BUKAN KISAH SEMPURNA

BUKAN KISAH SEMPURNA

AYA ARINI

4.8
Komentar
23.1K
Penayangan
57
Bab

Adinda terpaksa menerima tawaran untuk menikah dengan laki-laki bernama Alvin, demi dapat membayar biaya rumah sakit Alvaro, kekasih yang terbaring koma di rumah sakit. Semua menjadi pelik saat Adinda tahu ternyata Alvin bukanlah seorang single. Dan tugas Adinda dalam pernikahan ini adalah membantu Alvin untuk melupakan istrinya. Kepelikan itu makin menjadi saat misi Adinda menaklukan hati Alvin berhasil, tetapi di saat bersamaan Alvaro sadar dari komanya. Jadi, siapakah yang harus Adinda pilih? Alvin, dengan risiko menjadi yang kedua? Atau Alvaro, dengan risiko menghadapi keluarga laki-laki itu yang tidak pernah menyukai keberadaannya?

Bab 1 1. Prolog

Adinda menatap kosong taman rumah sakit yang terlihat sepi, karena memang jam besuk sudah berakhir sejak 2 jam yang lalu. Di antara kekosongan yang menghias, tampak juga kebingungan di netra dengan warna cokelat itu. Di saat seperti ini, ia benar-benar merasa sendiri, dan sama sekali tidak memiliki teman. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat ia berlari pun sudah tidak lagi ada. Ia anak tunggal, dan kedua orangtuanya sudah meninggal sejak lima tahun yang lalu.

Adinda hidup seorang diri di kota yang banyak orang bilang lebih kejam dari ibu tiri ini. Gajinya menjadi seorang pelayan kafe, tentu saja tidak akan cukup untuk membayar tagihan rumah sakit yang sudah amat membengkak.

"Maaf Mbak, tapi jika Mbak Dinda tidak bisa melunasinya besok, terpaksa kami akan mencabut segala fasilitas yang kami berikan pada pasien."

Wanita dengan surai lembut sepanjang punggung itu memejamkan mata. Menarik napasnya yang begitu sesak. Apa yang harus ia lakukan dengan ini semua? Siapa yang bisa ia mintai tolong?

"Kamu yang menyebabkan anak kami terbaring koma di rumah sakit! Jadi kami harap kamu akan bertanggung jawab dan tidak lepas tangan begitu saja!"

Napas yang terasa sesak itu kian bertambah sesak. Nyatanya kalimat yang ibu Alvaro katakan itu benar. Alvaro, laki-laki yang menjadi kekasihnya selama satu tahun belakangan ini mengalami kecelakaan karena dirinya. Andai hari itu Alvaro tidak bertengkar dengan kedua orang tuanya, dan tidak kabur demi memilihnya, tentu saja hal semacam ini tidak akan pernah terjadi. Andai saja saat ibu Alvaro datang, dan memintanya mundur hari itu, dia memilih mundur, mungkin saja Alvaro tidak akan terbaring di ranjang rumah sakit seperti sekarang ini. Andai saja- Adinda kembali mengembus napas lirih, mencoba untuk kuat karena semua kata andai itu telah menjadi percuma.

Sekarang, yang perlu ia lakukan adalah membayar tagihan rumah sakit, agar Alvaro bisa sembuh. Namun, lagi-lagi ia bingung dari mana mendapatkan uang dengan nominal yang tidak bisa dikatakan sedikit itu?

Adinda memejamkan mata, mencoba berpikir, dan- surat rumah. Apa dia harus menjual rumah peninggalan orang tuanya?

"Boleh saya numpang duduk?" Pertanyaan itu membuyarkan semua pemikiran yang kini memenuhi kepala Adinda. Ia menoleh dan segera melempar senyuman ramah pada seorang wanita yang kini berdiri di sampingnya.

"Silahkan Tante," ujar Adinda sembari menggeser duduk agar wanita yang berusia sekitar enam puluh tahun itu bisa duduk.

"Siapa yang sakit?" tanya wanita itu, membuat Adinda urung untuk kembali memikirkan rencana menjual rumahnya.

"Teman, Tante," jawab Adinda kikuk. Merasa tidak nyaman jika menyebut pacar.

"Pacar, ya?" tebak wanita itu dengan senyuman lembut, tidak ada nada nyinyir ataupun sok tahu, yang membuat Adinda akhirnya mengangguk.

"Sakitnya parah, kamu keliatan sedih gitu?"

Jika dalam kondisi hati yang baik, mungkin Adinda akan memilih pamit, daripada meladeni wanita yang mulai kepo dengan apa yang ia alami ini. Namun, keadaannya sedang sangat membingungkan, dan sepertinya Adinda perlu teman untuk sekadar berbagi cerita. Toh, wanita di sampingnya ini tidak ia kenal. Mungkin tidak masalah untuk sekadar berbagi resah.

"Sudah dua minggu koma, dan sampai sekarang belum sadar." Adinda memberikan sebuah senyuman, yang malah terlihat menyedihkan.

"Dan jika besok saya belum membayar tagihan, semua pengobatan akan dihentikan," bisik Adinda lagi dengan wajah sendu.

"Kenapa kamu yang menanggung? Memang keluarga tidak ada?"

Adinda menunjukkan senyum kecut, dan seharusnya ia berhenti saat itu juga. Bukan malah membeberkan apa yang terjadi. Entahlah, mungkin Adinda sudah terlalu lelah dan putus asa. Atau mungkin, karena sorot mata wanita ini tidak terlihat menghakimi.

"Kok ada ya keluarga kayak gitu? Ini kan menyangkut nyawa anak mereka? Apa mereka nggak mikir andai kamu nggak bisa bayar?" Adinda hanya tersenyum mendengar semua kalimat bernada marah itu. Ia merasa, seolah ibunya kini ada di sini untuk memberinya kekuatan.

"Makasih Tante, sudah mau mendengar curhatan saya," ujar Adinda dengan senyuman tulus. Jujur, hatinya mulai membaik, dan sepertinya ia memang harus menjual rumahnya untuk membayar tagihan rumah sakit.

"Kamu mau ke mana?" tanya wanita itu saat Adinda bangkit dari duduknya.

"Saya sepertinya sudah menemukan solusi masalah saya, Tante," jawab Adinda dengan senyum mengembang. Ia ingat salah satu tetangganya pernah menawar rumah peninggalan orangtuanya itu. Mungkin sekarang belum terlambat untuk menawarkannya.

"Boleh Tante tahu, apa itu?" Entah mengapa wanita itu merasa khawatir. Ia takut wanita muda di sampingnya ini melakukan hal nekad.

"Saya punya rumah peninggalan orang tua saya. Rasanya itu akan cukup untuk membayar tagihan rumah sakit. Lebihnya bisa saya pakai untuk menyewa kontrakan," jelas Adinda tanpa beban. Seolah memang itu jalan yang terbaik.

"Orangtua kamu sudah meninggal?" Dan saat anggukan kepala yang ia dapat sebagai jawaban, wanita itu merasakan kepedihan yang luar biasa.

"Saya permisi dulu ya, Tante. Mau nawarin ke tetangga saya. Waktu itu dia mau, siapa tahu masih berminat."

"Tunggu!" Namun, langkahnya terpaksa terhenti saat wanita dengan penampilan elegan itu menahan lengannya. "Siapa nama kamu?"

"Saya Adinda, Tante," jawab Adinda dengan wajah bingung.

"Kamu anak baik."

Adinda tersenyum manis saat mendengar pujian itu. "Terima kasih," bisiknya masih dengan raut bingung.

"Boleh Tante bantu kamu, Sayang?"

Kening Adinda mengerut bingung. "Maksud Tante?"

"Berapa tagihan rumah sakit?" tanya wanita itu sungguh-sungguh. Dan dengan wajah yang semakin bingung, Adinda pun menyebutkan nominal yang jumlahnya sangat besar. Namun, anehnya wanita itu tidak terlihat terkejut.

"Ayo kita ke resepsionis." Wanita itu menarik lengan Adinda, tapi Adinda menahan langkahnya.

"Tante ini maksudnya gimana? Saya nggak mau nyusahin Tante. Bahkan kita juga baru kenal."

Wanita itu tersenyum hangat. "Nama saya Marlina. Saya juga seorang ibu yang mempunyai anak. Mana saya tega setelah mendengar cerita kamu tadi?"

"Tapi Tante, itu jumlahnya nggak sedikit." Adinda merasa menyesal karena sudah menceritakan masalahnya pada orang asing. Sungguh, ia tidak berniat sampai ke arah sini.

"Tante tahu, dan Tante bisa bantu kamu," ujar Marlina dengan senyum lembut keibuan. Membuat Adinda semakin merasa bersalah. Wanita ini begitu baik, dan dia tidak boleh memanfaatkannya.

"Tapi Tan-"

"Kamu bisa anggap ini hutang, dan mencicilnya pelan-pelan," potong Marlina cepat.

Namun, Adinda menggeleng. "Saya hanya pelayan kafe, nggak akan bisa membayar hutang sebesar itu." Adinda mencoba untuk berpikir realistis.

"Kalau begitu, kamu bisa membayar dengan cara lain," ujar Marlina, kali ini ada sorot penuh harap yang terpancar dari mata itu. Hal yang sejak tadi tidak bisa mata Adinda tangkap, wanita ini kini seolah menunjukkan ruang rapuh yang terus disembunyikan.

"Apa itu Tante?" tanya Adinda, yang merasa trenyuh saat melihat mata wanita itu mulai berkaca-kaca.

"Menikahlah dengan anak saya." Mata Adinda pun melebar saat itu juga.

"Uang itu akan saya jadikan mahar, jadi kamu tidak perlu mengembalikannya."

Jantung Adinda pun perlahan berdetak cepat. Ada rasa takut, bingung, putus asa, yang kembali menyerangnya. Awalnya Adinda meminta waktu untuk berpikir, tapi nyatanya waktu tidak memihak padanya. Dan saat tetangga yang ia harap bisa menolong dengan membeli rumahnya ternyata baru saja membeli rumah di lokasi lain, maka Adinda tidak punya jalan keluar, selain menghubungi wanita itu.

"Oke, besok kita bertemu di rumah sakit dan saya akan melunasi semuanya."

"Tante, tolong buat surat perjanjian. Saya takut nantinya hati saya goyah," ujar Adinda yang merasa takut akan berbuat curang jika ada yang membuatnya tidak nyaman nanti.

"Baiklah, saya rasa saya memang tidak salah memilih. Kamu adalah orang yang tepat untuk menjadi pendamping anak saya."

Adinda hanya tersenyum tipis, menyerahkan kehidupannya di depan sana pada Tuhan. Semoga, semuanya berjalan lebih mudah dari yang ia duga.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Calli Laplume
4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Gairah Liar Dibalik Jilbab

Gairah Liar Dibalik Jilbab

Gemoy
5.0

Kami berdua beberapa saat terdiam sejanak , lalu kulihat arman membuka lilitan handuk di tubuhnya, dan handuk itu terjatuh kelantai, sehingga kini Arman telanjang bulat di depanku. ''bu sebenarnya arman telah bosan hanya olah raga jari saja, sebelum arman berangkat ke Jakarta meninggalkan ibu, arman ingin mencicipi tubuh ibu'' ucap anakku sambil mendorong tubuhku sehingga aku terjatuh di atas tempat tidur. ''bruuugs'' aku tejatuh di atas tempat tidur. lalu arman langsung menerkam tubuhku , laksana harimau menerkam mangsanya , dan mencium bibirku. aku pun berontak , sekuat tenaga aku berusaha melepaskan pelukan arman. ''arman jangan nak.....ini ibumu sayang'' ucapku tapi arman terus mencium bibirku. jangan di lakukan ini ibu nak...'' ucapku lagi . Aku memekik ketika tangan arman meremas kedua buah payudaraku, aku pun masih Aku merasakan jemarinya menekan selangkanganku, sementara itu tongkatnya arman sudah benar-benar tegak berdiri. ''Kayanya ibu sudah terangsang yaa''? dia menggodaku, berbisik di telinga. Aku menggeleng lemah, ''tidaaak....,Aahkk...., lepaskan ibu nak..., aaahk.....ooughs....., cukup sayang lepaskan ibu ini dosa nak...'' aku memohon tapi tak sungguh-sungguh berusaha menghentikan perbuatan yang di lakukan anakku terhadapku. ''Jangan nak... ibu mohon.... Tapi tak lama kemudian tiba-tiba arman memangut bibirku,meredam suaraku dengan memangut bibir merahku, menghisap dengan perlahan membuatku kaget sekaligus terbawa syahwatku semakin meningkat. Oh Tuhan... dia mencium bibirku, menghisap mulutku begitu lembut, aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya, Suamiku tak pernah melakukannya seenak ini, tapi dia... Aahkk... dia hanya anakku, tapi dia bisa membuatku merasa nyaman seperti ini, dan lagi............ Oohkk...oooohhkkk..... Tubuhku menggeliat! Kenapa dengan diriku ini, ciuman arman terasa begitu menyentuh, penuh perasaan dan sangat bergairah. "Aahkk... aaahhk,," Tangan itu, kumohooon jangan naik lagi, aku sudah tidak tahan lagi, Aahkk... hentikan, cairanku sudah keluar. Lidah arman anakku menari-nari, melakukan gerakan naik turun dan terkadang melingkar. Kemudian kurasakan lidahnya menyeruak masuk kedalam vaginaku, dan menari-nari di sana membuatku semakin tidak tahan. "Aaahkk... Nak....!"

My Doctor genius Wife

My Doctor genius Wife

Amoorra
4.8

Setelah menghabiskan malam dengan orang asing, Bella hamil. Dia tidak tahu siapa ayah dari anak itu hingga akhirnya dia melahirkan bayi dalam keadaan meninggal Di bawah intrik ibu dan saudara perempuannya, Bella dikirim ke rumah sakit jiwa. Lima tahun kemudian, adik perempuannya akan menikah dengan Tuan Muda dari keluarga terkenal dikota itu. Rumor yang beredar Pada hari dia lahir, dokter mendiagnosisnya bahwa dia tidak akan hidup lebih dari dua puluh tahun. Ibunya tidak tahan melihat Adiknya menikah dengan orang seperti itu dan memikirkan Bella, yang masih dikurung di rumah sakit jiwa. Dalam semalam, Bella dibawa keluar dari rumah sakit untuk menggantikan Shella dalam pernikahannya. Saat itu, skema melawannya hanya berhasil karena kombinasi faktor yang aneh, menyebabkan dia menderita. Dia akan kembali pada mereka semua! Semua orang mengira bahwa tindakannya berasal dari mentalitas pecundang dan penyakit mental yang dia derita, tetapi sedikit yang mereka tahu bahwa pernikahan ini akan menjadi pijakan yang kuat untuknya seperti Mars yang menabrak Bumi! Memanfaatkan keterampilannya yang brilian dalam bidang seni pengobatan, Bella Setiap orang yang menghinanya memakan kata-kata mereka sendiri. Dalam sekejap mata, identitasnya mengejutkan dunia saat masing-masing dari mereka terungkap. Ternyata dia cukup berharga untuk menyaingi suatu negara! "Jangan Berharap aku akan menceraikanmu" Axelthon merobek surat perjanjian yang diberikan Bella malam itu. "Tenang Suamiku, Aku masih menyimpan Salinan nya" Diterbitkan di platform lain juga dengan judul berbeda.

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Gavin
5.0

Suamiku, Banyu, dan aku adalah pasangan emas Jakarta. Tapi pernikahan sempurna kami adalah kebohongan, tanpa anak karena kondisi genetik langka yang katanya akan membunuh wanita mana pun yang mengandung bayinya. Ketika ayahnya yang sekarat menuntut seorang ahli waris, Banyu mengusulkan sebuah solusi: seorang ibu pengganti. Wanita yang dipilihnya, Arini, adalah versi diriku yang lebih muda dan lebih bersemangat. Tiba-tiba, Banyu selalu sibuk, menemaninya melalui "siklus bayi tabung yang sulit." Dia melewatkan hari ulang tahunku. Dia melupakan hari jadi pernikahan kami. Aku mencoba memercayainya, sampai aku mendengarnya di sebuah pesta. Dia mengaku kepada teman-temannya bahwa cintanya padaku adalah "koneksi yang dalam," tetapi dengan Arini, itu adalah "gairah" dan "bara api." Dia merencanakan pernikahan rahasia dengannya di Labuan Bajo, di vila yang sama yang dia janjikan padaku untuk hari jadi kami. Dia memberinya pernikahan, keluarga, kehidupan—semua hal yang tidak dia berikan padaku, menggunakan kebohongan tentang kondisi genetik yang mematikan sebagai alasannya. Pengkhianatan itu begitu total hingga terasa seperti sengatan fisik. Ketika dia pulang malam itu, berbohong tentang perjalanan bisnis, aku tersenyum dan memainkan peran sebagai istri yang penuh kasih. Dia tidak tahu aku telah mendengar semuanya. Dia tidak tahu bahwa saat dia merencanakan kehidupan barunya, aku sudah merencanakan pelarianku. Dan dia tentu tidak tahu aku baru saja menelepon sebuah layanan yang berspesialisasi dalam satu hal: membuat orang menghilang.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku