Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Sembari merajut, Suri bolak-balik memindai jam dinding di ruang tamu. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Namun Prasetyo, suaminya, belum juga pulang ke rumah. Suri gelisah. Biasanya paling lambat pukul tujuh malam Pras sudah sampai di rumah. Jikalau pun Pras meeting atau sekedar mengobrol dengan client, biasanya Pras akan mengabarinya. Memintanya untuk tidak menunggunya makan malam karena ia akan makan di luar. Tidak biasa-biasanya Pras seperti ini.
Suri meletakkan peralatan rajutnya. Ragu-ragu ia meraih ponsel di atas meja. Ia ingin menelepon Pras. Sebenarnya ia bukanlah type istri yang cerewet. Bukan pula type istri yang selalu ingin merazia suami sendiri. Hanya saja ia khawatir karena tidak ada kabar dari Pras, dari sore hingga malam seperti ini. Suri menimang-nimang ponselnya. Ragu-ragu antara ingin menghubungi Pras atau tidak.
"Aku tidak suka di telepon-telepon saat aku sedang mencari nafkah di luar rumah. Aku bukan anak kecil yang harus kamu beritahu kapan pulang dan beristirahat. Aku bisa mengatur diriku sendiri."
Saat Suri teringat akan pesan yang pernah diutarakan Pras, ia meragu. Ia takut kalau Pras memarahinya. Akhir-akhir ini Pras memang mudah sekali naik darah. Sedikit saja kesalahan yang tidak sengaja ia lakukan, akan berujung pada makian.
Ya, Pras yang sekarang sangat berbeda dengan Pras yang ia kenal sepuluh tahun yang lalu. Sepuluh tahun lalu Pras adalah sosok pemuda yang santun namun memiliki semangat juang yang besar. Mereka berdua berasal dari kampung yang sama, dan bersama-sama mengadu nasib ke ibukota. Bahkan melamar pekerjaan di tempat yang sama pula.
Bedanya adalah dirinya hanya tamatan SMP, sedangkan Pras seorang sarjana muda. Singkat cerita mereka pun akhirnya berpacaran karena seringnya bertemu. Bayangkan, kost-an mereka hanya berjarak beberapa meter dan satu perusahaan pula. Mereka berdua melamar pekerjaan di PT Adi Busana Eka Cipta. Sebuah pabrik garmen besar di ibukota. Yang berbeda hanya jabatan mereka saja. Dirinya adalah buruh jahit di perusahaan garmen tersebut, sementara Pras staff bagian pemasaran. Wajar posisi mereka berbeda. Karena keterampilan yang mereka miliki berbeda pula.
Setelah dua tahun berpacaran, mereka pun menikah. Dari pernikahan itu lahirlah seorang putra tampan nan cerdas. Prawira Prasojo namanya. Wira, demikian putra mereka biasa disapa adalah segalanya bagi mereka berdua.
Setelah memiliki Wira, Pras memintanya berhenti bekerja. Gaji sebagai buruh jahit tidak seberapa katanya. Lebih baik ia mengasuh putra mereka di rumah.
Suri kala itu menyetujui usul Pras. Toh perekonomian mereka sudah mulai membaik. Begitulah, Suri berhenti bekerja, dan mengurus rumah tangga seutuhnya setelah putranya lahir.
Tahun demi tahun berlalu. Karir Pras terus merangkak naik dan naik. Hingga akhirnya Pras dipercaya sebagai pimpinan tertinggi di perusahaan. Pras telah menduduki jabatan sebagai direktur utama PT Adi Busana Eka Cipta. Kedudukan tertinggi di bawah pemilik perusahaan. Pras sekarang bukanlah Pras yang hanya seorang staff bagian pemasaran lagi.
Ketika waktu menunjukkan pukul dua belas tepat, Suri tidak tahan lagi. Ia meraih ponsel dari atas meja dan menekan kontak Pras. Panggilannya tersambung, namun tidak diangkat oleh sang empunya ponsel. Hingga nada panggil habis, ponsel juga tidak kunjung diangkat. Suri mengulangi panggilan. Perasaannya tidak tenang sebelum mendengar suara suaminya. Suri adalah type orang yang tidak suka mengetik melalui aplikasi percakapan. Apa enaknya berinteraksi dengan ketikan bukan?
"Hallo!"
Suri kaget saat mendengar suara bentakan Pras. Ia menjauhkan ponsel sejenak. Berusaha menenangkan hatinya dulu baru berbicara. Terkadang nada suara dan bahasa yang tidak enak bisa memicu pertengkaran bukan?
"Hallo, Mas. Mas ada di mana? Sekarang sudah jam dua belas malam."
"Aku tahu ini jam berapa, Ri. Kamu pikir aku buta sampai tidak bisa melihat jam?"
Suri mengelus dada.
Sabar, Ri. Suamimu sedang mencari nafkah.
"Kalau Mas tahu, mengapa Mas belum pulang? Setidaknya mengabariku, Mas itu ada di mana. Aku khawatir, Mas."
"Aku mencari uang di luar, Ri. Melobby client. Bukannya duduk ongkang-ongkang kaki sepertimu di rumah. Jadi jangan cerewet. Aku akan pulang kalau semua urusanku sudah selesai."
Klik.
Suri masih memegangi ponsel kala Pras menutup panggilannya begitu saja.