/0/23599/coverorgin.jpg?v=ed918f85207337f1a3fe2e5fd61a4091&imageMogr2/format/webp)
Pagi yang cerah, udara yang baik untuk berolahrga pagi di tempat terbuka. Seorang perempuan dengan siluet tubuh yang indah terlihat sedang joging di taman. Wajah perpaduan oriental dan western yang sempurna membuat siapa saja yang memandangnya tidak akan pernah bosan. Dia sudah beberapa kali mengitari taman seperti biasa. Sekarang sudah saatnya pulang ke rumah untuk bersiap ke kantor tetapi tiba-tiba seorang pria datang menghampirinya.
"Alina.." Sapa pria itu dengan senyuman manis.
"Hi!" Sapa Alina balik.
Laki-laki itu kemudian mengeluarkan bunga yang daritadi sudah dia sembunyikan di balik tubuhnya. Alina terkejut tapi kemudian dia tersenyum lebar karena mawar ungu itu.
"Selama ini, gue punya perasaan sama lo. Lo mau, ya? Jadi cewek gue."
Perkataan laki-laki itu membuat Alina tidak menginginkan bunga lagi. Dia menggelengkan kepalanya seperti orang ketakutan.
"I love you, Alina.." Laki-laki itu mencoba menyakinkannya lagi.
"Gu.. Gue gak bisa!"
Penolakan Alina membuat laki-laki itu mamandanginya dengan heran. Alina pun terdiam sejenak untuk memikirkan alasan.
'Gu.. Gue, mau laki-laki yang langsung ajakin gue untuk menikah bukan pacaran kayak lo!"
Jawaban Alina membuat laki-laki berwajah hispanic itu menyeringai.
"Seharusnya lo bersyukur kalau ada cowok yang masih mau dekatin lo dengan cara begini!" Ujar laki-laki itu sembari membanting bunga yang dia bawa di depan kaki Alina.
Alina tersentak. Dia bergerak mundur perlahan tetapi laki-laki itu maju selangkah demi selangkah untuk terus menempelnya.
"Lo pikir gue gak tau sepak terjang lo dulu? Lo itu hanya barang bekas, Alina! Jadi jangan belagu."
Alina yang tidak terima akhirnya mendaratkan telapak tangannya di wajah laki-laki itu. Laki-laki itu kembali menyeringai sambil memegang pipinya dan menatap Alina tajam.
"Lo dari SMA sudah dimainin sama pacar lo yang anak kuliahan itu, kan?"
"Gak! Gue gak pernah sembarangan! Gue bukan perempuan nakal!"
"Halah! Bullsh*t! Lo pikir gue gak tau? Lo setiap pulang sekolah dulu selalu dibawa sama dia ke apartemennya. Sampai lo kuliah pun masih jadi mainannya, kan? Gue hafal lo! Kita dari sekolahan sampai kuliah bareng."
Alina membisu. Dunianya serasa akan runtuh hari itu juga.
"Banyak mata yang sudah melihat kenakalan lo! Jadi lo.."
Alina yang tak tahan mendengar itu semua lantas berlari meninggalkan laki-laki itu sambil menangis.
*Rumah bertingkat mewah dengan arsitektur klasik eropa di tengah kota*
"Alina, kamu kenapa?"
"Gak apa-apa kok, ma. Gak apa-apa." Jawabnya sembari menyembunyikan muka.
"Olahraga pagi bukannya segar malah layu." Ujar Nyonya Lebedev sembari berjalan menuju dapur.
"Nona Alina moodnya lagi jelek. Jadi kalian tolong buatin salad sayuran untuk sarapannya. Kalian tau anak saya itu kan? Nanti tambah pusing dia kalau lihat roti."
"Hihi.. Baik, Nyonya!"
Pelayan itu pun segera melaksanakan tugasnya.
"Apa saya harus sarapan sendiri?"
Suara seorang pria terdengar dari ruang makan.
"Iya! Iya! Bentar."
"Gak, anak. Gak papanya, sama saja! Manja!"
"Kamu istri saya."
Tuan Lebedev mengecup pipi istrinya itu dengan mesra.
"Papa!! Mama!!"
Seorang gadis muda keluar dari kamarnya dengan pakaian sekolah yang rapi. Dia memeluk kemudian mencium kedua orang tuanya itu.
"Ayo cepat sarapan, Irina! Kamu udah telat."
"Aku ke sekolah dengan papa."
"Yup!" Jawab Tuan Lebedev kemudian menyantap sarapannya.
"Syukurlah kalau begitu. Mama juga sebenarnya kurang setuju kamu naik bus terus."
"Gak apa-apa, ma. Aku gak suka kelihatan menyolok. Aku gak enak hati sama teman-teman lain. Soalnya di sekolah guru suka banget sanjung-sanjung papa dan kak Ian."
"That's my daughter! Tetap rendah hati!" Pekik Tuan Lebedev kemudian mengacak-acak rambut Irina.
"Oh ya udah berdoa belum?" Tanya Nyonya Lebedev.
"Udah donk, ma."
Tidak ada yang salah dengan keluarga sultan yang satu ini. Mereka keluarga yang takut akan Tuhan dan juga diberkati secara financial tetapi Alina, memang agaknya lain sendiri. Perempuan ini masih saja dihantui kejadian di taman itu.
"Lho? Jam segini udah ke kantor? Bukannya kantor kamu masuk jam setengah sembilan?"
"Iya, ma.." Jawab Alina seraya berlalu.
"Alina? Makan dulu!!" Teriak Nyonya Lebedev.
"Alina, jangan pergi dengan perut kosong!"
Tuan Lebedev pun ikut mengingatkan tapi Alina tetap tidak memberi respon.
Orang tua serta adiknya hanya saling melihat satu sama lain dengan tanda tanya di benak mereka.
Di kantor, Alina kerja bagaikan kuda yang terlepas dari kandang. Padahal tidak ada tekanan dari perusahaan tempat dia bekerja untuk merambang pekerjaan ke sana kemari. Bahkan hari ini, ketika semua karyawan dan karyawati perusahan sudah pulang pun, Alina masih tetap di ruangannya untuk bekerja.
/0/13073/coverorgin.jpg?v=9738aeefae8728de2c3a472f07b77504&imageMogr2/format/webp)
/0/15747/coverorgin.jpg?v=b6b9887edb1e39c8c97b06cd7125b84a&imageMogr2/format/webp)
/0/5387/coverorgin.jpg?v=4b1291c542576f076b8cb9d8ddab4096&imageMogr2/format/webp)
/0/3432/coverorgin.jpg?v=fee85a94d1d533e18312db22f31348b5&imageMogr2/format/webp)
/0/3465/coverorgin.jpg?v=9767702e9981d977baf1854fdb1d1a2b&imageMogr2/format/webp)
/0/17169/coverorgin.jpg?v=45534e54ad36109b6f207435dbe4052f&imageMogr2/format/webp)
/0/13816/coverorgin.jpg?v=dcd375df5c7eb6ce2b672d32a556e176&imageMogr2/format/webp)
/0/22801/coverorgin.jpg?v=0788e7ea128c3b22850764d608671c30&imageMogr2/format/webp)
/0/3411/coverorgin.jpg?v=fd765f710e707383010bae55f6cac4c7&imageMogr2/format/webp)
/0/20214/coverorgin.jpg?v=c3d6b8f81b1feb5ca646d1b15f7eee6f&imageMogr2/format/webp)
/0/16504/coverorgin.jpg?v=bd9d37af502bb0d52f00671a544d6e16&imageMogr2/format/webp)