Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Married By Accident

Married By Accident

sekarjagat

5.0
Komentar
44.3K
Penayangan
194
Bab

"Saya yang akan menikahi Valerie." Demi menutupi dosa adiknya, Keanu rela menikahi Valerie. Seorang gadis remaja berusia delapan belas tahun, yang sudah dihamili oleh Kevin, adiknya sendiri. Padahal Keanu sudah berencana akan melamar Sely, sekretarisnya di kantor yang sudah ia sukai sejak lama. Lalu, bagaimana Keanu dan Valerie menjalani kehidupan rumah tangga? Tanpa saling mengenal dan mencintai satu sama lain.

Bab 1 Hubungan Terlarang

"Kev ... Aku takut," lirih Valerie. Kepalanya tertunduk, bola matanya yang kecoklatan bergerak kiri kanan dengan gelisah.

"Takut apa? Kita kan udah pernah."

Valerie kembali menepis tangan Kevin yang hendak melepaskan kancing seragam sekolahnya.

"Justru itu," Valerie mendongak, menatap Kevin, cowok tampan yang sudah lima bulan ini menjadi pacarnya. "Aku takut hamil."

"Emang kalau sekali bisa hamil?" tanya Kevin dengan wajah polos.

Valerie mengangkat bahunya sekilas. "Mana kutahu."

"Tapi kamu nggak hamil, kan?"

"Ya enggaklah. Minggu lalu kan aku habis mens."

"Trus kenapa?"

"Emang kamu nggak takut? Waktu itu kita nggak pakai pengaman lho."

"Tapi kenyataannya kamu nggak hamil, kan?"

"Tetep aja, Kev. Ada kemungkinan aku hamil waktu itu."

Kevin berdecak kesal. Cowok tampan itu menyisir rambutnya dengan kelima jari, perasaannya sudah campur aduk tak karuan karna sejak tadi sudah menahan hasratnya pada Valerie yang cantik dan seksi itu.

Dengan sengaja Kevin mengajak Valerie ke rumahnya untuk mengulangi perbuatan mereka beberapa minggu yang lalu, karena rumah Kevin selalu sepi. Hanya ada beberapa asisten rumah tangga yang tak mungkin berani ikut campur dengan urusannya.

Sudah ribuan kali dia membujuk Valerie untuk melakukannya lagi, namun gadis itu selalu menolak. Padahal Kevin belum bisa melupakan pengalaman pertama yang terus-menerus terbayang di kepalanya siang dan malam, membuat Kevin ingin mengulanginya lagi dan lagi.

Wajar saja. Valerie takut.

Gadis itu takut hamil. Mereka sudah kelas dua belas sekarang. Beberapa bulan lagi, mereka berdua akan lulus sekolah. Valerie tak mau dia gagal lulus SMA hanya karna kebodohannya sendiri.

"Ya udah aku antar kamu pulang deh," gerutu Kevin seraya menyambar jaket yang tersampir di punggung kursi belajarnya.

Namun saat cowok itu membuka handle pintu, tiba-tiba saja terdengar suara hujan turun dengan lebatnya, disertai kilat yang menyambar-nyambar.

"Hujan ya?" Valerie membuka gorden di kamar Kevin, dan benar saja, di luar memang sedang hujan deras. "Gimana dong?"

Lagi-lagi Kevin berdecak kesal lalu melempar jaketnya ke lantai. "Tunggu aja dulu," ucapnya seraya duduk di tepian ranjang.

"Kamu marah?"

Cowok itu tak menjawab. Dari ekor matanya, dia bisa melihat Valerie sedang berdiri dengan gelisah di sampingnya.

Diam-diam Valerie ikut duduk di samping Kevin lalu mengusap lengan pacarnya dengan lembut. "Jangan marah dong," bujuknya.

Perlahan Kevin menoleh, menatap kedua mata Valerie dengan tatapan berkabut. Tatapan Kevin begitu melenakan, hingga tanpa Valerie sadari, Kevin sudah memiringkan wajahnya dan meraih bibir Valerie ke dalam ciuman yang dalam dan menuntut.

Tak butuh waktu lama untuk Valerie membalas ciuman Kevin yang penuh gairah itu. Saat ciuman mereka semakin dalam dan panas, Kevin mulai berani menelusupkan sebelah tangannya ke dalam kemaja putih Valerie yang sedikit ketat.

Gadis itu mendesah pelan saat Kevin meremas lembut gumpalan di dadanya. Setelah itu, tangan Kevin tiba-tiba sudah melepas tiga kancing teratas seragam yang menempel di tubuh Val, membuatnya terkesiap.

Namun sebelum gadis itu melayangkan protes padanya, Kevin kembali memagut bibir Valerie yang kemerahan dan sesual. Bibir yang selalu dikaguminya.

"Kev ...," desah Valerie hendak menghentikan tangan Kevin yang ingin meloloskan seragamnya.

Namun bukannya berhenti, Kevin justru membuka seragam Valerie hingga terlihat jelas di hadapannya, tubuh polos Valerie yang hanya mengenakan bra berwarna coklat muda yang seolah menyatu dengan warna kulitnya.

Kedua mata Kevin melahap pemandangan di hadapannya dengan tatapan berkabut. Miliknya sudah bereaksi keras sejak tadi, apalagi saat ia melihat tubuh Valerie ya sudah terbaring lemah di atas ranjang.

"Kev ...," lirih Valerie saat Kevin hendak menindihnya, "Kamu janji nggak akan ninggalin aku, kan?"

Senyum kemenangan cowok tampan itu terulas manis di wajahnya.

"I'm promise," sahutnya lembut sebelum mendaratkan ciuman panas di bibir Valerie yang terbuka, dan penyatuan itu terjadi lagi, tanpa penghalang di antara mereka.

Kulit menyentuh kulit, tanpa pengaman.

***

"Mbaaaak!" teriak Valerie yang baru saja tiba di rumah mewahnya. Rumah besar yang terletak di kawasan elite itu selalu sepi. Di rumah sebesar itu, Valerie lebih sering bertemu dengan asisten rumah tangganya dari pada kedua orang tua yang sama-sama berprofesi sebagai dokter.

Papa Valerie adalah seorang dokter yang cukup senior. Pengelola salah satu rumah sakit swasta yang didirikan oleh kakek Valerie hampir dua puluh tahun yang lalu.

Sedangkan Mama Valerie adalah seorang dokter spesialis kandungan yang bekerja di rumah sakit tersebut.

"Iya, Non," jawab Mbak Marni tergopoh-gopoh. "Mau makan malam?"

"Papa sama Mama mana?" bukannya menjawab, Valerie malah balik bertanya.

"Tuan Andika belum pulang, kalau Nyonya Susan tadi pulang sebentar trus katanya ada pasien yang harus di operasi, jadi balik lagi ke rumah sakit," jelas Mbak Marni seraya memperhatikan seragam Valerie yang basah kuyup.

"Ya udah," sahut Val dengan bibir mengerucut kesal. Setiap sampai di rumah selalu sepi, tak ada yang menyambutnya selain Mbak Marni.

"Non Valerie kok basah kuyup begitu? Kenapa tadi nggak nelpon sopir biar di jemput?" kata mbak Marni dengan wajah khawatir.

"Tadi di antar sama temen kok, Mbak."

"Naik motor?"

"Iya."

"Kenapa nggak naik taksi aja sih, Non?"

Valerie tersenyum-senyum. "Biar romantis, Mbak. Kan bisa peluk-pelukan di bawah hujan," jawabnya asal.

"Astaga, Non. Masih kecil kok sudah pacaran. Nanti kalau Papa sama Mamanya tau bisa marah lho."

"Ya jangan sampai taulah, Mbak. Awas ya, mbak Marni jangan coba-coba buka mulut," ancam Valerie.

"Saya mana berani, Non ...."

"Bagus!" Val mengacungkan kedua jempolnya pada Marni sebelum berlalu pergi, naik ke lantai atas di mana kamarnya berada.

Sesampainya di kamar, Val segera mengunci pintunya rapat-rapat. Gadis bertubuh ramping dan seksi itu berjalan ke kamar mandi dan mulai melepas seragam sekolahnya yang basah kuyup.

Val berdiri tegak di depan cermin besar yang ada di dalam kamar mandinya. Gadis itu diam mematung memerhatikan tubuhnya yang polos. Ada banyak bekas kissmark di mana-mana. Leher, dada, perut dan juga punggungnya.

Perlahan gadis itu meraba bekas kemerahan itu dan bayangan kejadian beberapa saat yang lalu berkelebatan di kepalanya.

Saat dia dan Kevin melakukan hubungan terlarang itu untuk yang ke dua kalinya. Inti tubuhnya masih terasa basah dan lembab, walaupun tadi dia sudah membersihkannya di toilet rumah Kevin.

Ada gelayut kecemasan di dalam dadanya. Berbagai macam pertanyaan tanpa jawaban mulai membuatnya gelisah.

Kenapa Val selalu saja menuruti keinginan Kevin? Apa karna Val juga menginginkannya? Bagaimana kalau dia hamil? Bagaimana kalau kali ini cairan Kevin benar-benar membuahi sel telurnya?

Val buru-buru menyalakan shower, berharap air yang mengaliri seluruh tubuhnya itu bisa menghilangkan segala kecemasan dan perasaan berdosa yang terlanjur bersarang di dalam dirinya.

***

Terima kasih sudah membaca bab 1. Kritik dan saran silahkan di kolom komentar.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Romantis

4.8

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku