Mencintai seorang Devan bagi Yasnina adalah sebuah anugerah, namun perasaannya bertepuk sebelah tangan. Hati Yasnina hancur tatkala mendengar kabar pernikahan Devan. Kemarahan akhirnya membuat Yasnina nekad menjebak Devan dalam hubungan satu malam sehari sebelum pernikahan pria itu. Apakah dengan begitu Yasnina akan mendapatkan cinta dari Devan? Atau membuatnya kian jauh dari pria itu?
Silau cahaya matahari membangunkan Devan dari lelapnya. Kepalanya terasa pusing sampai-sampai tangannya terangkat memijat keningnya. Pengar masih terasa dari sisa-sisa alkohol semalam. Seketika Devan terlonjak kaget tatkala menyadari dimana dirinya sekarang berada. Pikirannya kalut bukan main melihat seorang wanita yang masih terlelap di sisinya. Sedikit ingatan semalam berkelebat dalam benaknya. Nafasnya naik turun akibat sesak yang kini menderanya.
Tubuh tanpa helai kain itu gemetar ketika dibawa turun dari ranjang. Sempoyongan memunguti pakaiannya yang berserakan, lalu mengenakannya dengan terburu-buru. Apa yang terjadi semalam bukanlah sesuatu yang Devan inginkan. Hatinya bukan lagi sesak, namun sakit menderanya. Devan tersentak ketika suara wanita yang semalam tidur dengannya terdengar.
"Masih pagi, Van."
Perasaan yang kacau, amarah yang menggebu membuat Devan nyalang menatap wanita itu. "Demi Tuhan, Yas! Kenapa kamu menjebak aku seperti ini?"
Yasnina turun dari tempat tidurnya hingga membuat Devan memalingkan wajahnya. Yasnina terkekeh sambil menyambar baju yang dilempar asal semalam. "Ini enggak akan terjadi kalau kamu sekali saja kasih aku kesempatan."
"Harus aku bilang berapa kali cinta bukan sesuatu yang bisa dipaksakan."
Jawaban Devan membuat Yasnina murka. Dia mendekati pria itu. "Kurang apa aku selama ini? Kita kenal dari SMP, tapi kamu selalu memilih perempuan lain, lalu tiba-tiba kamu bilang ingin hijrah dan serius dengan satu gadis. Selama itu kamu enggak mikirin perasaan aku, Van."
"Cara kamu tetap salah! Kamu sudah membuat aku berzina!"
"Bukannya kamu selama ini juga sudah beberapa kali berpacaran, pasti sudah pernah dong?"
"Demi Tuhan! Aku tidak pernah melakukan hal menjijikan seperti semalam!"
Yasmine hanya tersenyum. Dia melangkah mengambil rokok di atas meja, lalu duduk dengan menopang satu kakinya di atas kaki lainnya. "Aku enggak masalah kamu mau pacaran dengan siapapun, atau kamu hijrah, tapi mendengar kamu akan menikah itu membuatku kacau. Aku enggak bisa membiarkan wanita lain memiliki kamu."
Devan geram bukan main. Yasnina yang sekarang dihadapinya bukan lagi gadis lugu yang pernah dia kenal dahulu. Yasnina sangat asing baginya. "Awalnya aku ingin meminta maaf dengan tulus, tapi setelah kejadian ini rasanya aku pikir tak perlu lagi minta maaf. Aku kecewa atas tindakanmu."
"Tapi kamu menikmatinya, Sayang."
"Menjijikan!" saat Devan hendak keluar, pria itu dibuat kesal karena kamar tersebut terkunci. Membuat Devan kembali menatap Yasnina. "Buka pintunya."
"Kamu benar-benar enggak bisa melihat aku sebagai wanita yang mencintaimu, Van?"
"Bukan cinta kalau menjerumuskan seperti ini. Itu obsesi!"
Yasnina mematikan rokoknya, menekan puntungnya di atas asbak kaca. "Aku pernah meminta baik-baik, aku menunggu kamu dari SMP sampai sekarang, lalu kamu? sekalipun enggak pernah menganggap perasaanku. Aku temani kamu dari susah sampai kamu punya kedudukan, tapi kenapa kamu harus menikah dengan wanita lain! Kenapa enggak lihat aku!"
Kuat suara teriakan Yasnina terasa menggema di dalam kamar. Mata wanita itu berkaca-kaca menatap Devan. Hatinya terasa perih ketika mendengar kabar pernikahan Devan. Dunianya runtuh seolah-olah tak pernah ada lagi harapan untuknya bisa memiliki Devan.
Kembali Yasnina berkata. "Aku yang selama ini di sisi kamu. Aku enggak pernah pergi bahkan saat kamu berada dalam kondisi terburuk. Waktu kamu bilang kamu mau hijrah, aku senang mendengarnya. Aku enggak masalah waktu kamu ambil jarak dari aku dengan alasan hijrah, tapi.... Aku enggak terima ketika kamu bilang akan menikah dengan wanita lain."
Mungkin ini adalah untuk yang kedua kalinya Devan melihat Yasnina menangis. Wanita di hadapannya itu selama ini selalu tegar tersenyum, sekuat tenaga tak terlihat lemah di mata siapapun termasuk dirinya.
"Yas..."
"Kamu bilang kamu enggak mencintaiku, apa sekarang kamu mencintai calon istrimu? Kamu ta'aruf, kan dengannya? Kenapa kamu mau menikah dengan wanita yang enggak kamu kenal sebelumnya? Kenapa enggak dengan aku? Kalau perihal cinta enggak cinta, seharusnya kamu bisa kan belajar mencintai aku seperti kamu yang belajar mencintai calon istrimu itu?"
Devan bungkam untuk sesaat, sebelum akhirnya memilih menghentikan perdebatan mereka ketika matanya melihat kunci kamar di atas meja rias. "Tolong jangan beritahu siapapun atas apa yang terjadi semalam di antara kita."
"Kalau aku hamil?"
Langkah Devan berhenti. Tak menjawab pria itu memilih membuka kuncinya dan pergi begitu saja meninggalkan Yasnina yang terduduk lesu menangis. Dia meraung karena lagi-lagi perasaannya diabaikan.
***
Devan duduk dalam hening di dalam mobilnya. Belum mau melangkah keluar menghadapi keluarganya yang sekarang tengah sibuk mempersiapkan pernikahannya besok dengan wanita baik-baik yang dikenalnya secara ta'aruf. Sudah jauh melangkah dengan Saskia, terlalu mustahil dibatalkan meski kesalahannya semalam sangatlah fatal. Seharusnya Devan tak menerima tawaran pesta bujang yang diadakan kawan-kawannya, sedangkan dia tahu bahwa itu bukan ajaran agamanya, namun dengan dalih menghormati dan menghargai kawannya Devan akhirnya tetap datang.
Sekarang Devan mengerti mengapa sepasang calon pengantin harus dipingit. Bukan serta-merta sebuah adat, namun juga untuk melindungi keduanya dari hal-hal buruk yang bisa saja terjadi seperti semalam. Devan menyesal karena tak mendengarkan apa yang dikatakan mamanya. Dosanya sekarang bertambah-tambah meninggalkan sesak di dadanya. Devan menangis dengan bahu bergetar hebat. Sakit bukan main rupanya mengkhianati Tuhannya sendiri, dan juga calon istrinya. Sungguh bukan ini yang Devan harapkan dari hijrahnya selama ini..
Tok! Tok!
Kaca mobilnya diketuk menyadarkan Devan. Segera dia menghapus air matanya. Dilihatnya sang adik di luar. "Ada apa, Tha?"
"Abang enggak mau turun? Disuruh mama makan tuh!"
"Iya."
Devan keluar dari mobilnya. Dia mengusap puncak kepala Agatha dengan sayang. "Semuanya sudah siap?"
"Ya sudah dong. Lagian Abang aneh-aneh aja, calon pengantin kok keluyuran. Nenek sama eyang marah-marah tuh! Nyerocos aja dari semalam! Mama sama papa diomelin tuh sama dua-duanya!"
"Sama kayak kamu nyerocos aja."
"Ish! Dikasih tahu juga malah ngeledek," Agatha yang kesal memilih segera berlalu dari sisi kakaknya itu. "Ayam gorengnya buat aku semua ya, Bang!" serunya kemudian ketika dekat dengan pintu masuk.
Devan tersenyum kecil melihat tingkah adik perempuannya. Jilbab lebar yang dikenakannya tidak serta-merta membuat Agatha menjadi anggun, ya setidaknya di luar rumah Agatha masih bisa menjaga sikapnya. Saat Devan masuk semua orang di dalam memandangnya. Terutama nenek dan eyangnya. Sarjita-mamanya menyongsong kedatangan Devan.
"Katanya enggak pakai nginap? Katanya sebentar, ini apa? Kenapa kamu baru pulang sekarang?"
"Maaf, Devan ketiduran di rumah Jeffano."
"Temen kamu yang kayak preman itu?" tanya nenek dari tempatnya.
Devan melihat wanita berkebaya merah itu dengan senyum. "Nenek masih aja enggak suka sama Jeff."
"Jelas saja, diakan yang dulu suka ngajakin kamu bolos sekolah? Berteman itu jangan sama begundal, enggak beres nanti hidup kamu."
Membicarakan Jeffano membuat pikiran Devan tertuju pada temannya itu. Jeffano adalah yang paling ingin mengadakan pesta bujang, dan memaksanya. "Mah, Devan ke kamar dulu ya. Mau istirahat."
"Iya, tapi habis dzuhur bangun ya. Kita mau pengajian."
"Iya."
Segera Devan memasuki kamarnya. Dia harus bicara dengan Jeffano, harus tahu pula siapa yang terlibat semalam hingga dirinya berakhir tidur dengan Yasnina.
Bab 1 Dosa
08/04/2024
Bab 2 Pelik
08/04/2024
Bab 3 Pernikahan
08/04/2024
Bab 4 Cara Bermain
08/04/2024
Bab 5 Murka
08/04/2024
Bab 6 Tuduhan
08/04/2024
Bab 7 Bertemu
08/04/2024
Bab 8 Menghindari
08/04/2024
Bab 9 Ada Apa
08/04/2024
Bab 10 Menghormati
08/04/2024
Bab 11 Bertengkar
24/04/2024
Bab 12 Tak Mau Kalah
24/04/2024
Bab 13 Hati Yang Terluka
24/04/2024
Bab 14 Masa Lalu
24/04/2024
Bab 15 Kemarahan Yasnina
24/04/2024
Bab 16 Sakit Itu Nyata
24/04/2024
Bab 17 Melanjutkan Hidup
24/04/2024
Bab 18 Kabar
24/04/2024
Bab 19 Bicara Bersama
24/04/2024
Bab 20 Tanpa Bicara
24/04/2024
Bab 21 Gundah Gulana
24/04/2024
Bab 22 Salah Ucap
24/04/2024
Bab 23 Permintaan
24/04/2024
Bab 24 Rencana Perjanjian
24/04/2024
Bab 25 Memperkenalkan
24/04/2024
Bab 26 Ketahuan
24/04/2024
Bab 27 Berdarah-darah
24/04/2024
Bab 28 Kerinduan
24/04/2024
Bab 29 Pertanyaan
24/04/2024
Bab 30 Penerimaan
24/04/2024
Bab 31 Sisi Buruk
24/04/2024
Bab 32 Pengakuan
24/04/2024
Bab 33 Berkumpul
24/04/2024
Bab 34 Menyentuh Hati
24/04/2024
Bab 35 Bertahan
24/04/2024
Buku lain oleh Yellowflies
Selebihnya