Ibu adalah tangan kanan Tuhan yang ada di dunia. Ia selalu menjadi tameng bagi anaknya agar tak terluka baik fisik maupun hatinya. Hal tersebut tidak berbeda dengan Fina. Fina, seorang gadis remaja satu-satunya dalam keluarga selalu mendapatkan perhatian lebih. Kemudian setelah beranjak dewasa, ia harus memilih laki-laki untuk menjadi pasangan hidupnya. Berulang kali ia merasa kecewa dan ragu. Ibunya yang selalu mendapatkan sindiran lebih banyak, menceritakan semua yang harus dilalui, dan hal itu membuat Fina semakin yakin dengan apa yang akan dilakukannya.
Bukan lautan hanya kolam susu.
Kail dan jala cukup menghidupimu.
Tiada badai, tiada topan kau temui.
Ikan dan udang menghampiri dirimu.
Orang bilang, tanah kita, tanah surga.
Tongkat, kayu dan batu jadi tanaman
Koes plus, Kolam susu
Kini ku dengarkan berulang kali lagu itu lewat sebuah earphone. Aku mengenal lagu itu lewat sebuah radio. Sore itu, aku sedang menonton televisi di ruang tengah, ayah pulang dan langsung menyalakan radio. Aku berteriak padanya. Kesal. Lalu, ayah menghampiri dan menyuruh mendengarkan lagu yang di siarkan radio. Sejenak saja katanya. Dengan wajah kesal aku terpaksa mengikuti apa yang ayah pinta. Aku ikuti langkah kakinya. Sesampainya di depan rumah, radio itu memutarkan lagu kolam susu. Terasa asing sekali di telinga. Ayah menjelaskan arti filosofis dari lagu itu. Bibir muramku melengkung menjadi senyuman. Kata ayah lagu itu sering sekali di putar, tapi aku hanya mengingat film kartun. Wajar saja, waktu itu aku berusia sepuluh tahun. Usia dimana film – film kartun adalah film teristimewa. Semenjak ayah mengenalkanku pada kolam susu, lagu itu menjadi salah satu daftar lagu favorite.
Lagu itu mampu membuatku semakin bangga menjadi bagian dari nusantara, Indonesia. Bagiku itu adalah lagu nasionalisme asyik yang tidak lekang oleh waktu. Faktanya Indonesia memang masih seperti yang di katakan koes plus, makanan masih berlimpah. Meski rakyat belum sepenuhnya sejahtera. Itu hanya versiku, seorang anak remaja belasan tahun yang belum mengenal dunia secara nyata.
Lagu kolam susu yang di nyanyikan dengan suara lembut oleh Koesplus, grup musik yang sukses di tahun 60 dan 70 an, memang asyik. Terdengar sedikit berlebihan memang jika lagu itu di hubungkan dengan kenyataan. Bukankah secara logika kita hanya akan memetik apa yang kita tanam?. Jika kita menanam padi kita akan memanen padi. Jika kita menanam biji mangga kita akan memetik buah mangga. Lalu jika tongkat, kayu dan batu yang kita tanam apa yang kita petik suatu hari nanti? Berapa lama tongkat, kayu dan batu memberikan hasil panen, kita akan memanen tongkat, kayu dan batu kemudian memasak dan menggantikan nasi sebagai makanan pokok?. Ah, mana bisa perut lemak mencerna tongkat, kayu dan batu dengan baik. Apa pencipta lagu itu pernah tinggal di negeri dongeng yang ada di Indonesia. Dimana tempatnya? Jika memang ada?. Atau mungkin sang pencipta lagu sedang terlelap dalam tidur malamnya. Kurasa tidak. Lagu tersebut menggambarkan tentang kekaguman band koes plus terhadap tanah air Indonesia yang kaya akan sumber daya alam. Sang pencipta lagu adalah orang hebat yang mampu memahami keadaan geografis Indonesia. Dan aku merasa lirik itu adalah gambaran nyata dari keadaan tanah di wilayah Indonesia.
Sangat luar biasa sekali memang tanah Indonesia. Begitu banyak tambang emas, tambang minyak, tembaga, air, sungai, perkebunan, pertanian, kesuburan tanahnya. Hanya sedikit saja kita berkeringat, kita tidak perlu takut kelaparan. Karena dari Sabang sampai Merauke begitu banyak jenis tanaman yang bisa tumbuh dan berkembang dengan baik di negeriku tercinta, Indonesia. Itu sih bagi orang yang mau berusaha dan bekerja, bukan bagi orang yang hanya berpangku tangan dan melamun tanpa beban.
Keadaan alam seperti ini sudah diakui di dunia internasional, makanya pada masa lalu Indonesia menjadi daerah jajahan negara – negara lain. Lihat saja dari sisi sejarah, Indonesia pernah dijajah berbagai negara seperti Jepang, Inggris, Belanda, Perancis dan sebagainya. Kedatangan para penjajah ke Indonesia bukan sekedar basa – basi atau mau berlibur. Tetapi mereka menyadari potensi kekayaan alam di Indonesia dan bertujuan untuk mengambil kekayaan alam itu. Tak hanya itu, mereka juga menerapkan pemaksaan kerja yang tidak manusiawi. Bekerja mati – matian tanpa pembayaran. Tak terbayangkan kondisi seperti itu terjadi selama 3,5 abad di masa lalu saat masa penjajahan Belanda. Dan negara – negara lain yang lamanya pun mencapai beberapa tahun. Jika aku hidup di zaman itu, aku sudah menjadi butiran debu. Atau menjadi patung di dalam lemari karena takut mati terkena belati. Dan terpaksa harus berpura – pura mati saat kompeni lewati beberapa senti di depan gang menuju pintu rumah. Iya, langsung terjatuh. Tak sadarkan diri. Tak bergerak sama sekali. Dan menahan karbondioksida yang berteriak membawa kawanan.
Sedih memang jika teringat perjuangan para pahlawan. Perjuangan mereka sampai berdarah – darah mempertahankan tanah air seakan tak ada harganya. Saat pengakuan kekayaan alam Indonesia sudah dimiliki secara mutlak melalui proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, lagi – lagi negara ini kehilangan orang yang menyadari betapa mengagumkannya negeri ini. Banyak orang Indonesia lebih bangga dengan keadaan alam yang ada di luar negeri. Miris sekali melihat orang negeriku, aku teringat akan sebuah petuah yang mengatakan "Rumput tetangga terlihat lebih hijau dan segar". Kurasa itu benar. Dan aku? Tak dapat mengambil peran untuk sebuah perubahan. Hanya menyaksikan. Diam. Tanpa perlawanan.
Indonesia itu hebat. Buktinya saja tongkat kayu dan batu bisa jadi tanaman. Banyak sekali penafsiran yang dapat kita peroleh dari lirik tersebut. Salah satunya bahwa tongkat kayu di maksud dengan sejumlah tanaman yang bisa di daya gunakan dengan cara stek batang, seperti singkong, ubi jalar, dan lain sebagainya. Sedangkan batu adalah konotasi dari biji – bijian yang nampak seperti batu. Dalam hal ini seperti ubi, kentang, talas, wortel, dan umbi – umbian lainnya. Penafsiran lain menyatakan bahwa Indonesia adalah negeri yang sangat subur, segala macam tanaman yang di tanam di Indonesia dapat tumbuh dengan baik dan subur. Bahkan pohon kurma yang biasa tumbuh di negeri tandus nan gersang bisa tumbuh subur di Indonesia yang beriklim tropis. Rasanya terlalu jauh jika aku mengatakan tanaman – tanaman yang tumbuh di seluruh negeriku. Akan ada puluhan ribu spesies tumbuhan jika aku ceritakan. Belum lagi klasifikasi dari masing – masing spesiesnya. Akan ada ribuan lembar yang aku butuhkan untuk mengungkapkan. Karena menurut Kominfo, kekayaan alam tumbuhan di Indonesia meliputi 30.000 jenis tumbuhan dari total 40.000 jenis tumbuhan di dunia. Dengan 40% tumbuhan endemik Indonesia itu pun hanya 20% yang teridentifikasi. Cukup dibayangkan saja bagaimana penatnya jika ku jelaskan semuanya. Kau tak akan bisa makan dan tidur selama beberapa windu.
Makanya, Tak perlu jauh berkeliling nusantara untuk membuktikannya. Mungkin bisa aku tunjukkan sebagian kecil makna dari lirik lagu itu. Aku buktikan kesuburan tanah negeriku di desa tempat aku tinggal, Banyumudal kecamatan Moga kabupaten Pemalang, Jawa tengah, Indonesia.
Bab 1 Tanah Surga
28/01/2022
Bab 2 Persiapan Ujian Nasional
28/01/2022
Bab 3 Ujian Nasional
28/01/2022
Bab 4 Lamaran
28/01/2022
Bab 5 Ganjil
28/01/2022
Bab 6 Nenek
28/01/2022
Bab 7 Isak Tangis
28/01/2022
Bab 8 Ujian Nasional
28/01/2022
Bab 9 Isak Tangis
28/01/2022
Bab 10 Nasihat Pahit
28/01/2022
Bab 11 Lamaran
28/01/2022
Bab 12 Kehilangan
13/02/2022
Bab 13 Ofri
13/02/2022
Bab 14 Berkeliling
13/02/2022
Buku lain oleh Bana
Selebihnya