"Tanda tangani Kontrak ini atau kau mau MATI!" ucap seorang pria dengan tatapan dingin. Kecerobohannya malam itu menjadikan Ava Charlotte, gadis berusia 22 tahun tertawan oleh seorang pewaris tunggal yang memiliki sifat angkuh. Ava, tak punya pilihan lain. Apalagi saat itu ia memerlukan banyak uang untuk pengobatan sang adik yang sedang sekarat. Detik itu juga mau tak mau Ava menandatanganinya. Sean menyemburkan tawa dan segera menarik kertas kontrak tersebut. "Detik ini juga kamu sudah menjadi WANITAku. Seluruh tubuh sampai nyawamu milikku! Hanya milikku." Bagaimana kehidupan Ava selanjutnya, menjalani pernikahan dengan lelaki angkuh dan penindas?
"Bang, boleh saya pulang duluan. Adik saya masuk rumah sakit lagi," ucap gadis muda dengan wajah panik.
"Iya, pulang lah. Biar satu pesanan itu nanti Abang yang kirim."
"Terimakasih, bang!"
Ava bergegas pergi menuju motornya dengan terburu-buru. Baru saja ia mendapat kabar jika adiknya kembali masuk rumah sakit.
Ia membawa motornya dengan kecepatan tinggi, perasaannya panik, cemas dan khawatir membuat pikiran tak bisa terpikir dengan jernih.
Hingga tanpa sadar dari arah berlawanan sebuah mobil hitam metalik melesat menuju kearahnya. Ava yang panik menyadari dalam bahaya pun akhirnya membelokkan motornya hingga terjatuh. Begitu pun mobil itu membating stir ke kiri hingga menabrak pohon besar.
Damn!
Tubuh Ava bergetar, ia segera berdiri tak perduli pada kakinya yang nyeri. Dengan terseok ia berjalan menuju mobil.
Belum sampai Ava mendekati mobil tersebut, pintu mobil lebih dulu terbuka. Seorang lelaki berwajah dingin dengan setelan tuksedo menatapnya penuh kemarahan.
"Aarrggh, tikus kecil sialan. Liat mobilku!" Sentaknya seraya mengepal tinju.
"Ma-maaf tuan. Saya akan ganti semua kerusakannya," lirih Ava, perkataan itu keluar begitu saja dari bibirnya.
Lelaki itu menyemburkan tawa. "Ganti? Mau ganti pakai apa kamu. Hanya seorang kurir makanan cepat saji," cebik lelaki itu mengejek.
"Bahkan tubuhmu sekali pun tak sebanding dengan kerusakan yang kamu perbuat hari ini!" Ucapnya lagi dengan senyum miring.
"Tuan, aku memang miskin, tapi aku bukan wanita murahan!" Ava tersulut emosi mendengar perkataan lelaki yang berdiri arogan di depannya itu.
Lelaki yang sama sekali tak menunjukkan empatinya pada wanita, terlebih semua ini bukan sepenuhnya salah Ava. Ava bisa mencium bau alkohol dari mulut lelaki itu, bisa disimpulkan saat ini lelaki itu menyetri sambil mabuk. Menyesal hatinya tadi sempat meminta maaf.
"Aku akan ganti semua kerusakan itu!" Ava pun berlalu bergitu saja.
"Mau pergi kemana kamu tikus kecil! Ganti dulu mobil kesayangannku!" Lengan Ava ditarik dengan cukup keras hingga tubuhnya oleng dan hampir terjatuh.
"Lepas! Aku akan ganti, tapi tidak sekarang! Kamu lihat motorku juga rusak."
"Aku engga perduli! Ganti atau mau ku buat hidupmu menderita. Bahkan kamu bersembunyi di lubang semut pun. Aku dengan mudah menemukan mu tikus kecil!"
Ava melihat kilat mata penuh kemarahan dari mata tajam lelaki yang masih memegang lengannya.
"Nanti akan aku ganti, tapi tidak sekarang!" Ava menghempaskan tangannya hingga pegangan tangan terlepas begitu saja.
"Baik, besok aku tunggu!" Lelaki itu tersenyum miring dan menyodorkan selembar kertas.
"Kartu namaku. Besok datanglah. Kalau kamu tidak mau menyesal!"
Ava meneguk Saliva dengan sudah payah.
"Dark Shine Corp."
Mendadak tubuhnya panas dingin membaca nama perusahaan yang tertera di kartu nama tersebut.
"Why, Loser?"
"Aku akan datang besok!" Sahut Ava tanpa rasa takut sedikitpun. Setelah mengatakan hal itu Ava bergegas kembali menyalakan motornya dan melesat menuju rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit Ava segera menunju ke ruang di mana adiknya dirawat.
"Bu, gimana keadaan Ace?"
Seorang wanita yang terlihat lebih tua dari usianya itu tersenyum hambar. "Ace harus segera di operasi." Punggung ibunya bergetar hebat. Ava segera memeluknya untuk menenangkan sang ibu.
"Baiklah kita lakukan Bu, jika itu yang terbaik untuk Ace."
"Ta-tapi kita punya uang dari mana?" Sarah menatap Ava dengan sorot mata putus asa.
Ava terdiam, lima ratus juta bukan uang sedikit untuk keluarganya. Bahkan untuk makan sehari-hari saja. Ava sampai harus berkerja di dua tempat sekaligus.
Ia menjadi tulang punggung keluarga setelah ibunya sakit-sakitan. Ayahnya, sudah lama menghilang saat Ace baru saja di lahirkan. Hingga ibunya banting tulang untuk menghidupi keluarga dengan melakukan pekerjaan apapun.
Kondisi kesehatan Sarah pun semakin hari menurun membuat Ava mau tak mau mengubur semua cita-citanya. Ia memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah. Dan memilih bekerja paruh waktu.
Ace mengidap penyakit sirosis sejak berusia 3 tahun. Sebenarnya dokter sudah menyarankan agar Ace segera melakukan transplantasi hati. Namun, mereka menunda karena terhalang biaya yang tak murah.
"Ava, akan usaha kan uang itu, Bu," lirih Ava tak yakin.
"Ava, kenapa kaki mu?" Sarah melepas pelukannya, matanya tak sengaja melihat celana Ava yang tergores.
"Enggak papa, Bu. Tadi jatuh di jalan," jawab Ava berbohong. Tentu saja ia tak mungkin mengatakan yang sebenarnya.
"Ya sudah, sebaiknya kamu punah dan istirahat di rumah. Biar malam ini ibu yang jaga Ace," ucap Sarah penuh perhatian.
"Ava mau di sini saja, Bu. Bersama kalian."
Ava menolak dan lebih memilih membaringkan tubuhnya di atas kursi dengan berbantal paha ibunya. Posisi yang selalu ia suka sejak dulu, terasa damai dan tak lama matanya pun tertutup. Ia mulai terbuai mimpi.
Rasanya baru saja ia memejamkan mata, tapi ia harus kembali terjaga saat mendengar suara ribut-ribut dan raungan dari sang ibu.
"Ibu, kenapa?" Tanya Ava kaget dan segera bagun.
"Ace. Ace kritis!" Sarah duduk menutup kedua matanya yang basah.
Ava segera berdiri tak perduli panggilan dari ibunya. Ia berjalan menuju ruangan dokter yang menangani Ace. Tanpa permisi ia menerobos masuk.
"Dok, tolong selamatkan adik saya," Ava menangkupkan kedua tangannya seraya memohon.
"Sus." Dokter bernama Frans itu memberikan kode pada asistennya agar keluar.
"Ava, saya sudah jelaskan padamu jika Ace harus segera mendapatkan tranplantasi hati. Dan kamu taukan itu biaya tidak lah murah. Tapi semakin kamu menunda maka resikonya semakin besar." Dokter Frans menghela nafas berat. Sejujurnya ia iba pada keluarga Ava, tapi ia tak bisa membantu banyak. Apalagi istrinya sangat cemburu pada Ava.
Entah apa penyebabnya, istrinya memang memiliki sifat posesif, dan dokter Frans pun tak bisa mengadaikan rumah tangganya dengan membantu Ava.
"Baiklah, saya akan tanda tangan surat persetujuan ini. Saya akan mencari uang itu secepatnya!" Ava menghapus airnya, segera mengambil pena dan menggores kertas itu dengan tanda tangannya.
Semua ia lakukan untuk Ace, adik kesayangannya. Bahkan jika harus bertukar dengan nyawa sekali pun Ava kan melakukannya dengan senang hati.
"Tolong lakukan yang terbaik, saya janji besok akan melunasi semuanya," lirih Ava mengigit bibir bawahnya. Meski sebenarnya, ia pun tak tau harus mendapatkan uang dari banyak sebanyak itu.
"Ava, kamu tak apa?" Tanya dokter Frans khawatir.
Frans sudah menganggap Ava dan Ace seperti adiknya sendiri, karena memang kasus Ace adalah kasus terlama yang pernah ia hadapi.
Ace terus bertahan dengan kondisi hati yang sudah rusak parah, membuat Dokter Frans salut. Namun, ia hanya dokter yang juga manusia biasa. Semua yang terjadi di luar kendalinya.
"Tak apa! Aku sudah kehilangan ayah. Dan aku tak rela jika harus kehilangan Ace. Lebih baik aku yang menghilang," ucap Ava dingin.
Ava berdiri, melangkah membawa tubuhnya berjalan seperti tanpa nyawa.
Bab 1 Tikus Kecil Pembuat Onar
29/10/2022
Bab 2 Ingin Lebih dari Ini
31/10/2022
Bab 3 Penculikan
31/10/2022
Bab 4 Ancaman Sang Pewaris
31/10/2022
Bab 5 Mengikuti Permainan
31/10/2022
Bab 6 Nenek Carolina Alister
31/10/2022
Bab 7 Rencana Pernikahan
31/10/2022
Bab 8 Pernikahan Sang Pewaris
31/10/2022
Bab 9 Pertengkaran Jessica dan Sean
31/10/2022
Bab 10 Ancaman Jessica
31/10/2022