Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Cinta Dan Sandiwara

Cinta Dan Sandiwara

Iris Pandora

5.0
Komentar
129
Penayangan
10
Bab

Starla masih tidak mengerti dengan semua yang Alvaro katakan. Mengenai kontrak kerja sama, 'Kontrak kerja sama apa?' pekiknya di dalam hati. "Tidak, aku tidak mau!" "Kamu harus mau, saya tidak suka penolakan." "Dengan alasan apa aku harus menuruti permintaanmu itu? Bahkan setelah menabrakku tadi, kata maaf pun tidak terucap di bibirmu!" Starla mendengus kesal, bisa-bisanya pria itu tidak merasa bersalah sama sekali. "Lukamu tidak terlalu parah, saya juga sudah membawamu ke rumah sakit. Kalau kamu mau bekerja sama denganku, apa yang kamu inginkan, akan saya turuti! Intinya kerja sama ini akan menguntungkan kedua belah pihak," jawab Alvaro. Berharap Starla bersedia mengikuti rencana yang telah ia susun bersama asisten pribadinya. "Apa pun itu? Kamu akan menyanggupinya?" Starla langsung merasa tertarik ketika mendengar tawaran dari Alvaro. Dia langsung mengingat apa yang diinginkannya saat ini. Selain hidup dengan layak, dia juga ingin balas dendam pada keluarga dan mantan kekasihnya. "Tentu, apa pun yang kamu inginkan, saya akan mewujudkannya." Starla semakin merasa tertarik. "Apa yang harus saya lakukan dan kerja sama apa yang kamu inginkan?" tanya Starla. "Menikahlah denganku!" "Hah! Apa? Kamu gila?"

Bab 1 Jangan Lakukan Ini Lagi, Star!

Jarum suntik tertancap menembus kulit seseorang yang sedang terbaring lemah tidak berdaya di dalam ruang IGD. Pasalnya gadis itu sejak kemarin bersifat sangat agresif, dia menolak untuk dirawat, didekati, apalagi diajak berbicara.

Luka goresan yang terukir tidak beraturan, masih bisa dilihat di kulit tangannya yang masih mulus itu. Entah sudah berapa banyak cutter yang tergesek ke atas permukaan kulitnya, yang jelas ini bukan pertama kalinya gadis itu dirawat di rumah sakit yang sama.

"Bagaimana keadaan pasien itu?" tanya salah seorang perawat pada para perawat lain.

Namun dia hanya mendapat jawaban gelengan kepala saja dari rekan kerjanya itu.

Seorang suster muda cantik dan berperawakan menarik, mencoba mendekat ke arah gadis tersebut. Ia berusaha memastikan kalau pasiennya kali ini memang benar-benar sudah tenang. Dirasa tidak ada penolakan darinya, suster tersebut langsung memasangkan selang dari hidung, hingga menembus ke dalam lambung. Pencucian lambung akan segera dilakukan. Sebelumnya, ada banyak jenis minuman yang telah diminumnya demi melepas nyawa dari dalam raganya.

Sedangkan gadis itu sendiri masih menatap kosong ke depan, menoleh ke kanan dan ke kiri, seakan sedang mengharapkan kedatangan seseorang.

Dadanya terasa begitu pengap, tidak terasa air mata menetes perlahan, membasahi pipi serta bantal berwarna putih yang saat ini sedang menjadi tumpuan kepalanya.

"Kamu nggak boleh begini lagi ya, Cantik, kalau ada masalah, jangan sampai dipendam sendiri. Kalau kamu tidak memiliki tempat buat cerita, kamu bisa datang ke rumah sakit, kami di sini akan menjadi pendengar setia untuk kamu."

Kalimat menenangkan terdengar di kedua telinga Starla. Kalimat tersebut datang dari seorang suster cantik yang sedang tersenyum kepadanya.

Namun tiba-tiba saja-

"Starla!" panggil seseorang yang baru saja masuk, saat ini dia tengah berdiri di depan pintu.

Sambil berjalan dan terus menatap kondisi Starla yang sepenuhnya belum membaik, pria tersebut sampai tidak mengedipkan kedua matanya sama sekali.

"Mohon maaf, pasien sedang tidak bisa diganggu. Lebih baik anda keluar dulu dari sini," ucap salah seorang suster.

Di dalam sana ada dua orang suster yang sedang menangani Starla, mereka berdua kaget saat melihat seorang pria yang tiba-tiba sudah berada di dalam ruangan.

"Raffa!" panggil Starla lirih.

Sontak kedua suster tersebut menoleh ke arahnya. Kedua pasang mata menelisik seseorang yang mengeluarkan suara begitu lembut dan terdengar samar.

Sejak gadis itu berada di rumah sakit, tidak ada satu atau dua kata pun yang terucap dari mulutnya.

Petugas rumah sakit yang sedang menanganinya pun, tidak pernah mendengar bagaimana suara seorang gadis cantik namun tidak terawat, yang kini sedang terbaring lemah.

Beberapa mengira kalau dia tidak hanya depresi, melainkan juga bisu. Karena gadis itu tidak pernah mau berbicara pada siapa pun di sana. Yang Starla lakukan hanyalah menggeleng dan mengangguk saja.

"Maaf, apa kau tidak mendengarku? Pasien sedang tidak bisa diganggu!" ucap suster tersebut lagi.

"Saya adalah kekasihnya. Saya mohon, ijinkan saya berbicara dengannya." Raffa merendahkan suaranya, berharap dirinya akan diberi izin untuk berbicara dengan Starla saat ini juga.

Sedangkan suster cantik yang mengajak Starla berbicara sedang menelisik wajah Raffa yang was-was, kemudian beralih pada wajah Starla yang tidak lagi pucat seperti tadi. Bahkan ekspresi wajah gadis itu tampak lebih baik setelah kedatangan Raffa.

"Baiklah. Kami akan memberimu izin, tapi jangan sampai membuat kegaduhan." Kedua perawat itu segera keluar dan membiarkan Raffa berbicara dengan Starla.

Raffa memandang iba wajah kekasihnya itu. Bagaimana mungkin, Starla yang dulu dikenal sebagai seorang wanita periang dan selalu optimis dalam segala hal, saat ini justru telah menjadi pelanggan rumah sakit tersebut.

Selama ini Starla tidak pernah bercerita banyak soal masalah yang dihadapi, beberapa kali dirinya sempat menemukan gadis itu tiba-tiba menangis, ketika ditanya kenapa, jawabannya hanya menggeleng kepala.

Starla terbangun, mengangkat punggungnya yang sedari tadi terbaring di atas kasur. Ketika tubuh mereka saling berdekatan, Raffa segera mendekap erat Starla. "Kamu kenapa? Apa yang terjadi sama kamu, Star," tanya Raffa.

Untuk sejenak Starla bisa merasakan kehangatan yang begitu dalam, meskipun perutnya masih sakit, namun kehadiran Raffa bisa membuat perasaannya jauh lebih tenang.

Starla masih diam. Tangisan pecah di bahu Raffa, hingga berhasil membasahi kemeja kota-kotak hitam yang sedang Raffa kenakan.

Raffa melepas pelukannya, kemudian memegang dagu Starla yang agak lancip itu, "Kamu harus cerita sama aku kalau kamu sedang ada masalah, Ya!"

Starla mengangguk.

Raffa meraba tangan Starla, terasa begitu kasar saat diraba, tepat di sekitar tancapan jarum impus, ia menemukan banyak coretan berwarna merah kehitaman.

"Ini kenapa? Jangan lakukan ini lagi."

"Mereka bilang kalau ibuku telah berselingkuh, mereka juga bilang kalau aku bukan anak kandung ayah."

"Mereka siapa, Star? Ayah dan ibu tirimu?"

Starla mengangguk, ia lagi-lagi menumpahkan air hangat dari kedua sudut matanya. Kemudian Raffa berusaha mengelapnya dengan penuh kelembutan.

"Aku tidak sengaja memecahkan vas bunga kesayangan ibu tiriku, dan dia bersama ayah, langsung mengurungku di dalam kamar. Katakan padaku, bagi seorang ayah, lebih berharga mana istri keduanya apa anak kandungnya sendiri?"

"Apa yang kamu katakan, kamu adalah anak kandung Om Bram. Selamanya kamu adalah sebuah permata untuknya, jangan tanyakan itu lagi!"

Raffa sebenarnya tidak suka mendengar perkataan Starla, jelas-jelas Om Bram dan ibu tirinya sudah memperlakukan Starla dengan sangat baik. Begitu yang selalu Raffa lihat selama ini.

Starla menunduk pelan, memejamkan kedua matanya yang terasa begitu perih, semalaman ini rasa sakit di lambungnya seakan melarang Starla untuk tidak tidur dengan tenang.

"Raffa... A-aku ingin sesuatu."

"Kamu ingin apa, Star?"

"Aku ingin kamu menikahiku," ucap Starla mantap. Sedangkan kedua matanya menatap penuh wajah Raffa.

"Me-menikah?" tanya Raffa, ia sangat terkejut ketika mendengar permintaan Starla.

"Bukannya aku tidak mau, tapi aku masih kuliah, Ra. Kedua orang tuaku juga tidak mungkin menuju permintaanmu ini." Raffa meraih kedua tangan Starla, menggenggamnya begitu erat. "Tunggu aku memiliki kehidupan yang mapan dan juga mandiri, aku akan menikahimu."

Di usia Starla yang masih tergolong muda, 20 tahun, sedangkan Raffa sendiri juga masih berusia 22 tahun. Masih ada banyak hal yang harus Raffa capai, ia sendiri juga masih kuliah di luar kota.

"Aku harus menunggu berapa tahun lagi? Aku sudah lelah dengan kehidupanku ini. Jika kamu tidak mau, maka lepaskan aku, biar aku pergi untuk selama-lamanya!"

Starla mencoba melepaskan jarum infus di tangan kirinya, sedangkan Raffa berusaha menghalangi niatnya. "Stop, Star! Jangan lakukan hal itu!"

Namun Starla tidak menghiraukan ucapan Raffa, ia terus berusaha untuk melepas infus tersebut.

"Kamu jangan egois, Ra. Om Bram dan Tante Rukmini selama ini sudah memperlakukanmu dengan sangat baik. Kamu saja yang terlalu berlebihan dalam menilai sikap mereka."

Starla terhenti, kemudian menggelengkan kepalanya, ia tidak menyangka kalau Raffa lebih mempercayai ucapan kedua orang itu, daripada kekasihnya sendiri.

"Kamu tidak pernah tahu apa yang sudah mereka perbuat selama ini, Raff."

"Apa yang sudah mereka lakukan padamu?" tanya Raffa.

Belum sempat Starla menjawabnya, tiba-tiba pintu ruangan IGD terbuka, dari balik tirai berwarna putih transparan itu, terlihat dua orang berdiri dan hendak menuju ke arah mereka berdua.

"Raffa, kamu ada di sini rupanya

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku