Rinjani adalah wanita dewasa yang selektif dalam memilih pasangannya. Mottonya dalam membangun suatu hubungan adalah KESETIAAN. Ketika Rinjani mendapati suaminya telah menghianatinya semenjak hari pertama pernikahan mereka , Rinjanipun merencanakan pembunuhan terhadap suaminya. Pada akhirnya Rinjani berhasil membunuh suaminya dan kehidupan kelamnya pun dimulai. Kehidupan kelam Rinjani mengantarkannya kepada kebahagiaannya.
"Kenapa kamu membunuhnya? " teriak Sonia dengan gemetar kepada Rinjani yang juga terlihat gemetar.
"Kamu yang memaksaku melakukannya, " jawab Rinjani datar.
Bercak darah terlihat mengotori tangan dan pakaian Rinjani. Pemandangan di lantai begitu mengerikan. Darah terus menerus mengalir dari kepala Devan yang sudah terbelah dan menggenangi sebagian dari lantai itu.
Ya. Rinjani baru saja membunuh Devan. Sabetan samurai panjang yang diayunkan Rinjani membelah kepala hingga menimbulkan luka menganga di sana.
Sonia tidak berani mendekat kearah Rinjani maupun Devan kekasih gelapnya. Bahkan untuk memberikan pertolongan. Samurai yang masih melekat kuat di tangan Rinjani membuat Sonia mengurungkan niatnya untuk memberikan pertolongan kepada Devan.
Devan tampaknya sudah menghembuskan nafas terakhirnya. Tidak terlihat lagi pergerakan pada tubuh itu.
"Segera telepon polisi, aku mau menyerahkan diriku, " ucap Rinjani tanpa ekspresi apapun di wajahnya.
Wajahnya terlihat datar tanpa adanya riak di sana. Guncangan yang begitu hebat menerpa jiwanya. Wajahnya terlihat linglung.
Sonia segera mencari cari tasnya.
Entah di mana dia melemparkan tas itu sebelum memulai aktifitas percintaannya dengan Devan.
Setelah menemukan tas tentengnya, segera Sonia mengeluarkan handphone dari dalam tasnya dan kemudian menelepon kantor polisi. Tangan itu terlihat dengan nyata bergetar hebat.
Sonia mulai mengutak atik handphone nya.Merupakan tantangan berat bagi Sonia untuk menelepon Polisi. Tubuhnya yang terus bergetar dan pikirannya yang kacau balau, di tambah rasa takut yang terus menyerangnya, membuat Sonia rasanya tidak sanggup untuk melakukan panggilan telepon.
Handphone itu terjatuh dua kali dari tangan Sonia hingga akhirnya berhasil menghubungi polisi.
"Ha_halo Pak, sa_saya mau melaporkan pembunuhan yang baru saja terjadi, " Suara Sonia terdengar bergetar saat mengatakan hal itu. Pandangannya tidak lepas dari Rinjani.
Bayangan samurai yang ada ditangan Rinjani, menebas kepalanya juga, membuat Sonia tidak bisa menghentikan getaran di tubuhnya.
Hingga polisi datang, Rinjani masih menggenggam erat samurai yang di gunakannya untuk menebas kepala Devan.
Ancaman pistol polisi yang diarahkan kepada Rinjani membuat Rinjani melepaskan samurai tersebut. Rinjani segera menjulurkan kedua tangannya ke arah Polisi. Polisipun segera memborgol kedua tangan Rinjani.
Setelah kedua tangan Rinjani di borgol Polisi, barulah Sonia menarik napasnya dengan dalam. Sonia hampir kehabisan oksigen. Karena hampir satu jam, ia bernafas setengah tertahan.
Sampai Polisi datang, Sonia masih terus dalam keadaan telanjang bulat. Karena, Rinjani mengarahkan samurainya ketika Sonia bergerak.
Bukan hanya Sonia yang ketakutan. Di dalam hati Rinjani juga terbersit rasa takut, kalau-kalau, Sonia meringkus tubuhnya dan berbalik membunuhnya dengan Samurai yang di gunakannya untuk menebas kepala Devan. Itu sebabya dia terus memegang samurai itu dengan begitu erat.
Polisipun segera melakukan olah TKP, Polisi itu mengambil beberapa gambar dari mayat Devan dan bagian-bagia dari kamar itu.
"Pakai bajumu, kamu harus ikut ke Kantor Polisi, " ucap salah seorang Polisi kepada Sonia. Sedangkan Polisi yang lain mulai mengevakuasi mayat Devan. Dan sebagian lagi menggiring Rinjani masuk kedalam mobil polisi. Kemudian, Polisi itu membawa Rinjani ke kantor Polisi.
___________________________
Berawal ketika Gilang memperkenalkan Devan kepada Rinjani siang itu.
Sebelum istirahat, sebuah notif pesan terdengar dari handphone Rinjani. Sekilas Rinjani melirik layar handphone yang terletak di sudut kanan meja kerjanya. Ada nama Gilang di sana. Segera Rinjani meraih handphone tersebut dan membukanya dengan cepat.
Memang semua yang menyangkut Gilang menjadi prioritas dalam hidup Rinjani.
[Rin, makan siang bareng yok!] isi pesan dari Gilang.
Dengan senyum yang mengembang Rinjani membalas pesan Gilang.
[Siapa takut? ] ketik Rinjani
[Ku tunggu di cafe one and one, ] notif ke dua masuk ke handphone Rinjani
[Oke! ] balas Rinjani
Rinjani segera menyusun semua buku-buku, yang tadi dia serakkan di meja untuk melihat catatan pesanan yang masuk hari ini. Kemudian Rinjani berlari ke kamar mandi untuk memeriksa riasan di wajahnya dan juga Pakaian yang melekat di tubuhnya.
"Sempurna! " ucap Rinjani sebelum meninggalkan cermin yang ada di kamar mandi.
Sambil bernyanyi kecil, Rinjani terus melaju di antara pengguna jalan raya. Rinjani mengendarai mobil Chevrolet camaro RS yang berhasil dia beli tahun lalu.
Begitu Rinjani sampai di parkiran cafe One and One, pandangan Rinjani telah menangkap wajah tampan Gilang. Rinjani diam beberapa saat untuk menikmati pemandangan yang tidak pernah membuatnya merasa bosan.
Hari itu Gilang mengenakan blazer hitam yang di padu dengan celana hitam dan kaos putih sebagai baju dalaman nya.Rambut Gilang memang selalu tertata rapi seperti itu.
"Wah ganteng nya..., " puji Rinjani dalam hati.
Rinjani memaksakan turun dari mobil karena tidak ingin membuat Gilang terlalu lama menunggunya.
"Sudah sampai toh? silahkan duduk dan pilih menu mu, " ucap Gilang sebagai kata sambutan kepada Rinjani.
Rinjani pun segera menuruti apa yang Gilang katakan.
"Hari ini mau makan soto medan saja di tambah nasi putih, " ucap Rinjani.
Ya. Soto medan di cafe itu terkenal dengan rasanya yang gurih. Jadi kalau sedang ke cafe itu, Rinjani seringan memesan soto medan.
"Samakan saja, pesankan untukku juga, " ucap Gilang kepada Rinjani.
Rinjani pun segera memanggil pelayan yang kebetulan melintas di meja mereka dan membuat pesanan mereka.
"Bagaimana dengan hari mu?" tanya Gilang persis dengan pertanyaannya pada pertemuan-pertemuan mereka sebelumnya.
"Yah..., begini saja, tidak ada yang istimewa, " jawab Rinjani.
"Sudah sering saya bilang, hidup itu jangan terlalu kaku, " ucap Gilang kembali menasehati Rinjani.
Rinjani hanya tersenyum. Rinjani sudah bosan mendengar kalimat itu keluar dari mulut Gilang.
Menurut Gilang, Rinjani itu orangnya terlalu serius. Dalam melakukan sesuatu maupun dalam hal asmara.
Ya. Memang Rinjani akui, Rinjani tidak suka mengerjakan sesuatu dengan semena-mena atau sesuka hati. Rinjani tidak mau waktunya terbuang dengan hal-hal yang tidak membuahkan hasil. Dalam hal asmara juga seperti itu. Sudah banyak hubungan yang dia bangun, tetapi selalu kandas di tengah jalan. Belum ada pria yang memenuhi kriteria Rinjani.
Bermacam-macam sikap dan sifat yang membuat Rinjani tidak merasa betah dengan hubungannya yang sebelumnya. Satu hal yang paling membuat Rinjani tidak bisa menolerir kesalahan seorang pria adalah KESETIAAN.
Bila seorang pria terlihat ada unsur tertarik dengan wanita lain, secepat mungkin Rinjani melemparkan kisah mereka ke laut dan tidak menerima maaf.
"Hei bro! sini, sini, " ucap Gilang sambil melambaikan tangannya kepada pria yang baru muncul di pintu cafe tersebut.
Pria itu sedikit berlari mendekat kearah meja mereka.
"Sory telat, " ucapnya sambil menarik kursi yang ada di samping Rinjani. Kemudian duduk disana.
"Kenalin Rin, ini temanku di pacuan kuda, " ucap Gilang kepada Rinjani.
Pria itu lalu menjulurkan tangannya kepada Rinjani. Rinjanipun menyambut tangan pria tersebut.
"Rinjani, " ucapnya memperkenalkan dirinya
"Devan, " balas pria itu.
Wajah pria yang bernama Devan itu begitu tampan,dan terlihat laki. Persis dengan wajah-wajah pria tampan yang dikisahkan di novel-novel romantis.
"Devan mau makan apa? cepat di pesankan mumpung pesanan kami belum diantar, "ucap Gilang.
Devan pun segera melambaikan tangannya memanggil pelayan cafe.
" Saya mau ikan saos tambah nasi putih, "ucapnya kepada pelayan menyebutkan pesanannya.
"Apa kalian sudah mencicipi minuman yang baru diluncurkan cafe ini? "tanya Devan kepada Rinjani dan Gilang.
Gilang langsung menggelengkan kepalanya.
" Kalau Rinjani? "tanya Devan kepada Rinjani.
Rinjani sempat terkejut mendengar Devan menyebutkan namanya dengan luwes.
" Belum, "jawab Rinjani.
" Kalau begitu, Telang coffe lattenya tiga, "ucap Devan kepada pelayan yang setia menunggui pesanan Devan yang belum final.
" Apa ini Rinjani yang sering kamu ceritakan? "tanya Devan kepada Gilang
" He-em, "jawab Gilang sambil menganggukkan kepalanya.
Hati Rinjani terasa berdesir mengetahui kalau Gilang sering membawanya dalam ceritanya. Tapi dalam hal apa?
" Kamu sering ya menjelek-jelekkan aku kepada teman-temanmu? "tanya Rinjani pada Gilang dengan mata yang melotot.
" Apa lagi? memang hanya itu yang kamu punya kan? "jawab Gilang enteng.
Seketika Rinjani memanyunkan bibirnya dengan wajah yang terlihat kesal.
" Coba pikir, wanita secantik Rinjani masih jomblo di usianya yang ke dua puluh lima tahun, cuma gara-gara dua orang pria menghiatinya," tutur Gilang kepada Devan.
" Bukan dua, tapi tiga, "sela Rinjani
" Alan itu tidak termasuk, perpindahan keluarganya yang membuat hubungan kalian kandas di tengah jalan. Itupun kalau kamu bersedia LDRan waktu itu, hubungan kalian tidak akan putus, "celoteh Gilang.
"Kamu itu bisanya membuli aku terus, pokoknya laki-laki itu sama saja, siapa yang bisa jamin, kalau Alan betulan akan setia sama aku? apa bedanya dengan kamu? tiap caturwulan ganti pacar, "cerewet Rinjani yang kembali manyunkan bibirnya.
Devan tersenyum melihat tingkah Rinjani tersebut.
"Jangan meladeni Gilang, saya rasa kamu tidak seperti yang di ceritakannya, "ucap Devan berusaha menenangkan hati Rinjani.
" Hmmm, karena kamu belum kenal saja, tidak ada pria yang pas di hatinya. Dia ini terlalu pemilih. Teman saja memilih, apalagi pacar? "ucap Gilang.
" Kalau begitu, aku mendaftar jadi temanmu ya? siapa tahu lulus seleksi, "ucap Devan kepada Rinjani.
Rinjani nampak melirik Devan dari ekor matanya. Sikap yang di tunjukkan Devan tidak seperti sikap pria yang baru berkenalan dengannya. Para pria yang baru berkenalan dengan Rinjani akan sedikit menjaga wibawanya di depan Rinjani. Mungkin untuk mengimbangi wibawa yang di tunjukkan oleh Rinjani.
Namun tidak demikian dengan Devan. Devan terlihat sangat santai dan bersikap akran dengan Rinjani.
"Gimana? aku bisa mendaftar jadi calon temanmu tidak? " Devan mengulangi permintaanya, karena melihat Rinjani tidak menanggapi permintaannya.
"Apa susahnya jadi teman, kalau memang mau berteman dengan ku, ya, ayo!" jawab Rinjani.
"Oke, fix ya, kita teman? " ucap Devan memastikan.
Rinjani menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Devan yang terulur padanya sebagai tanda di mulainya persahabatan mereka.
"Kalau begitu, sebagai sahabat, bisa tidak aku minta nomor teleponmu? " pinta Devan.
Rinjani segera mengeluarkan handphonenya dari dalam tasnya, dan segera menunjukkan nomor handphonenya kepada Devan untuk segera di catat di dalam handphone Devan.
"Tumben kamu menerima orang jadi sahabatmu segampang ini? biasanya wajahmu terlihat jutek bila seorang pria minta nomor handphone mu, " ucap Gilang menyela perbuatan Rinjani.
"Kamunya aja yang selalu berpikiran negatif kepadaku. Nyatanya, aku ini memang orang baik yang ramah, " serang Rinjani. Dia tidak terima kalau Gilang mengatainya dengan wanita yang sombong.
Buku lain oleh Nurtetti Sijabat
Selebihnya