Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
“Ada masalah apa?” Jovie, manajer operasional Luxio Hotel yang sudah bersiap untuk pulang bertanya pada resepsionis yang baru saja meminta waktunya untuk melaporkan sebuah masalah.
“Baru saja housekeeping melaporkan tentang salah satu tamu hotel di Deluxe Room yang sudah beberapa hari ini tidak menyahuti panggilan dari luar. Bahkan piring kotor dari pesanan service room juga tidak dikeluarkan. Sementara waktu check-in, dia sudah berpesan untuk tidak ada satu orang pun yang masuk ke kamar termasuk housekeeping,” jawab resepsionis dengan wajah khawatir.
Jovie melihat jam tangan di pergelangan kirinya—sudah masuk jam tidur, bisa saja akan menjadi tidak sopan jika dia mengetuk pintu kamarnya sekarang, tapi dia juga khawatir jika sampai terjadi apa-apa dengan tamu hotel.
“Kapan waktu tamu itu check-out?” tanya Jovie lagi.
“Besok siang,” jawab resepsionis sopan.
“Berapa kali housekeeping mencoba untuk memanggil tamu?”
“Setiap waktu housekeeping harus mengangkut piring kotor dari setiap kamar, terhitung dari satu hari yang lalu.”
Jovie menggigit bibir bawahnya. Jelas ada hal yang tidak beres jika sampai berkali-kali tamu tidak menyahuti panggilan housekeeping. “Nomor berapa kamarnya?”
Resepsionis tadi menunjukkan detail pemesanan kamar di layar monitornya. Jovie melihatnya sekilas, kemudian segera membuka tempat master key dan menyambar salah satu sebelum bergegas menuju ke lantai tempat kamar itu berada.
Jovie berdiri di depan kamar yang dimaksud. Beberapa kali ketukan tidak mendapat sahutan. Sebab dia sudah melakukan SOP hotel untuk mengetuk lima kali dan tidak ada sahutan dari dalam, Jovie langsung membuka pintu kamar dengan master key yang dia bawa.
“Selamat malam, layanan manajemen hotel.”
Tidak ada jawaban. Anehnya, Jovie mendengar suara desahan dari arah dalam. Ranjang yang berada di balik sekat membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas. Kening Jovie mengerut bingung dan tak mengerti.
“Maaf, saya mendengar keluhan dari staff kami, saya terpaksa untuk melakukan pemeriksaan. Apakah Anda baik-baik saja?” Jovie kembali bersuara.
Desahan kembali terdengar. Kali ini bersamaan dengan suara hentakan yang membuat jantung Jovie berdetak kencang. Kakinya bergerak pelan ke arah ranjang, sementara kedua tangannya mendekap erat master key yang dari tadi terus dia pegang.
“Ah! Faster, baby!”
Desahan itu kembali terdengar, bersamaan dengan kedua mata Jovie yang menangkap pemandangan tabu. Seorang pria yang sedang bersetubuh dengan wanita muda terlihat membara di hadapannya.
“Come on, baby! Ah!”
Wanita itu tidak memperhatikan kedatangan Jovie. Dia terlalu menikmati hunjaman dari pria tampan itu dari dalam selimut tebal. Otot tubuh yang terbentuk sempurna, terlihat mengilat dibasahi keringat.
Jovie terkejut. Tubuhnya tiba-tiba mematung, tidak menyangka dia akan melihat hal seperti ini. Sialnya, pria itu terlanjur melihatnya. Masih dengan posisi yang terjepit di antara paha mulus si wanita muda, pria tampan itu menoleh dengan seringai tajam.
“Astaga!” pekik Jovie akhirnya.
Badannya berbalik cepat, memunggungi kedua orang yang masih saling bergelut dalam permainan panas di antara desahan yang semakin cepat. Tanpa disuruh, Jovie segera bergerak cepat meninggalkan ruangan itu, tapi saat itu juga dia menyadari bahwa tindakannya adalah salah besar. Dia tidak bisa berlalu begitu saja.
Dalam keadaan mata yang terpejam erat, Jovie kembali membalikkan badannya. “Maafkan saya! Maaf saya salah kamar.”
Pria itu kembali menoleh tak merespon ucapan Jovie. Sorot matanya tak terbaca, sedangkan seringai tipis kembali terukir di wajahnya sebelum dia kembali memuaskan wanitanya yang semakin menggeliat.
Di luar kamar, Jovie terdiam sejenak setelah menutup pintu kamar dengan perlahan. Berkali-kali dia mengusap matanya kasar, tak peduli maskara yang berantakan dan membekas di jari-jarinya.