Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Sebagian besar pelayat bercucuran air mata, mereka menangisi jasad terbujur kaku dalam peti yang kini telah terpendam tanah merah basah serta taburan beragam kelopak bunga. Nisan dengan nama 'Prayitno Tanuredja' tersebut dimiliki oleh seorang kakek nan telah mengusaikan napas terakhirnya semalam, tepat ketika seluruh anggota Keluarga Tanuredja mengitarinya—mengucap salam perpisahan yang benar-benar tak pernah ingin mereka lakukan, kakek tercinta sekaligus pemegang tahta tertinggi Keluarga Tanuredja tersebut akhirnya berpulang setelah hampir empat tahun menderita gagal ginjal.
Kini, Kakek Prayit telah bersemayam dalam damai tanpa merasakan sakit nan menyiksa, ia tak perlu melakoni cuci darah lagi seperti sebelum-sebelumnya. Mau tidak mau semua orang dipaksa ikhlas melepas kepergian Kakek Prayit serta harus melanjutkan kehidupan masing-masing tanpa kehadiran sosok tersebut.
Termasuk Flara, ia menjadi cucu kesayangan yang selama ini tinggal seatap dengan mendiang Kakek Prayit. Flara Tanuredja namanya, seorang dokter muda nan baru menjalani tugasnya disalah satu rumah sakit umum Jakarta selama setahun terakhir.
Wajah Flara sembap seperti orang-orang di sekitarnya, ia berdiri di dekat Ilona—adik Flara yang masih berstatus sebagai mahasiswi strata satu jurusan hukum. Flara memilih mendekap lengan sendiri saat Ilona terus merangkul sang mama, Danastri.
Gerimis sekaligus mendung pagi ini sudah cukup menegaskan jika alam turut berduka tanpa perlu dipaksa, perlahan satu per satu pelayat meninggalkan area pemakaman sembari membawa masing-masing kisah sedih mereka hari ini.
Flara masih mematung menatap nisan milik mendiang kakeknya, kantung mata wanita itu mulai terlihat jelas, untung ia membawa kacamata hitam sebagai penyamar kesedihan, bagaimana pun setelah ini Flara sudah harus berangkat ke rumah sakit. Ia tak bisa memamerkan wajah pucat mengerikan seperti tak tertidur selama berhari-hari itu—meski faktanya memang benar.
"Ayo, Ma. Kita pulang, kakek sekarang udah tenang. Dia pasti nggak mau ngelihat keluarganya bersedih terus," ucap Ilona terus berusaha menenangkan Danastri, sejak semalam wanita yang sudah bercerai dari mantan suaminya sepuluh tahun silam tersebut terus menangisi mendiang sang ayah.
"Nanti." Suara Danastri nyaris tercekat, ia terlihat cukup lemah untuk sekadar melangkah dari posisi makam Kakek Prayit ke arah gerbang masuk pemakaman. Beberapa kendaraan pelayat terparkir di sisi jalan.
Ilona beralih menatap Flara. "Kak Fla mau langsung ke rumah sakit atau pulang ke rumah dulu?"
"Ke rumah sakit," sahut Flara seraya membenarkan letak kacamata hitamnya. "Kamu sama mama bisa langsung pulang, ya. Masih banyak orang di rumah."
Ilona mengangguk, ia kembali membujuk Danastri. "Ayo, Ma. Kita masih bisa ke sini besok lagi, atau malah setiap hari. Kita pulang sekarang ya? Mama harus istirahat, jangan sampai jatuh sakit." Kedua tangan Ilona terus memegangi lengan Danastri dari balik punggung wanita itu, ia takut sang mama tiba-tiba jatuh pingsan. "Ayo, Ma. Kita bisa ke sini lagi besok." Sekali lagi Ilona mengatakannya, ia tahu semua orang terpukul atas kepergian Kakek Prayit, tapi sejak lama pria tua itu sudah menegaskan jika ia pasti akan pergi—terlebih setelah membuat surat wasiat sebulan sebelum meninggal—tanpa diketahui pasti oleh anggota keluarganya, dan setelah surat wasiat tersebut dibacakan sehari sebelum kematian Kakek Prayit, sebagian orang setuju meski salah satu dari keluarga besar benar-benar menerima sambaran petir di pagi yang cerah saat itu.
"Ya udah, kita pulang sekarang." Untungnya bujukan Ilona membuahkan hasil, Danastri mau diajak pulang.
"Kak Fla, aku bawa mama pulang, ya. Kakak semangat nugasnya," pesan Ilona.
"Ya, jagain mama di rumah."