Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Sang Pemuas
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
"Kita putus aja ya?"
Kiara terbelalak melihat kekasihnya, Adrian memutuskannya tiba-tiba. Mata Kiara terbuka lebar, lelaki yang menempuh perguruan tinggi bersama hingga lulus itu tanpa pemberitahuan atau tanpa pertanda langsung mengajaknya berpisah.
"Adrian, gue salah apa sama lo? Gue enggak ngelakuin apa-apa atau pun selingkuh. Lo kok tega mutusin gue?!" Kiara menekan nada bicaranya dengan getir.
"Kita enggak cocok, gak usah nanya soal apa pun lagi. Mengerti? Semoga kamu dapetin cowok yang lebih baik dari gue."
Adrian menepuk pundak Kiara dan meninggalkannya begitu saja. Kiara tertegun dengan tangan gemetar. Dirinya tidak mengerti, kenapa Kiara selalu saja gagal dalam percintaan? Kiara menjalin asmara dengan Adrian selama dua bulan sejak mereka saling mengenal dan masuk Universitas. Bagaimana bisa waktu sesingkat itu Adrian meninggalkannya?
Langkah Kiara terseok-seok, napasnya sesak sekali karena harus putus cinta. Tampak Cecilia, sahabat Kiara menghampiri gadis tersebut dengan wajah penuh tanda tanya.
"Ara, lo kok pulang sendiri? Kenapa Adrian ninggalin lo gitu aja?" tanya Cecila tak mengerti.
Kiara menahan air mata, akan tetapi di hadapan Cecilia ia tidak mampu menahan air matanya. Kiara menangis, ia memeluk Cecilia dengan perasaan hancur.
"Lagi-lagi gue diputusin, kenapa sih? Apa gue ini terlalu jelek buat jadi pacar seseorang? Apa gue ini-"
"Kagak! Si Adrian yang buta! Gila ya tuh orang, mending gitu loh dia punya spek wajah seganteng NCT. Ini mah boro-boro NCT, muka dia gak ada cakep-cakepnya! Heran, tampang segitu aja berani banget mutusin elo yang cantik." Cecilia bicara dengan nada berapi-api, ia jadi bawa-bawa fisik karena merasa Kiara merupakan gadis yang sangat cantik.
"Ih Cecil, jangan gitu ah. Gak boleh ngehina fisik orang." Kiara memegang lengan Cecilia. "Kita pulang aja yuk."
Cecilia menarik napas panjang dan mengembuskannya. Kiara yang putus, Cecilia yang merasa kesal serta sakit hati. Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang dan merenungi kejadian tersebut.
Langkah Kiara gontai, ia turun dari dalam mobil dengan perasaan yang benar-benar sedih. Akan tetapi ia tidak boleh menunjukan apa pun pada keluarga, selain karena takut mereka semua khawatir, Kiara juga menghindari ledekan kedua adik laki-lakinya yang menyebalkan.
Benar saja, saat Kiara membuka pintu tampak adik keduanya Nino dan adik bungsunya Icung langsung menghampiri sang Kakak dengan tatapan penuh tanda tanya. Ternyata sulit menyembunyikan rasa sedih di hadapan kedua adiknya, mereka selalu saja tahu jika terjadi sesuatu dengan Kakaknya.
"Tetèh, muka lo kenapa? Kusut banget kayak cucian kemarin." Nino langsung mendekatkan wajahnya ke arah Kiara. "Bau-baunya, lo habis nangis kayaknya."
"Kenapa sih Tèh, lo mewek mulu kayak pemain sinetron ikan terbang?" Icung menimpali sambil merangkul Kiara.
Kiara mendengus, belum apa-apa dua adik lelakinya itu langsung mencecar Kiara dengan pertanyaan-pertanyaan mereka yang menyebalkan. Kiara malas menjawab, akan tetapi jika ia bungkam maka kedua adiknya akan langsung memberikan laporan akurat pada kedua orangtua mereka.
"Diem deh, gue capek mau ke kamar dulu." jawab Kiara sambil mendengus.
"Tèh, jawab dulu ih. Lo enggak abis nangis kan?" Nino memastikan Kakaknya itu baik-baik saja.
Kiara menganggukkan kepala, ia menepuk bahu Nino dan Icung sambil mengulas senyum. Walau kedua adiknya menyebalkan, akan tetapi tentu mereka semua seperti itu karena perhatian.
"Gak apa-apa. Udah ya, Tetèh ke kamar dulu." Kiara berjalan menjauh dan menarik napas panjang.
Kedua adiknya itu berhenti bertanya, akan tetapi langkahnya berhenti saat sang Ayahanda ada di depan tangga menuju kamarnya. Tampak pria yang Kiara serta kedua adiknya panggil "Babeh" itu tengah melipat tangan dan memandangi Kiara saksama.
"Babeh?" Kiara terkejut karena Babeh tengah menunggu jawabannya.
"Muka kamu kenapa Tetèh? Babeh lihat-lihat kok kamu kayak habis nangis?" tanya Babeh dengan tatapan teliti ke arah Putrinya.