/0/23058/coverorgin.jpg?v=4c0ec1f46fbfddc72bcf6894813f78e9&imageMogr2/format/webp)
“Astaghfirullah! Apa yang kalian berdua lakukan?!”
Suara jeritan Mariana menggema di kamar tidur yang dulu menjadi saksi cintanya dengan sang suami. Namun kini, pemandangan di hadapannya menghancurkan segalanya.
Tubuh Mariana limbung, tapi ia memaksa dirinya tetap berdiri. Napasnya tersengal sementara dadanya mulai terasa sesak.
Di atas ranjang mereka, suaminya berbaring tanpa busana. Dan yang lebih menghancurkan hatinya, wanita yang bersamanya adalah Bianca—adik kandung Mariana sendiri.
Mariana menatap mereka dengan mata yang bergetar, berusaha mencari penjelasan yang sebenarnya tak lagi diperlukan. Segala sesuatu sudah terpampang jelas di hadapannya.
“Kalian … bagaimana bisa?” suaranya nyaris tak terdengar.
Darah di tubuhnya terasa beku. Kepalanya berdenyut hebat, seolah-olah dunia yang selama ini ia kenal runtuh begitu saja. Air mata menggenang di pelupuk matanya dan mengaburkan pandangannya.
“Ka-kak ….” Bia tergagap, wajahnya pucat pasi saat buru-buru meraih selimut untuk menutupi tubuhnya.
Di samping Bianca, Bara tersentak kaget. Dengan gerakan tergesa-gesa, pria itu meraih celananya yang tergeletak di lantai lalu berlari menghampiri Mariana.
“Sayang, aku bisa jelaskan—”
“Jelaskan apa lagi, Bara?!” Mariana menyela dengan suara bergetar. “Aku melihat semuanya dengan mataku sendiri! Kalian berdua—!”
Kata-katanya terhenti di ujung lidah. Dadanya naik turun, dipenuhi rasa sesak yang tak tertahankan. Amarah bercampur dengan kepedihan mengoyak dada Mariana seperti sembilu.
Matanya kembali menatap ranjang yang berantakan. Selimut kusut, aroma tubuh mereka masih terasa di udara. Benar-benar menjijikan!
Tubuh Mariana melemah, seolah beban yang menyesakkan dadanya kini juga melumpuhkan seluruh dirinya. Lalu, tiba-tiba—
Rasa sakit luar biasa menusuk perutnya.
Mariana tersentak. Tangannya refleks mencengkeram perutnya yang membuncit. Rasa nyeri itu datang begitu kuat hingga kakinya bergetar hebat. Dan seketika itu juga, sesuatu yang hangat mengalir di antara kedua pahanya.
Darah.
Tarikan napasnya melemah sebelum akhirnya tubuhnya ambruk ke lantai.
“Kak Mariana!” Bianca menjerit panik sementara matanya membelalak sempurna.
“Sayang!” Bara hendak meraih tangannya, tetapi Mariana menepisnya dengan tatapan penuh kebencian.
“Ja-jangan sentuh aku …,” suaranya begitu lemah.
Bianca dan Bara seketika kelimpungan. Wajah mereka sama-sama dipenuhi kepanikan.
“Cepat panggil ambulans!” seru Bara pada Bianca.
Bianca segera meraih ponselnya dan menghubungi layanan darurat.
Sementara itu, Mariana menggigit bibirnya seraya menahan rasa sakit yang semakin tak tertahankan. Air mata terus mengalir dari sudut matanya, bukan hanya karena rasa sakit pada perutnya, tetapi juga luka yang jauh lebih dalam di hatinya.
Semua ini terasa seperti mimpi buruk. Mimpi buruk yang menjadi kenyataan.
***
Suara sirene ambulans memecah keheningan malam, menggantikan jeritan panik Bianca dan suara Bara yang terbata-bata menjelaskan situasi kepada operator darurat. Tubuh Mariana sudah hampir kehilangan seluruh tenaganya. Napasnya memburu, keringat dingin membasahi pelipisnya, dan nyeri di perutnya semakin menjadi-jadi.
Dalam pandangannya yang semakin kabur, Mariana merasakan tubuhnya diangkat ke atas tandu. Suara-suara di sekelilingnya terdengar samar, tetapi ia masih bisa merasakan dinginnya udara malam menyentuh kulitnya saat mereka membawanya keluar.
Seorang petugas medis dengan sigap memasangkan masker oksigen di wajahnya, sementara yang lain bergerak cepat memeriksa tekanan darahnya.
“Tekanan darahnya turun drastis!” suara paramedis itu terdengar tegang. “Detak jantung janin juga melemah. Kita harus bergerak cepat!”
Kata-kata itu menghantam kesadaran Mariana seperti tamparan keras.
Tidak. Tidak mungkin.
Kepanikannya bercampur dengan ketakutan yang mencekam. Rasa sakit di perutnya semakin menjadi, tetapi lebih dari itu, ada sesuatu yang jauh lebih menakutkan menghantui pikiran Mariana.
Tidak boleh terjadi apa-apa pada bayinya.
Mariana berusaha mengangkat tangannya, ingin menggenggam perutnya yang terasa semakin berat. Tapi tubuhnya terlalu lemah.
/0/23438/coverorgin.jpg?v=b0fa4dd1a63ded9a9391a81cd651be16&imageMogr2/format/webp)
/0/19556/coverorgin.jpg?v=9a9eb52edc520ea5cbec2871ef3d874d&imageMogr2/format/webp)
/0/8546/coverorgin.jpg?v=fbf9b0193808dfbf370ab42642e71e9f&imageMogr2/format/webp)
/0/22488/coverorgin.jpg?v=bd3b089dd86c22ff56b497ba74e18b3f&imageMogr2/format/webp)
/0/23320/coverorgin.jpg?v=db39491a6426560917d4935f2f493578&imageMogr2/format/webp)
/0/7030/coverorgin.jpg?v=66ef500fba68df5246c38220ee708a7f&imageMogr2/format/webp)
/0/15554/coverorgin.jpg?v=9c5a6e41fd1bb968ece8fe51063b3c4d&imageMogr2/format/webp)
/0/2824/coverorgin.jpg?v=1fc5a762e0ae67bbb324e7215695047a&imageMogr2/format/webp)
/0/3201/coverorgin.jpg?v=3c47f9ecf965f82292fbbbc3d30da983&imageMogr2/format/webp)
/0/20417/coverorgin.jpg?v=18aef677d92ac82f7f462cf43795790e&imageMogr2/format/webp)
/0/16521/coverorgin.jpg?v=30aaa349556cbdbd488e00b931aebd15&imageMogr2/format/webp)
/0/16399/coverorgin.jpg?v=1e15c1b5d5554d21af64e257ce86aabf&imageMogr2/format/webp)
/0/26438/coverorgin.jpg?v=a62374ef56376f88395da900a2247285&imageMogr2/format/webp)
/0/2795/coverorgin.jpg?v=043d4b1da96165844a701a244b3febde&imageMogr2/format/webp)
/0/2640/coverorgin.jpg?v=cd404ed8e307d022c965a36eb2d49305&imageMogr2/format/webp)
/0/7314/coverorgin.jpg?v=a1082c86ea6699e6432ece45218c8f91&imageMogr2/format/webp)
/0/5267/coverorgin.jpg?v=7a1a88dc172797cd08f3eccb2d292b4f&imageMogr2/format/webp)