Revan Dirga, duda yang masih sangat menggoda meskipun sudah memiliki satu orang anak. Siapa yang tidak terpikat? bahkan banyak perempuan melakukan cara licik untuk bisa mendapatkan hatinya. Jangan tanya bagaimana penampilannya, ia masih sangat gagah dan juga menawan. Apalagi ditunjang dengan finansial yang oke. Revan memiliki perusahaan yang sudah berkembang pesat sejak 3 tahun ke belakang. Sampai detik ini, ia tidak berminat untuk menjalin hubungan dengan perempuan manapun. Hatinya sudah beku dan tidak tersentuh karena perselingkuhan yang dilakukan oleh mantan istrinya Bagaimana jika ia mulai tertarik dengan orang yang terlihat biasa-biasa saja? Namun sayangnya orang tersebut tidak tertarik dengan Revan. Note : Cerita ini hanya fiktir belaka, jangan membaca saat ibadah.
"Mas!! aku juga mau punya anak, bukan hanya kamu dan Ibu," ujar Zila menahan emosinya. Selalu saja masalah keturunan, sudah 4 tahun pernikahan tetapi Zila dan suaminya Herman belum mendapatkan keturunan. Berbagai cara sudah mereka lakukan untuk bisa memiliki keturunan tetapi nyatanya takdir berkata lain.
"Aku udah muak Zila, 4 tahun aku nunggu tapi apa?" ujar Herman frustasi.
"Muak? cuma karena aku belum hamil kamu bilang muak Mas. Kamu dulu nikahin aku karena apa Mas? Apa hanya karena ingin anak?" balas Zila dengan hati yang tergores. Kata muak yang dikatakan sang suami sungguh tidak bisa diterima oleh Zila.
Herman mengacak rambutnya frustasi, dia sangat pusing. Orang tuanya selalu menuntut agar dia segera memiliki anak, tapi nyatanya sampai sekarang belum ada tanda-tanda kehadiran anak di dalam rumah tangga mereka.
"Aku mau nikah sama Lea!"
Damn, akhirnya apa yang selama ini Zila takutkan terjadi juga. Jika dia boleh berteriak kepada dunia dia akan lakukan. Bukan keinginannya sampai sekarang belum memiliki keturunan. Apa salah Zila?
Sekedar informasi, Lea adalah salah satu rekan kerja sang suami. Sampai hari ini Zila selalu meyakinkan diri bahwa tidak ada hubungan apa-apa antara sang suami dengan Lea selain hanya urusan pekerjaan.
"Ni-nikah? Mas jangan bercanda kayak gini. Aku nggak suka!"
Zila masih menganggap apa yang dikatakan oleh Herman adalah sebuah candaan atau kebohongan semata. Tolong katakan bahwa apa yang tengah terjadi hanya mimpi buruk. Tolong!!!! Zila tidak kuat dengan kenyataan ini.
"Siapa yang bercanda Zila? Aku serius. Aku udah makin tua dan sampai sekarang kamu belum hamil."
Zila meneguk air ludahnya dengan susah payah.
"Mas kita masih bisa usaha lagi, tolong jangan giniin aku."
Bulir-bulir air mata itu sudah tidak bisa ditahan lagi. Kilas bayangan bagaimana sang suami memperjuangkannya dulu sampai dia memilih untuk berhenti kuliah karena pekerjaan sang suami yang berada di pulau berbeda membuat jiwa Zila tertusuk ribuan pedang.
"Sampai kapan? Aku udah sabar selama 4 tahun ini."
Zila memegang lengan Herman, "Aku mohon Mas, kita hanya perlu bersabar lagi."
Herman langsung menepis tangan Zila, "Udah cukup Zila. Aku capek dan kamu juga capek. Nggak ada yang bisa dipertahankan dalam pernikahan ini."
Zila menutup wajahnya dengan kedua tangan, kakinya melemah sampai tanpa sadar dia sudah terduduk di lantai.
"Mas, a-ku juga mau hamil, tolong tarik ucapan kamu lagi Mas," lirih Zila dengan hati terluka.
"Ini yang terbaik buat kita Zila, aku udah lelah setiap hari ditanya soal anak."
Herman tidak berani melihat ke arah Zila.
"Kita bisa pindah Mas, kita bisa pergi ke tempat orang yang nggak kenal sama kita." Zila masih berusaha mempertahankan rumah tangganya.
"Aku nggak bisa, Zila tolong kamu ngerti!"
"Aku kurang ngerti apa selama ini Mas? Aku juga mau hamil, aku juga sakit saat Ibu dan orang-orang nanya kapan hamil. Tapi aku mencoba kuat, jadi aku mohon sama kamu Mas untuk sabar sedikit lagi."
"Aku tetap akan nikah sama Lea!" ujar Herman penuh penekanan. Isak tangis Zila kian bertambah. Semua terasa sangat menyakitkan, bahkan Zila berharap ini hanyalah sebuah mimpi buruk.
"Mas!" Panggil Zila dengan suara penuh kesakitan.
Herman tidak bergeming, dia masih enggan melihat ke arah Zila.
"Ka-kamu sama dia selama ini?"
Zila memicingkan matanya, berharap bahwa sang suami tidak berkhianat selama pernikahan mereka. Ia bahkan tidak sanggup untuk melanjutkan sisa kata yang masih menggantung.
"Jawab aku Mas!" ujar Zila lagi meminta kepastian.
Herman masih tidak menjawab, bibirnya tertutup rapat seakan terkunci.
"Kamu tega ya Mas sama aku! Cuma karena aku belum hamil kamu bisa-bisanya kayak gini," lirih Zila penuh luka.
"Kalau tahu kamu gini, dari awal kamu nggak usah nikahin aku. Nggak usah berjuang dapetin aku!!!"
Herman masih setia untuk diam, padahal Zila sudah menangis histeris.
"Aku nggak nyangka kamu bisa berbuat sejauh ini!" ujar Zila lagi.
"Kalau kamu hamil aku nggak bakal kayak gini Zila," balas Herman membela dirinya sendiri.
Zila memejamkan matanya sejenak, berusaha kuat meski hatinya tidak utuh lagi, "Oke, aku izinkan kamu menikah lagi!"
Zila seakan menerima jika suaminya menikah lagi, hanya itu yang bisa Zila lakukan untuk mempertahankan rumah tangganya.
"Aku nggak butuh izin dari kamu untuk menikah lagi."
Kalimat itu sungguh membuat jiwa Zila kian tenggelam.
"Maksud kamu apa Mas?" tanya Zila takut.
"Lea tidak ingin menikah jika kamu masih jadi istri aku!"
Zila sangat paham apa maksud dari perkataan Herman. Apakah ini akhir rumah tangga mereka? Apakah semua akan berakhir semudah ini? Bukankah Zila sudah berbesar hati membiarkan sang suami menikah lagi? Lantas begini balasannya yang dia dapat. Dunia seperti sedang mempermainkan jiwa dan perasaannya.
"Mas!!! Kamu gila?" teriak Zila frustasi.
"Aku masih waras, mulai detik ini kamu bukan istri aku lagi."
Kata talak itu kian mengudara. Zila semakin terisak.
"Kamu bisa bahagia walau bukan bersama aku," ujar Herman lagi.
Bahagia? Zila muak. Seharusnya kebahagian itu bisa didapatkan dengan kesabaran yang bertambah.
"Bahagia kata kamu? Semudah itu kamu talak aku hanya karena seorang perempuan yang baru kamu kenal belum lama! Kamu jahat Mas, kamu jahat!!!"
"Ini terbaik untuk kita Zila, bertahan hanya akan saling menyakiti."
"Kamu yang nyakitin, bukan aku. Asal kamu tahu Mas, jika nanti faktor aku susah hamil itu ada sama kamu, aku yang akan tertawa puas."
Tawa itu kian menakutkan karena diiringi air mata.
Herman geram, dia tidak sudi jika disalahkan seperti itu. Selama proses pemeriksaan tidak ada yang salah dengan kesehatan dirinya.
"Kamu yang sakit bukan aku!" teriak Herman tidak terima.
"Apa dengan nyakitin aku kamu bakal bahagia? Jangan harap Mas, nanti kamu akan merasakan yang lebih sakit dari apa yang aku rasakan. Cam kan itu!"
Zila langsung masuk ke dalam kamar. Mengunci pintu sebelum Herman berbuat yang tidak-tidak. Mulai detik itu dia bukan lagi istri Herman melainkan mantan istri.
Zila tidak akan mengemis lagi, dia sudah berbaik hati mengizinkan Herman untuk menikah lagi tetapi apa yang di dapat? Malah sebuah kata talak yang mengudara dengan nyaring.
Tidak ada yang bisa dipertahankan lagi. Zila hanya bisa menangis dengan terisak-isak. Mencoba untuk tetap tegar nyatanya tidak semudah itu.
4 tahun pernikahan bukan waktu sebentar, dia sudah sangat mencintai Herman tetapi apa yang di dapat? Sebuah pengkhianatan yang sangat menyakitkan.
Zila tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya, dia tidak akan bisa tinggal di rumah ini lagi. Dia harus pergi menjauh agar luka yang tertoreh di dalam hatinya bisa membaik seiring berjalannya waktu.
3 hari setelah pertengkaran hebat itu, surat cerai sampai ke tangan Zila. Lucunya bukan Herman yang datang melainkan orang lain. Zila hanya tertawa, dia langsung saja menandatangani surat tersebut. Kebetulan, hari ini dia memutuskan untuk meninggalkan kota tersebut. Membawa apa yang menjadi hak-haknya. Dia tidak ingin tinggal disana karena hanya akan membuat luka itu kian terbuka.
Zila juga sudah memberitahu keluarganya yang berada di Riau, semua keluarga kaget tetapi apa yang mau dibicarakan lagi karena sudah menjadi keputusan yang menyakitkan untuk Zila. Zila tidak bisa pulang ke Riau, dia sudah sangat malu. Dia memilih untuk melanjutkan kehidupan di tempat lain. Berbekal ijazah S1 dan beberapa digit tabungan, Zila memilih untuk tinggal di Jakarta.
Tidak butuh waktu lama, Zila melihat postingan sosial media dari Lea yang sudah resmi menikah dengan mantan suaminya. Secepat itu Herman melupakannya? Semua seperti candaan semata. Zila baru tahu jika keduanya sudah menjalin hubungan 3 tahun yang lalu. Apa yang bisa Zila lakukan? Ternyata dia sudah menjadi badut selama ini bagi keduanya.
Raut wajah Herman dan Lea begitu bahagia sedangkan Zila masih harus memikirkan bagaimana kehidupannya selanjutnya. Jika dia tidak punya pegangan agama mungkin dia sudah mengakhiri hidup.
Bab 1 Perceraian
03/11/2022