Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
PEREMPUAN PALING SULIT DITAKLUKKAN  (Seni Untuk Merawat Luka)

PEREMPUAN PALING SULIT DITAKLUKKAN (Seni Untuk Merawat Luka)

denmasamirul

5.0
Komentar
2K
Penayangan
20
Bab

...[Saat kita bersama nanti, aku tidak hanya bersama cantiknya parasmu, indahnya rambutmu serta sempurnanya visualistik darimu. Tapi aku juga akan membersamai hal-hal yang tak ku gandrungi darimu, Tuhan adil bukan]... ini cerita tentang sepasang kekasih yang berharap hidup bahagia namun harus siap diterpa badai masa lalu yang datang. perjalanan cinta yang rumit penuh dengan kehawatiran tentu menyelimuti tiap tiap kisahnya yang menjadikannya Trust issue atau krisis kepercayaan kepada pasangannya. kisah tersebut layaknya cinta segitiga yang musti memilih bertahan dan menerima konsekuensi masa lalu yang rumit atau bertahan dengan harapan mampu menjadikannya lebih baik. Tentu kesemuanya punya konsekuensi masing masing, tapi baginya cinta adalah perjalanan untuk terus maju kedepan.

Bab 1 MAHLUK TUHAN PALING RUMIT

Pukul empat sore di caffe biasanya, aku sengaja menunda seduhan kopi pahit dan laparku, untuk menunggu seseorang.

Tiga puluh menit berlalu sia-sia. Perutku yang keroncongan dan bibir yang tak tahan dengan godaan kopi dalam gelas itu, akhirnya memaksaku untuk meminum dan memakan sandwich itu. Seusai itu, kembali kupikir dalam dalam. Pengecut ya aku hanya untuk menunaikan sebagian dari pada ibadah cinta yang berupa 'Menunggu' saja ku tak mampu, apalagi menerima keriput wajahmu dihari tua, bisingnya mulutmu ketika permintaan sengaja tak segera ku turuti. Aku ini apa, hanya laki-laki usang yang mendambakan cinta tapi tak lolos ujian sederhana menunggu darinya kataku 'Payah'. Waktu sudah menunjukan hampir pukul lima sore yang artinya waktu ashar akan segera usai dan menyambut adzan maghrib kotaku, ku lihat petani di pinggiran caffe sesegera mungkin kembali untuk berbahagia melepas letih karena bertemu keluarga serta paling penting ialah melihat senyum istri yang ia cinta. Selain petani aku juga sengaja mengamati disamping kiri kanan ku. Ada belasan muda mudi yang asyik menunaikan ibadah cintanya dengan bersenggama tangan ada yang bergandengan terlihat raut wajah mereka yang membahagiakan 'kataku' "tak seperti meja nomer 13 (meja ku) yang usang karena orang yang ku nanti tak kunjung datang". Dalam benak ku " sejatinya aku ingin makan bersamamu tapi maaf pesan yang kau balaskan di whatsapp itu terlampai cuek yang membuatku kehilangan kepercayaan untuk mengajak mu makan. Tapi tenang pesanannya sudah diatas meja kita, dan maaf pesananku sudah kuhabiskan dulu. Karena ketidakmampuanku menunggu dari berisiknya cacing-cacing diperutku, sekali lagi maaf".

Sore itu juga aku beranikan diri untuk menelfon mu.

"kamu , dimana ?" tanyaku melalui telpon genggam.

"sebentar...," Jawabnya, dengan suara lirih ditahan.

Lalu telpon ditutup tiba-tiba.

Kataku " kamu kenapa" dengan terheran.

Asa bergelimang diotakku menyelimuti kekhawatiran dengan ditemani sepotong sandwich yang kumakan sore itu. Sembari kuambil novel dari dalam tasku. Novel bersampul merah berjudul laki-laki yang keluar didepan rumah. Harapanku dengan membaca akan menyibukan pikiran. Aku jadi teringat dua minggu lalu tepat waktu ulang tahunku, ada seorang sahabat karibku -Mahmud- merekomendasikan novel ini. Terlepas dari tulisan yang renyah ada pesan yang tersirat sama dengan apa yang kurasakan sore ini, meskipun sejatinya aku tak sama sekali kenal dengan penulisnya.

Ihwal, aku yang dikenal laki-laki usang tak mengenal apa itu cinta dipaksa tertunduk lutut dengan kehadiranmu, buktinya sederhana "aku masih menunggu". Bagiku isi dari pada novel itu tidak lebih dari sebatas kisah yang ditulis dengan ciamik menjadi konsumsi. Tanpa harus lebih mengenal jauh siapa penulisnya karena, bisa jadi kisahnya hipokrit indahnya tulisan tak menjamin lenturnya sikap yang sama sepertimu" cantik nan indah namun tak henti membuat ku khawatir, ini begitu melelahkan kau tau".

Kegiatan membaca ini sejatinya, mulai kusukai beberapa tahun lalau, saat seorang perempuan sederhana yang kutu buku di kampus mengenalkan diri kepadaku. Kejadian itu terjadi tepat diwaktu pertama aku masuk kuliah yang menyisakan pesan begitu dalam sampai hari ini. Katanya, buku akan mengubah pandangan kita tentang fananya hidup yang hanya sebatas uji.

Pada akhirnya, aku betul-betul tenggelam larut dalam buku, hingga sedari ku lihat waktu dalam Arlojiku yang menunjukan pukul lima sore.

" sudah satu jam ternyata aku menunggu, sia sia bukan" kataku. Sembari kulihat detik jam yang berputar serta kudapati suara kiacauan burung disawah ,

kemudian, aku memutuskan memesan makanan lagi. Menunggu betul-betul membuat lapar, sementara dia sampai saat ini belum memberi kabar kepada ku untuk datang sejak telpon singkat tadi. Artinya, dia pasti akan datang lebih lama lagi. Seperti yang sudah-sudah, aku makin terbiasa dengan pola seperti ini. Menunggu tanpa tahu pasti kapan dia akan datang. Namun, satu hal yang harus aku tegaskan, dia pasti akan datang. Itulah alasan kenapa aku selalu bersedia menunggunya. Karena dia adalah mahluk tuhan yang meskipun rumit tapi tak pernah ingkar janji. Hanya saja, sering telat datang dari waktu yang dijanjikannya. Dan, untuk soal itu, aku punya pemakluman berkali lipat untuknya , sebagai kata maaf dan bukti kesungguhan cinta.

Tiga puluh menit kemudian , aku baru menyadari bahwa waktu telah menunjukan maghrib yang bersamaan dengan pesananku datang, akhirnya dia datang juga meskipun dengan terburu-buru.

Katanya " maaf, aku harus memperlakukanmu seperti tadi lagi. Menutup telpon dengan cara yang tidak menyenangkan lagi".

Kata ku" syukur penantian ku terobati dengan santunnya sikap meminta maaf, bagiku ini lebih dari pada cukup". Sembariku tersenyum lebar, yang sontak kulihat diwajahnya tergaris penyesalan.

Padahal sejatinya, hal seperti itu sudah sering kali terjadi. Dan, dengan ketulusan hatiku. Aku memaafkan dan memakluminya. Namun, dia tetap saja melakukan hal yang sama. Kemudian, aku hanya berdiri dan tersenyum, lalu medekatinya, mengusap lembut lesung pipinya.

"Duduklah, bisikku, " kamu pasti kesal dan lapar bangetkan". Dia duduk di kursi yang tepat dihadapanku. " sebentar ya, aku pesan makanan , yang ini makanlah aku terbiasa menunggu" kataku. Sembari berjalan dan memikirkan menu yang sama dengannya agar terlihat bak difilm-film romansa.

Seperti yang kukatakan diatas, aku sama sekali tidak marah dan merajuk saat dia telat, hebatnya seusai aku memesan makanan siap saji, tak sepotong makanan pun ia makan untuk menunda lapar.

" hebat bukan, dia rela menunda-nunda lapar. Meskipun sudah kupersilahkan makan dulu". Sambil menghela nafas, aku menghampirinya,

"sesederhana ini ternyata kau buatku hanyut, This is eternal of love". Kataku.

" bagaimana hari ini, pekerjaanmu ?"

"semuanya terkendali. Bos lagi banyak maunya, tapi biasalah masih bisa kuatasi".

"Jangan terlalu terforsir. Kalau kamu sudah tak sanggup dengan tekanan ditempat kerja, tak ada salahnya pula pindah pekerjaan ketempat lain", ucapku.

Aku tahu , bekerja seperti kamu dengan target cukup tinggi tiap harinya bukanlah hal yang mudah bukan ?. Beban kerja dan tekanan atasan sungguh tidaklah ringan. Itulah sebabnya aku berusaha tak pernah mengeluh kepadanya meski menunggu berjam-jam sebelum dia datang, alibiku.

"kamu memang yang paling mengerti aku."ucapnya.

"karena aku mencintaimu", tandasku.

"terimakasih".

"tidak perlu. Itu sudah menjadi hal lumrah dan beresiko saat aku memutuskan untuk menemanimu. Aku hanya sedang belajar menerimamu seutuhnya, termasuk jika kamu sedang sibuk sekalipun sama sekali tak punya waktu, dan semoga aku tak tertarik dengan wanita lain diluarsana".

"aku tak salah memilihmu". Dia tersenyum.

"makanya dimakan keburu dingin". Kataku.

"iya".

Syukur, kataku karena dia memakannya dengan lahap. Menikmati seporsi Rice bowl cepat saji yang sudah dipotong-potong kecil . Yang dibalut dengan saus merah.

"Bulan ini aku dapat rezeki lumayan dan cukup untuk kita"

"Wah, alhamdulillah, itu artinya tuhan sedang menjawab doa-doaku", jawabku dengan senyum".

Sembari, aku menatap indah bolamatanya sebelum ia melanjutkan makan.

Dia tak berubah, meskipun sedang makan begitu lahap. Namun, tetap terus bercerita. Tentang aktivitas harian yang begitu melelahkan . Sebetulnya aku sadar pola ini tersusun karena kondisi psikologisnya begitu banyak tekanan. Sehingga dia terbiasa terburu-buru dalam semua hal. Termasuk saat makan pun tidak melewatkannya membicarakan aktivitas yang dia lalui seharian tadi.

" iya, aku berhasil bernegosiasi dengan bupati kota malang. Kemungkinan dia akan mengambil mobil dariku untuk keperluan sekretaris daerahnya, dan jumlahnya tak sedikit. Lumayan bonusnya, Cuma aku memang harus meneguhkan kesabaran. Biasanya , dia harus memuluskan urusanya dulu dengan prosedur kantor, olah-olahlah pejabat kok", ucapnya.

Bukannya aku tidak peduli pendapatannya dari mana. Hanya saja, untuk urusan ini aku tidak ingin ribut dengan membantahnya. Dia sudah terlalu lelah bekerja.

"Enak, ya. Jadi pejabat, mau pakai mobil mewah, bisa pakai uang negara , uang rakyat maksudnya".

"Tidak semua, sih menurutku. Tapi memang ada. Mereka hanya memikirkan gemerlapnya dunia dan isi perut, lebih tepatnya rumah mewah".

Aku terdiam mendengar ceritanya, kata ku "harus aku jawab apa". Karena satu sisi, dia bekerja dan mendapatkan uang itu dari julannya kepada pejabat. Di sisi lain, aku sadar itu tidak sepenuhnya jual beli yang "bersih".

"Tidak usah difikir berlebihan. Nanti, setelah kita menikah, aku akan meninggalkan semua ini. Aku hanya butuh banyak uang saat ini". Ucapnya, seolah bisa membaca kekhawatiranku.

Dalam hatiku

" selain cantik, kau terampil dalam membaca pikiran orang, sudah seperti penyihir".

Dia sudah selesai makan. Sementara pesananku baru saja datang diantarkan oleh pelayan caffe, tak menunggu lama aku langsung melahap pesananku.

"Kamu sudah doa?, tanyanya.

"Belum"

"Awas satu piring dengan setan.

Sontak bibirkan langsung berdoa dengan pelan, sembari menerka dalam hati perhatian sekali kau hari ini, jadi ingin lebih lama bersamamu.

"Aku pergi kesurau dulu boleh?" Tanyanya padaku.

"Boleh silahkan"

Dia adalah gadis spesial bagiku, karena selain pekerja keras ia juga selalu ingat dengan tuhannya. Dalam hatiku.

"Betapa indahnya menua bersamamu, nanti tak akan terbayang kalau kita punya sepasang anak. Kau pasti yang akan mengajarinya untuk taat pada agamamu, tentang hal hal yang tidak terlihat layaknya tuhan saja kau percaya apalagi dengan aku yang betul betul mencintaimu".

Setelah dua puluh menit berselang ia kembali kemeja tepat saat aku selesai makan. Sembari membereskan piring dimeja, aku sengaja tak menyulutkan rokok. Karena beberapa bulan lalu aku berjanji padanya untuk berhenti merokok.

" Akhirnya aku sadar, merokok tidak lebih dari hanya sekedar kebiasaan yang merugikan diriku sendiri", ucapku waktu itu saat baru saja memeriksa kesehatan di rumah sakit karena gangguan pernapasan.

Sebetulnya dia sama sekali tak mempermasahkanku merokok hanya saja aku berpikir semenjak aku mengalami gangguan pernafasan ia yang selalu merawatku, satu sisi aku senang karena empatinya namun ini hanya akan menambahi pekerjaannya yang super sibuk.

" Aku bersyukur kamu berhenti merokok, semoga bukan hanya karena bertemu denganku". Tandasnya.

"Bagaimana kabar Reni ?" tanyanya padaku.

Aku sengaja hanya diam. Tidak menjawab sepatah katapun. Reni adalah kekasihku. Perempuan yang lebih dulu bersamaku dan mendapati dasyatnya cintaku. Entah hubungan kami rumit atau hanya sebatas pertemuan biasa, tapi setauku aku dan Reni telah berpacaran selama lima tahun lalu. Tapi, cinta memang terkadang serumit ini. Kerapkali orang dimasalalu selalu menjadi topik bahasan yang bagiku hanya akan menyulutkan api kemarahan karena berfikir berlebihan (over thinking).

Pertanyaannya memang singkat namun bagiku dia masih selalu akan percaya bahwa masalalulah pemenangnya. Apalagi sampai hari ini aku masih sering menghubunginya walaupun secara diam diam. Seringkali, aku sampaikan padanya hidup adalah perjalanan kedepan bukan kebelakang namun ini mungkin sulit diterima. "

"Rumitkan, dengan cara apalagi aku meyakinkanmu atas masalalu yang sudah berlalu". Tegasku.

"kamu sabar ya walaupun kamu tidak lebih dahulu dari pada Reni, tapi aku yakin kamu adalah bidadari tuhan yang dikirimkan untuk masadapan ku, aku bersyukur bersamamu". Kataku.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Pemuas Nafsu Keponakan

Pemuas Nafsu Keponakan

Romantis

5.0

Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku