Tante Sarah, janda muda berumur tiga puluh tahun yang baru saja bercerai karena di khianati suaminya, jatuh cinta kembali saat bertemu Jonas, pemuda yang umurnya sepuluh tahun lebih muda darinya. Dilema menghampiri hidupnya, di mana ia harus menghadapi nasib percintaannya yang penuh rintangan. Ingin pergi, tapi Joe sudah mengikat hatinya, ingin bertahan, tapi terlalu sulit. Bagaimana nasib percintaan Tante Sarah selanjutnya?
#part_1
#by: R.D.Lestari.
"Joe ... jangan," dengan degup jantung yang berdebar kencang, Tante Sarah menepis tangan Joe. Ia memeluk tubuhnya sendiri dengan menyilangkan kedua tangan di depan dada.
Joe semakin gemas melihat Tante dan sekilas benda yang menyembul di tengah-tengah handuknya.
"Tan ...,"
Duk!
Tubuh Tante di dorong pelan oleh Joe hingga mentok di dinding. Tante berusaha menghindar, tapi kalah kekuatan.
Tangan Joe mengunci di kiri dan kanan kepala Tante, menekan dinding, berikut tubuhnya yang hanya beberapa senti.
Wajah Joe meneleng dan menciumi leher Tante Sarah yang wangi. Nafsunya memuncak hingga celananya terasa sesak.
Ia menghirup wangi floral yang menguar dari tubuh seksi wanita berumur tiga puluh tahunan dengan perlahan.
Di luar, hujan masih turun dengan deras. Gemericik air terdengar bersahut-sahutan, sepi hanya ditemani dingin.
Tubuh Tante mulai gemetar, mendapati sentuhan-sentuhan dari pria muda yang beberapa hari ini memenuhi imajinasi liarnya.
"Ahhh," ia melenguh saat lidah Jonas mulai menjajaki daerah bawah lehernya.
"Joe ... jangan ...,"
"Kenapa, Tante ... bukankah nikmat?" Joe terus bermanuver, ia benar-benar gelap mata melihat kecantikan Tante Sarah. Tangan Tante yang sempat mendorong dada bidangnya, ia genggam kuat.
"Tante ...," Joe menarik wajahnya dan menatap wajah Tante dengan intens. Wajah putih itu memerah. Ia hendak menunduk, tapi jemari Joe menahannya.
"Joe ... kita ...,"
Cup!
Joe yang tak mampu lagi menahan gejolak dalam dadanya, begitu saja mendaratkan ciuman di bibir pink dengan lembutnya.
Awalnya, Tante Sarah menolak, tapi ... saat ia merasakan lembut dan wanginya bibir Jonas, Tante mulai terbuai, hingga tanpa sadar tangannya mulai menjelajah dada dan leher pemuda tampan itu.
Aroma Axe menguar dari tubuh tinggi milik Jonas. Pemuda itu semakin merekatkan tubuhnya. Tante yang juga sudah tak tahan dengan pesona Jonas, menarik tengkuk Jonas hingga ciuman itu terasa semakin dalam.
"Ah ... Tante ...," napas Jonas terengah saat ia melepas pagutan mesra itu.
Mata Tante Sarah yang semula terpejam kini mulai mengerjap. Entah setan apa yang merasukinya, Tante menarik Jonas masuk ke dalam kamarnya dan mendorong tubuh itu hingga terhempas di kasur miliknya.
Klek!
Tangannya menjelajah sakelar dan memadamkan lampu di kamarnya.
Remang-remang, hanya ada sedikit sinar dari lampu jalan diluar sana yang masuk di sela ventilasi rumah, Jonas melihat Tante yang melepas begitu saja handuk yang melekat.
Ia meneguk salivanya susah payah hingga rasa tercekat di kerongkongan.
"Ta ... Tante,"
Tubuh molek dan mulus itu meliuk-liuk mendekat padanya. Senyum yang membingkai bibirnya seolah berkata jika malam ini Jonas adalah miliknya.
Tante mulai naik di salah satu sisi ranjang dengan Jonas yang masih terbaring menatapnya penuh pesona.
"Joe ...," Jonas langsung menangkup wajah Tante dan mendaratkan ciuman penuh gairah di sana. Masih dalam posisi berciuman, ia tergesa melepas satu-persatu kancing kemeja, tentu dengan bantuan Tante Sarah.
Tante Sarah yang tak ingin kehilangan moment spesialnya mengangkat kaki dan duduk di kedua paha Jonas, hingga Jonas bisa lebih leluasa menciumi bibir seksi itu dengan buasnya.
Tante yang sudah tak tahan saat bibir Jonas meraup sisi sensitifnya itu berulang kali mengejang dengan desahan halus dari bibirnya.
Tangan Jonas amat lihai memanjakan tubuh mulus Tante yang sintal. Ia begitu kagum, bukan hanya terjaga keindahannya, tapi tubuh Tante Sarah memang amat berbeda dengan Sisil yang rata.
Tante semakin terbawa alur moment mesranya bersama Jonas, hingga ia lupa janji yang terucap dari lubuk hatinya.
"Arrgghh, Tante...," pemuda tampan itu mendesah saat bibir Tante mulai nakal bermain di bawah perutnya.
Pemuda itu menggelinjang. Otot-ototnya mengeras dan napasnya tertahan, menikmati permainan Tante Sarah yang semakin beringas.
Sesekali Tante menjejali bibir tipis Jonas dengan kecupan manja.
Jonas benar-benar terbuai dengan perlakuan Tante Sarah yang di ambang batas.
Jonas yang tak tahan membanting pelan tubuh sintal itu hingga kini Jonas merubah posisi.
Napas memburu seiring peluh yang mengucur. Desahan manja dari Tante Sarah yang berpadu dengan bunyi gemericik air di luar menambah energi Jonas untuk terus memacu.
Hingga teriakan kecil keluar dari mulut dua manusia berbeda generasi. Jonas terbaring dengan lemah setelah tubuhnya mengejang dan menggelinjang, sedang Tante Sarah langsung berbaring di dada bidang Jonas, napasnya pun terengah.
"Tante ... Aku baru pertama kali begini," desis Jonas sembari mencium pelan kening Tante Sarah.
Wanita dewasa itu memainkan dada Jonas dengan jarinya dan tersenyum manja, ada rasa bahagia yang menelisik di relung hatinya.
"Maksudmu ...," tanyanya sok bodoh. Jonas yang ditanya semakin salah tingkah dan menggigit bibirnya.
"Emh, ya, begini, Tan ...," jawabnya malu-malu.
"Dengan pacarmu...,"
"Cuma sebatas ciuman, itu saja,"
"Tan ... Jonas pulang, ya? sudah malam, Tan. Takut ketahuan," Jonas perlahan menggeser tubuhnya dan bangkit.
Sebelum ia memunguti pakaiannya, ia mengecup pelan pipi Tante dan berucap," terima kasih, Tante. Pengalaman ini tak akan Jonas lupakan,"
Malu-malu pemuda itu mulai memakai satu persatu pakaian yang tadi sempat terlempar di sembarang tempat.
Sedang Tante Sarah membalut tubuh sintalnya dengan selimut. Ia tersenyum penuh arti menatap kearah Jonas dengan bibir yang ia gigit, gemas melihat tingkah malu-malu pemuda yang mampu membawanya menuju puncak nikmat dunia yang lama tak ia rasakan.
Jonas sekali lagi mendekat kearah Tante dan mengecup pelan sekilas bibir ranum milik Tante Sarah. Ia membingkai wajah cantik itu sebelum meninggalkan tempat.
"Jangan jauhi Jonas lagi, Tante. Tante milik Jonas sekarang, cuma milik Jonas,"
****
Ckitttt!
Brak-bruk!
Klontang!
"Arggghh! Mama! berisik banget, sih! Jonas baru juga tidur!"
"Apaan, woy! Mama lagi ga di rumah!" sentak Kiki, kakak perempuanku yang wajahnya menyembul di muka pintu kamar. Wajah garangnya membuat nyaliku ciut.
"Kalau bukan Mama, siapa sih yang berisik," Aku mencebik. Kesal. Waktu tidurku terasa terganggu mendengar bunyi benda-benda yang bertubrukan.
"Tuh, ada tetangga sebelah yang baru pindahan. Loe tu makanya jangan begadang terus, Jon!"
"Ah, biasa la, Kak. Anak bujang, kalau malam minggu ya begadang,"
"Noh, bantu Mama, sana! kasihan tu tetangga baru, pindahan. Kayaknya ga punya keluarga,"
"Ah, Kak. Biarin aja lah," Aku memutar tubuhku malas.
"Dasar pemalas," sahut kakakku dan berlalu pergi.
***
Sebulan sebelumnya.
POV Jonas.
Perut mulai keroncongan, Aku terpaksa bangun dan melangkah menuju dapur.
Benar saja, Mama sudah siap masak dan kini makanan sudah tersedia di atas meja makan.
"Hei, jangan ambil yang itu. Itu untuk Mbak Sarah yang baru pindah. Ambil yang di piring besar, Bang," sergah Mama saat tanganku berniat mencomot satu bakwan jagung dari piring sedang.
"Mbak Sarah?"
"Kamu mesti manggil Tante, usianya sih beda tujuh tahunan lah dari Mama,"
"Tetangga baru, Ma?"
"Iya, janda. Baru aja cerai sama suaminya, katanya suaminya selingkuh," Mama berbicara sembari berbisik.
"Untung papamu jarang keluar rumah, kalau enggak, bisa naksir Dia. Tu janda cakep bener deh," puji Mama.
"Ah, Mama ... ga boleh suudzon gitu. Papa tu bukan tipe cowok genit," sanggahku.
"Oh, Iya, gimana kabar Sisil? pacarmu itu?" tanya Mama tiba-tiba.
"Sisil? sehat kok Mah, dia cuma lagi sibuk aja dengan kuliahnya,"
"Oh, syukur deh. Dia jarang ke sini,"
"Kan memang cewek ga boleh main ke rumah cowok terus, Mah. Takut jadi fitnah," paparku.
Mama cuma manggut-manggut.
"Nih, anter tempat Tante Sarah. Dia tadi ngasih Mama opor ayam," Mama menyodorkan bakwan di piring sedang padaku.
"Suruh Kak Kiki aja deh, Mah," protesku. Umurku sudah hampir mau masuk dua puluh tiga tapi Mama memperlakukan diriku sama seperti Teo, adikku yang berumur sepuluh tahun, sedangkan kakak perempuanku yang tahun depan akan menikah diperlakukan bak putri raja.
Hanya Aku dan Teo yang jadi pesuruh Mama. Kiki ga pernah. Mama memang ga adil.
"Kiki lagi mau pergi sama Wildan. Mau cari aksesoris katanya.Ini dah mepet. Tahun depan Dia mau nikah, jadi sudah harus bersiap-siap dari sekarang,"jelas Mama. Suara Mama terdengar lembut, sekarang, tapi jika Aku menolak, dipastikan suara lembut itu akan menjadi sebuah jeritan yang membuat gendang telinga pecah seketika.
"Iya, Ma, Jonas anter," dengan sedikit rasa terpaksa, Aku menarik piring yang berisi bakwan dan membawanya ke rumah Tante sebelah.
Hanya berjarak beberapa meter dari rumahku, Aku pun sampai dengan cepat.
Begitu tiba, kulihat pintu rumah tertutup rapat. Aku memanggilnya berulang kali, tapi tak ada sahutan.
Iseng-iseng, Aku berjalan ke arah samping dan melihat suasana amat sepi. Entah setan apa yang merasuki, netraku tertuju pada jendela yang ku tebak itu adalah jendela kamar si tante.
Baru saja ingin mendekat, ku dengar suara derit pintu. Jantungku berdegup kencang. Takut dikira maling dan membuat kehebohan, Aku melangkah cepat ke pintu depan dan kembali mengetuknya dengan pelan.
"Ya, sebentar," ku dengar sahutan dari dalam rumah. Tak lama terdengar derap langkah mendekat dan pintu mulai terbuka perlahan.
Seraut wajah cantik menyembul dari balik pintu. Wajah teduh yang sangat mempesona. Untuk sepersekian detik Aku terpana melihat parasnya.
"Iya? ada apa, ya?" suara lembut itu menyapa dengan sopan.
"Oh, ini Tante, dari Mama," sahutku sembari menyodorkan piring berisi bakwan tadi pada Tante manis.
"Mama? oh, iya, masuklah. Tunggu sebentar, Aku akan mencuci piringnya dulu sebelum Ku kembalikan,"
Tanpa menunggu jawaban dariku, Tante manis itu melenggang ke arah dapur dan membiarkan pintu terbuka lebar.
Benar kata Mama, Tante itu punya tubuh yang indah dan wajah yang amat rupawan.
Mataku mengedar ke segala arah. Rumah ini kecil tapi begitu rapi. Semua perabotan dominan ungu dan pink. Terkesan girly dan membuat nyaman siapapun yang singgah.
Wangi kue merebak dari dapur. Hidungku mengendus merasakan nikmatnya walau masih berupa aroma. Membuat perutku seketika keroncongan.
Tante cantik itu datang dari dapur dengan tergopoh-gopoh. Ia membawa dua piring kue yang sudah dipotongnya. Masih ada asap yang mengebul, pertanda kue baru saja matang.
"Ini buat Mama, dan ini buatmu," Tante Sarah menawariku sepiring kue yang dari bentuknya saja sudah mewakili rasanya. Kue berlapis dengan dominan warna merah.
"Ayo, cicipi red velvet buatan Tante," sembari tersenyum manis Ia duduk disampingku. Aroma kue dan wangi floral berpadu menjadi wangi yang amat memikat.
Apalagi saat Ia duduk, rok yang Ia kenakan sedikit tersibak dan memamerkan paha putihnya, membuatku menelan ludah susah payah.
Tanganku gemetar saat meraih sendok almunium yang ada disisi piring. Belum sempat Aku menyuap, tiba-tiba ...
Trangg!
Sendok itu jatuh. Baru saja Aku hendak mengambil, Tante dengan sigap mengambil sendok itu untukku, dan saat itu jugalah, kedua netraku menangkap pemandangan indah yang amat jarang Aku temui seumur hidup.
Belahan putih yang menyembul hampir separuh keluar, menampilkan kesan seksi. Montok, penuh dan berisi.
Untuk beberapa saat Aku terkesiap, tapi detik berikutnya Aku tersadar dan membuang pandangan ke sembarang arah.
Wanita di sampingku ini berbahaya. Untukku dan juga papaku. Bisa gawat jika lama-lama berdekatan dengan wanita ini.
"Te--terima kasih, Tante. Kalau begitu saya permisi," ujarku. Rasanya sangat sesak berada dekat dengannya. Aku sulit bernapas dan tekanan darahku menjadi rendah.
"Sama-sama, oh, ya, kamu siapa?" tanyanya. Matanya menatapku intens dari ujung kaki hingga ujung rambut, sembari menggigit bibir, Ia tampak sangat seksi.
"Sa--Saya Jonas, Tante," jawabku gugup.
Lagi, wanita cantik di hadapanku itu mengulum senyum tipis. Ia pun berdiri mensejajarkanku, hingga aroma floral seperti anggrek itu menguar dan menusuk indra penciumanku.
Susah payah Aku menggerakkan kaki dan melangkah meninggalkan rumah Si Tante. Sempat terhenti dan memutar tubuh, Tante Sarah kembali melempar senyum sembari melambaikan tangannya. Aku membalas dengan senyum tipis dan anggukan.
Gil*! posisi Sisil bisa saja terdepak dari hatiku jika begini jadinya. Nyesal! menyesal! tu Tante sepertinya pake susuk. Aku yakin itu. Kenapa setiap kata dari mulutnya seolah punya aura yang memikat. Bak magnet yang membuat hatiku tertarik untuk mengenalnya lebih jauh dan mendekat padanya. Tante Sarah ... please! jauh-jauh. Karena ... kamu sangat menggoda!
Buku lain oleh R.D.Lestari.
Selebihnya