar kami.
Begitu saja aku melanjutkan hidupku sebagai nyonya Caius. Kehidupan yang terasa kosong dan hampa. Dan sialnya kami harus tetap melakukan kewajiban sebagai suami istri untuk memiliki penerus.
Aku sempat berharap meski telah menikah aku akan diberi kebebasan untuk menggunakan gelar ku di bidang pendidikan. Setidaknya agar aku tak bosan, itu saja.
Namun, sia-sia saja. Aku dilarang bekerja dan hanya boleh menghabiskan waktu di dalam rumah besar yang sepi.
Satu tahun menjalani biduk rumah tangga yang dingin. Aku dinyatakan hamil.
Aku tidak bisa berekspresi kala itu, hanya menyentuh lembut perut yang katanya ada kehidupan itu. Dan Suamiku saat mengetahui bahwa aku mengandung hanya berkata. “Kerja Bagus.” dengan wajah datarnya.
Hingga saat anak ku lahir, aku yang merasa hampa ini mulai melihat cahaya terang darinya. Tangannya yang munggil dan wajahnya yang lucu mengetarkan hati kaku ku. Semenjak itu aku berjanji mendedikasikan hidupku dan memberikan segala perhatian pada Evans Caius kecil ku.
Tidak lagi ku pedulikan takdirku, tak lagi aku bersedih untuk meratapi nasip dan mimpi untuk dicintai yang tak akan pernah jadi nyata itu.
Aku hanya fokus memberi perhatian pada anakku yang mulai memanggilku dengan “Ibu.”
Di tengah tenangnya menjalani hari-hari, rumor tak mengenakkan mulai berdatangan. Suamiku yang jarang ada di rumah dan lebih sering pulang larut diterpa isu memiliki wanita lain.
Demi hidup yang tenang dan demi masa depan anakku aku memilih diam dan tak menyinggung hal itu pada suamiku. Dia pun tak pernah datang pada ku sekedar menjelaskan bahwa isu itu tak benar.
Lagipula, rumah tangga yang terlanjur tandus ini tidak bisa diupayakan lagi. Semuanya sudah kacau sejak awal dan kami tak memiliki niat mencoba memperbaiki itu.
Yang terpenting dia tak membawa wanita lain dalam istana yang jelas pemiliknya adalah aku.
Hingga putraku berusia 10 tahun. Ah! baru aku menyadari dia mulai tumbuh persis seperti Ayahnya. Dia sangat tampan, namun Evans ku lebih rupawan dalam segalanya. Setidaknya kepribadian putraku jauh lebih baik dari suamiku. Ya, itu yang ku pikirkan.
Lalu tiba-tiba dimalam yang dingin dengan hujan derasnya. Aku yang tertidur dengan tenang dikamarku di kejutkan dengan Ethan yang tiba-tiba menarikku dalam gendongannya. Lebih terkejut lagi kala melihat Evans juga ada dalam gendongan tangan kirinya. Namun, Evans tampak tertidur dengan pulas dalam gendongan Ayahnya.
Tampaknya Ethan baru saja pulang dari kerjanya, dia masih mengenakan jas lengkap.
Aku bertanya-tanya, namun mulutku terkunci rapat kala menyadari ini situasi genting. Asap yang entah dari mana mulai tercium dan api mulai melahap kediaman kami.
Dengan membawa beban aku dan juga Evans dalam gendongannya, Ethan berlarian menuruni anak tangga.
Suamiku-Ethan, ekspresi yang tak biasa ku lihat. Wajah yang biasa kaku, wajah yang biasa datar, dan dingin itu kini tampak cemas.
Dengan penuh keraguan aku bertanya, “Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Sesuatu yang buruk.” jawabnya dengan suara samar.
Aku bukannya tak tahu bahwa sesuatu buruk tengah menimpa kita. Tapi, ya sudahlah aku tak ingin kian menganggu konsentrasinya. Setidaknya dia ingat menyelamatkan istri juga anaknya.
Dengan cepat api melahap segalanya.
Crack!...
Terdengar suara retak yang sangat jelas. Aku dan Ethan secara bersamaan menoleh ke atas. Lampu kaca gantung besar yang menghiasi langit-lagit ruang tamu rasanya akan terjatuh.
Ethan menurunkan aku dari gendongannya dan memberikan Evans dalam pelukan ku.
Crack!...
Crack!...