/0/3905/coverorgin.jpg?v=80685fced6d4403a026d3d4bb7660cff&imageMogr2/format/webp)
Gemuruh petir menggelegar di langit mendung. Rintik air hujan turun dengan derasnya dan membasahi ranting pepohonan di dalam hutan.
Di mulut gua, terlihat seorang gadis sedang berteduh sambil membersihkan rambut dan wajahnya dari percikan air hujan. Dia tampak gelisah karena khawatir hujan tidak akan reda. Melihat langit senja dengan mendung yang menyelimutinya, gadis itu memanjatkan doa. Berharap hujan akan segera reda.
Mulut gadis itu terlihat komat-kamit sambil memejamkan mata. Wajahnya tampak cantik saat terpejam. Doa-doa yang dipanjatkan setidaknya menjadi kekuatan baginya. Walau tak henti memanjatkan doa, nyatanya hujan masih mengguyur dengan deras seiring suara petir yang menggelegar bersahutan.
"Kenapa hujan bisa sederas ini? Padahal, tadi siang matahari bersinar sangat terik," batinnya seraya melihat sekitar tempat di mana dia berteduh.
Gadis itu lantas duduk di atas batu yang ada di mulut gua sembari melihat sekeliling. Perlahan, kabut menutupi pandangannya. Dia kini tampak panik hingga membuatnya ketakutan. Dia lalu menyembunyikan wajahnya di balik tekukan lutut dengan kedua tangan yang meremas bajunya. Dia begitu ketakutan hingga menitikkan air mata.
"Ibu, maafkan aku karena tidak mendengarmu. Andai saja tadi aku mendengarkanmu, pasti aku tidak akan terjebak di sini." Kembali suara tangisnya terdengar. Dia menyesal karena tidak mendengar anjuran ibunya.
"Zhi Ruo, sebaiknya kamu tidak usah naik ke gunung. Lagi pula, persediaan tanaman obat kita masih ada. Ibu hanya lelah. Jika kondisi Ibu sudah sehat, Ibu akan menemanimu mencari tanaman obat lagi."
"Tidak, Bu! Ibu sedang sakit dan ibu tidak bisa naik ke gunung. Saat ini permintaan obat sedang ramai-ramainya. Jika aku tidak mencari tanaman obat, bagaimana kita bisa memenuhi permintaan dari tabib-tabib itu?"
Zhi Ruo, gadis muda yang pekerja keras. Dia tinggal dengan ibunya di perbatasan desa. Mereka adalah pencari tanaman obat.
Tanaman obat yang mereka kumpulkan akan dijual pada tabib-tabib di desa atau dijual ke pasar. Karena pekerjaan yang mengharuskan keluar masuk gunung, mereka akhirnya memutuskan untuk tinggal di perbatasan desa agar lebih mudah menuju ke gunung.
Setelah berhasil meyakinkan ibunya, Zhi Ruo akhirnya pergi ke gunung untuk mencari tanaman obat.
Berbekal keranjang yang tergantung di punggungnya, Zhi Ruo masuk ke hutan di atas gunung dan mendapatkan tanaman obat yang sudah memenuhi keranjangnya. Namun, karena banyaknya tanaman obat yang tumbuh melimpah membuatnya lupa akan waktu hingga dia tersadar saat melihat langit yang mulai senja.
Dengan sedikit berlari, dia lalu meninggalkan hutan itu, tetapi hujan tiba-tiba turun hingga dirinya terjebak di depan mulut gua.
Zhi Ruo masih menelungkupkan wajahnya. Perlahan, dia mengangkat kepalanya dan melihat langit yang sudah menghitam. Seketika, dia bangkit dan melihat sekelilingnya.
Suara jangkrik terdengar diiringi suara hujan gerimis. Namun, sudah tidak mungkin baginya untuk kembali karena jalanan tampak gelap. Akhirnya, dia memutuskan untuk menginap di dalam goa itu.
Sementara di rumah, ibunya tampak begitu khawatir. Wanita paruh baya itu mondar-mandir di depan pintu karena mengkhawatirkan anak gadisnya yang belum juga pulang. "Putriku, kenapa kamu belum kembali? Kenapa kamu begitu keras kepala hingga tak peduli ucapan ibumu ini?"
Wanita itu menitikkan air mata saat mengingat putrinya yang kini berada di atas gunung sendirian. Rasanya, dia ingin menyusul putrinya itu, tetapi apalah dayanya. Kondisinya tidak memungkinkan untuk bisa naik ke gunung. Apalagi hari sudah malam.
Di dalam gua, Zhi Ruo hanya bisa menangis. Walau sering naik gunung dan menyusuri hutan sendirian tidak membuatnya takut. Namun, dia tidak bisa menyembunyikan ketakutannya saat hari mulai gelap. Rasanya seperti ada bayangan hitam yang selalu mengikutinya.
Di dalam gua, suasana tampak gelap tanpa ada penerangan. Zhi Ruo duduk menyandarkan punggungnya di dinding gua. Suara tangisnya menggema di dinding ruangan itu. Walau matanya terbuka, nyatanya dia tidak bisa melihat apa pun. Dia hanya bisa melihat cahaya petir yang sesekali menyambar dan samar-samar terlihat dari mulut goa.
Zhi Ruo masih menangis. Tangisnya begitu mengiba. Di luar, hujan mulai reda. Walau begitu, dia tidak bisa melakukan apa-apa selain duduk menangis.
Tiba-tiba, matanya menangkap seberkas cahaya yang menuju ke arahnya. Melihat sumber cahaya, Zhi Ruo lalu bangkit dan mendekati cahaya itu. Cahaya yang beterbangan hingga memenuhi ruangan di dalam gua.
Kelap-kelip cahaya itu membuatnya sedikit lebih tenang. Sekilas, dia tersenyum saat melihat keindahan cahaya yang beterbangan dan mendekat ke arahnya.
"Kenapa kalian bisa ada di sini? Apa kalian datang kesini untuk menemaniku?"
Zhi Ruo lalu mendekati cahaya yang beterbangan itu. Dia lantas mengambil salah satu cahaya dan meletakkan di atas telapak tangannya.
"Kunang-kunang yang sangat cantik. Terima kasih karena kalian mau menemaniku di sini."
Zhi Ruo tersenyum seraya mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan gua. Rupanya, ruangan di dalam gua cukup luas. Walau hari telah larut dan angin dingin bertiup dari mulut gua, tetapi sama sekali tidak membuatnya kedinginan.
Entah mengapa, udara di dalam ruangan gua terasa begitu hangat seakan-akan ada tumpukan api di dekatnya. Kunang-kunang bahkan terlihat begitu indah karena beterbangan mengelilingi ruangan gua. Zhi Ruo terpana dan menatap keindahan yang terlukis indah di depannya.
"Ibu, tidurlah. Aku di sini baik-baik saja. Aku tidak sendirian karena ada kunang-kunang cantik yang menemaniku di sini," ucapnya seraya tersenyum.
Zhi Ruo lantas berbaring di lantai gua beralaskan rumput yang entah sudah ada sejak kapan. Rumput-rumput itu begitu hangat dan nyaman hingga membuatnya terbuai dalam mimpi.
Wajah Zhi Ruo tampak cantik saat kunang-kunang terbang di sisi wajahnya seakan-akan wajahnya sengaja diperlihatkan melalui cahaya hewan bersayap itu.
"Temanilah dia hingga pagi. Jangan biarkan dia terbangun dan hangatkan dia dengan cahaya kalian."
Terdengar suara seseorang yang berbicara pada kunang-kunang. Perlahan, kunang-kunang mengerubungi tubuh Zhi Ruo seakan-akan mengikuti perintah suara itu.
Benar saja, Zhi Ruo tampak tersenyum dalam tidurnya. Wajahnya yang cantik terlihat memukau dengan cahaya kunang-kunang yang menyinari wajahnya. Rambutnya yang terurai panjang terlihat bak benang sutera yang akan dipintal. Rambutnya lurus, hitam, dan terurai lepas.
"Apakah ini yang namanya manusia? Bukankah, manusia hanya seonggok daging yang tak berguna?"
/0/15745/coverorgin.jpg?v=e5805ccc748f288fbf7aca6b82bb5829&imageMogr2/format/webp)
/0/4013/coverorgin.jpg?v=88214d6b45570198e54c4a8206c1938e&imageMogr2/format/webp)
/0/12671/coverorgin.jpg?v=375c18c57597d6368c6fa370195bcc84&imageMogr2/format/webp)
/0/14590/coverorgin.jpg?v=131093bd87fa4648183b99f88622ce8e&imageMogr2/format/webp)
/0/15747/coverorgin.jpg?v=b6b9887edb1e39c8c97b06cd7125b84a&imageMogr2/format/webp)
/0/27413/coverorgin.jpg?v=984788a5f4d8c1a2052ab89dc2e9ebd4&imageMogr2/format/webp)
/0/4281/coverorgin.jpg?v=573c4bb3004e5090eb933fcd51559117&imageMogr2/format/webp)
/0/13069/coverorgin.jpg?v=92545e4d9b349aafb1f003cbc8e9ea4a&imageMogr2/format/webp)
/0/14640/coverorgin.jpg?v=6101dcf016fee4a26f673f3fa14f408f&imageMogr2/format/webp)
/0/13299/coverorgin.jpg?v=8129e08c5be673a953fc32d0071ef17d&imageMogr2/format/webp)
/0/5309/coverorgin.jpg?v=20250121173918&imageMogr2/format/webp)
/0/8394/coverorgin.jpg?v=3fd5a44b463fb4bca776667b01420ff2&imageMogr2/format/webp)
/0/18718/coverorgin.jpg?v=52f239a206a6440236781214a811b7a9&imageMogr2/format/webp)
/0/25067/coverorgin.jpg?v=1b7f87a99d0625a0fdd3f3dbfad7a5a7&imageMogr2/format/webp)
/0/4298/coverorgin.jpg?v=20250121182455&imageMogr2/format/webp)
/0/27606/coverorgin.jpg?v=6ec4f207f52e481d680f04e3e9fb6f14&imageMogr2/format/webp)
/0/17721/coverorgin.jpg?v=076168d8dfc593376f8f43533a6aa717&imageMogr2/format/webp)
/0/2646/coverorgin.jpg?v=0750096518f58d429c0eaa5c15660d31&imageMogr2/format/webp)
/0/2581/coverorgin.jpg?v=bf135e0dac2a4579df7bca333fac9bb5&imageMogr2/format/webp)