BUKAN KISAH SEMPURNA
baru beberapa bulan lalu menginjak usia duapuluh lima tahun. Ada beban yang seolah terangkat d
a tunggu
onsekuensi dari segala yang sudah ia dapat. Adinda tidak tahu jalan apa yang akan ia hadapi di depan sana nanti. Namun, ya
telah ini aku bakalan jarang nemenin kamu. Tapi aku janji bakal usahain untu datang setiap hari kok." Bibir tanpa pulasan
erapikan rambut keunguan yang catnya mulai memudar, lalu pergi sebelu
sedih yang kentara. "Dia selalu tersenyum ramah pada s
an sana sontak menoleh. Memberikan senyum lembut sebagai pe
aja." Marlina menghela napas, membetulkan kaca mata hitam yang bertengger di pangkal hid
gagal," ujar Marlina kembali. Adinda hanya diam mendengarkan,
yang Alvin tawarkan. Atau, mereka tidak akan tahan d
usup. Namun, saat tangan Marlina menggenggamnya, seolah tahu keresahan yang ad
ata hitamnya, dan tampaklah sorot putus asa seorang ibu yan
asan tangan Marlina dengan senyum tenang
rap Dinda akan tahan banting nanti." Wanita itu tersenyum lebar, ber
anita tepat yang akan bisa menolong Alvin." Secercah harap tampak tersorot di mata
bisik wanita itu dengan senyum yang semakin tampak man
isa. Dan, apa boleh t
mintaan yang belum tersebut itu. "Apa itu?" Adinda menunjukkan
uhkan hatinya." Marlina kembali menunjukkan binary harap di matanya. "
ikirkan hal ini sampai detik ia menandatangani surat kesepakatan mereka tadi. Sebelum akhirnya Marlina membay
an berjalannya waktu, Tante yak
embuat Alvin jatuh cinta kepadanya, demi melupakan sosok istri bernama Sofia. Lalu? Lalu setelah itu? Kenapa Adin
n dan kegamangan yang kini memnuhi kepala Adinda. Namun, w
arusnya seperti itu? Ia sudah menerima uang yang Marlina janjikan, dan tugasnya adalah membayar itu semua dengan syarat yang sudah Marlina be
harapan besar s
ntuk muncul. Yah, dia tidak mungkin m
da supirnya, lalu mobil itupu
sok itu terlihat ramah saat sedang berbicara dengan laki-laki yang tadi Marlina sebut klien per
i-laki itu. Meski Marlina sudah menyebutkan daftar kegiatan anak laki-lakinya yang sebenarny
ia di rumah. Tapi, beberapa hari ini dia lagi lembur terus soalnya ada ke
tidak sempat muncul di kepala Adinda, tent
dengan Alvin yang kini ada di kejauhan sana tentu saja berbeda. Jika awalnya Adinda pkir Alvin adalah laki-laki kolot yang mungki
andai saja bibir itu mau tersenyum. Penampilan rapi dengan kemeja yang digelung sampai ke siku itu tentu saja akan membuat wani
perhatikan itu menoleh ke arahnya. Jangan sampai ia memiliki
tu sesekali menyeruput kopi di hadapannya. Bisa Adinda lihat beberapa pelayan kafe yang sejak tadi mencuri pandang kea
dinda melebar saat sosok jangkung itu sudah berdiri menjulang di depannya
ri, seharusnya ia tidak melebarkan mata, karena dengan begitu Alvin akan dengan m
t kerja syaraf otaknya seolah lumpuh saat itu juga. Tidak sepatah katapun bisa ia uc
buang tenaga kamu itu, saya peringatkan untuk mundur." Alvin terlihat masih tenang, d
a dengan baik, segera berlari keluar mengejar so
tangan laki-laki itu mengepal, sebelum
" ujar Adinda dengan se
ang sukai. Dari senyum yang ia berikan itu, berapa wanit
ntuk melukai
k mengerut bingung.
saya tid
Ada waswas yang kini
-laki yang akan kamu dekati?" Alv
hati Adinda kian bertam
ah mengatakan itu, Alvin masuk ke dalam mobil. Meninggalkan A