/0/29114/coverorgin.jpg?v=8ef50e2564eedbd7adab40a8459a0b58&imageMogr2/format/webp)
Jakarta,
Megapolitan Indonesia.
Sebuah club yang berisik itu, riuh dipenuhi dengan pria dan wanita yang sedang memutar pinggang dan melepaskan emosi mereka di lantai dansa, di bawah sorot lampu strobo warna-warni.
Se-sosok menerobos kerumunan, mengenakan kaos putih dan celana jins biru muda dengan rambut kuncir kuda sederhana, lebih terlihat seperti seorang mahasiswa berusia awal dua puluhan.
Namanya Risa Dewi, dia hampir roboh oleh suara dentuman musik DJ itu begitu masuk.
Ini jelas bukan kebiasaannya, tidak pada tempatnya Dia berada di lingkungan seperti ini. Pertama kali berada di sini, butuh beberapa menit bagi Risa Dewi untuk menyesuaikan diri dengan tempat ini.
Sebelum kemari, Dia sudah menggunakan alat tes ovulasi untuk memastikan Dia akan berovulasi dalam 24 jam 48 menit ke depan, yaitu sekarang!
Ya, tujuan dia datang ke tempat seperti ini hari ini adalah untuk punya bayi.
Dia tahu "lelaki tua" itu tidak bisa membuatnya hamil, Lelaki itu bahkan telah meninggalkannya sendirian di rumah selama setahun penuh, jadi Dia harus mencari orang lain untuk bisa hamil.
Meski harus memiliki anak dengan jalan seperti ini, setiap orangtua pasti ingin anaknya terlihat menarik, sehingga ia harus mencari bibit unggul dari seorang target yang tepat.
Risa Dewi atau yang akrab dipanggil Caca, menggigit bibir bawahnya, sepasang mata indahnya mengamati setiap pria di sekitarnya dan keelokan seorang pria yang duduk di depan bar terpantul di matanya.
Karena pria itu duduk menyamping, Caca hanya bisa melihat satu sisi wajahnya.
Hanya satu sisi wajah saja sudah membuat jantung Caca berdebar-debar.
Bagai fitur tiga dimensi yang sangat halus, dengan hidung mancung dan bibir tipis, lalu bulu mata panjang yang meninggalkan bayangan samar di bawah mata.
Sepertinya itu bibit unggul yang ia cari!
Satu anting biru safir di telinga kiri terpancar dengan kilau menawan dalam cahaya, langsung merayu jiwanya.
Caca menarik napas dalam-dalam, hanya untuk merasakan hatinya yang akan mencuat dari mulutnya. Dia gugup, ini pertama kalinya Dia melakukan hal seperti ini.
Caca menepuk bahu pria itu seperti cara para senior di sekolah memukul adik tingkatnya, "Hai!"
Pria itu membalikkan wajahnya, melihat wajahnya dari samping saja sudah cukup untuk membuat Caca terpikat dari awal, apa lagi menatap seluruh wajahnya, Dia sangat tampan!
Sepasang mata coklat, yang menggoda.
Caca benar-benar asyik mengagumi pria tampan itu dan tertegun sejenak:
“Kenapa lama sekali?” pria itu tampak sedikit marah, langsung bangkit, meraih pergelangan tangan Caca dan membawanya berjalan keluar.
Caca masih tidak tahu apa yang terjadi, yang Caca tahu hanyalah bahwa pria itu begitu kuat mencengkram pergelangan tangannya seolah tulangnya akan hancur dalam genggamannya.
Pria itu langsung pergi ke hotel sebelah, yang tampaknya telah dipersiapkan sebelumnya, pergi ke kamar presidensial di lantai tiga, mengambil kartu kamarnya dari dompet dan membuka pintu, seluruh proses selesai dalam sekali jalan.
Begitu masuk, pria itu menanggalkan kaos putihnya untuk memperlihatkan dadanya yang berwarna madu.
Caca menarik napas, tubuh pria ini terlalu bagus!
Dada yang lebar, setiap ototnya berada di tempat yang tepat, tidak ada sedikitpun lemak di tubuhnya, setiap garisnya begitu sempurna, terutama bagian perutnya yang kekar berbantal.
Bukan hanya wajah pria ini yang merasukinya seperti iblis, tetapi tubuhnya juga iblis!
Rasanya Caca seperti akan mimisan dibuatnya.
Pria itu sudah melepas kaosnya dan kini mulai melepas ikat pinggangnya.
Caca menatap area di bawah pinggangnya lalu sadar bahwa dia akan melihat bagian paling sensualnya, dia segera melangkah ke depan, meraih tangan pria yang sedang melepaskan ikat pinggangnya itu, "Tunggu sebentar!"
Sementara itu, mata coklat pria itu menunduk, "Ada apa?"
"Apa ini tidak terlalu cepat?" Caca menegur dengan pipinya yang memerah.
"Terlalu cepat?" Pria itu memeta wajah Caca, wajah kecil yang bening dan cantik mengembang dengan cahaya merah pada pipinya, semakin Pria itu menatapnya, semakin Caca menjadi malu, segera mengalihkan pandangannya ke samping.
“Oh, aku lupa, seharusnya kita berkenalan lebih dulu.” Pria itu menjauhkan tangannya dari pelepas ikat pinggangnya dan berjalan ke tempat tidur, “Katakan saja apa yang ingin kamu katakan!"
/0/17732/coverorgin.jpg?v=09985bc93378c9ce84235e6cffd604e0&imageMogr2/format/webp)
/0/13057/coverorgin.jpg?v=8798b677d1ec431ced455192172bd10d&imageMogr2/format/webp)
/0/6360/coverorgin.jpg?v=15359252c95c270c7a9067063be40fb0&imageMogr2/format/webp)
/0/10452/coverorgin.jpg?v=46722536165d01607f1d986a7f69f1bb&imageMogr2/format/webp)
/0/19837/coverorgin.jpg?v=9e10676614b2ea940076979681313f22&imageMogr2/format/webp)
/0/5140/coverorgin.jpg?v=0b53d6a5308756f7f427f5663e5d32ca&imageMogr2/format/webp)
/0/6224/coverorgin.jpg?v=df5b529a56bdf204d382eb960d492acc&imageMogr2/format/webp)
/0/14420/coverorgin.jpg?v=96ad3124502590fff46e33447aeb812f&imageMogr2/format/webp)
/0/3445/coverorgin.jpg?v=65301042cde472e4db046a33b8ddc99d&imageMogr2/format/webp)
/0/4758/coverorgin.jpg?v=32255e702a0e7c7d4d4f30431dbc62f7&imageMogr2/format/webp)
/0/2730/coverorgin.jpg?v=1e4a864a7bd0932a298738a067ff4eeb&imageMogr2/format/webp)
/0/13688/coverorgin.jpg?v=b2f3d3a2f9369a59b0487236b8aae475&imageMogr2/format/webp)
/0/2919/coverorgin.jpg?v=1b2c368a70ca2a2afe6f79c2b77b5a14&imageMogr2/format/webp)
/0/4598/coverorgin.jpg?v=621e4494b871513a7c679f6ee53abe05&imageMogr2/format/webp)
/0/27199/coverorgin.jpg?v=22532312abb581bb0af87ccc4a8b6038&imageMogr2/format/webp)
/0/21491/coverorgin.jpg?v=43865e9252425931504405922cc19d5b&imageMogr2/format/webp)
/0/15130/coverorgin.jpg?v=6f27c96237589e6e10e55c4fdaf0eedc&imageMogr2/format/webp)
/0/21005/coverorgin.jpg?v=dd9a6edac627b9b51d6507c9a439b38d&imageMogr2/format/webp)
/0/4250/coverorgin.jpg?v=bd80b68db39619ff5af5930c4ad98bd9&imageMogr2/format/webp)