Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
CINTA TERLARANG SANG MAFIA

CINTA TERLARANG SANG MAFIA

FRISKA.S

5.0
Komentar
501
Penayangan
5
Bab

Reno Chandrawinata, seorang CEO terkenal di Indonesia. Dia adalah seorang pria cassanova yang suka tidur dengan banyak wanita tanpa adanya ikatan. Menghapus semua kejahatan yang dilakukan oleh setiap orang yang menurutnya itu tidak pantas. Namanya Reno Chandrawinata. Seorang mafia kejam tidak ada ampun, namun hancur karena seorang kekasih yang dia cintai selama lima tahun yang lalu, namanya Frischial Ayuni. Berpisah karena dipaksa menikah oleh orang tuanya, dan tanpa keinginan dari hati mereka, takdir mempertemukan mereka kembali. Akankah cinta mereka bersatu setelah sekian lama berpisah? Bagaimana cara mereka untuk melewati setiap masa-masa sulit yang menjadi penghambat hubungan mereka?

Bab 1 Prolog

Seorang wanita berusia 27 tahun bernama Frischial Ayuni sedang berjalan di tengah kegelapan Kota Bandung. Dia dalam perjalanan pulang ke rumahnya.

Setelah beberapa menit berjalan, tiba-tiba dia melihat seorang gadis kecil yang sangat cantik, umurnya kira-kira dua belas tahun. Gadis tersebut tergeletak tak berdaya di dekat pemberhentian rel kereta api dari Bandung ke Batavia. Entah sudah berapa lama dia berada di situ. Frischial segera mendekati gadis kecil itu sebelum kereta api datang.

Kebetulan sekali kereta api belum datang hingga membuat gadis kecil itu tewas akibat landasan kereta api tersebut.

"Nak, Nak!" panggil Frischial sambil mengguncang-guncang tubuh gadis mungil itu, tetapi tidak ada respon. Frischial panik, dia ingin menelepon ambulans tetapi baterai ponselnya habis. Tak ada pilihan lagi, dia segera menggeser tubuh gadis itu dengan sekuat tenaganya agar terhindar dari rel kereta api yang sangat berbahaya itu.

Beruntung sekali gadis itu tidak terjadi sesuatu padanya. Mungkin saja dia sedang pingsan, sehingga tidak terjadi sesuatu padanya. Kalau saja tadi kereta api berjalan sebelum Frischial melihatnya, gadis kecil itu pasti sudah mati terinjak oleh landasan kereta api tersebut.

Mungkin itu sebuah takdir untuknya hidup. Kalau bukan sebuah takdir, lalu untuk apa lagi dia bisa bertahan hidup, dimana hidupnya saat itu sudah dalam bahaya sekali.

Akhirnya dia langsung membawa gadis kecil itu ke rumah sakit. Kebetulan pemberhentian rel kereta api tersebut lumayan dekat dengan rumah sakit. Frischial berlari-lari kecil sambil menggendong gadis kecil yang tak sadarkan diri itu.

Tak lama kemudian, mereka sampai di rumah sakit. Frischial langsung masuk ke bagian UGD, namun gadis mungil itu tetap saja belum bangun. Apa jangan-jangan dia tidak hanya pingsan saja. Setelah itu, gadis itu langsung diperiksa oleh dokter.

Setelah selesai pemeriksaan, Frischial bertanya kepada dokter yang memeriksa gadis tersebut.

"Dokter, bagaimana? Apa dia baik-baik saja?" tanya Frischial.

"Apa Anda ibu gadis ini?" tanya dokter itu.

"Bukan, saya menemukan gadis itu pingsan di pemberhentian rel kereta api. Saya tidak kenal dia," ucap Frischial.

"Kalau begitu harus segera melaporkannya ke polisi," jawab dokter itu.

"Apa dia baik-baik saja, Dok?" tanya Frischial khawatir.

"Tenang saja, dia hanya pingsan. Dia baik-baik saja. Karena dia belum sadar, dia lebih baik menginap di UGD terlebih dahulu. Biar saya bisa memeriksanya lagi ketika dia bangun," ucap dokter itu.

Frischial merasa lega.

"Terima kasih banyak, Dok," ucap wanita tersebut.

Dokter itu hanya tersenyum dan segera pergi. Frischial duduk di kursi sebelah ranjang gadis kecil tersebut, tetapi lama-kelamaan Frischial merasa ngantuk dan akhirnya tertidur di samping tepi ranjang gadis tersebut.

***

Beberapa jam kemudian, Frischial terbangun. Tiba-tiba ada suara seorang gadis kecil bertanya.

"Siapa? Kau siapa?"

Frischial kaget. Dia menatap gadis yang tadi pingsan, sekarang sudah terbangun.

"Kau sudah bangun? Kau tidak apa-apa?" tanya Frischial khawatir. Gadis itu hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Frischial segera memanggil dokter yang langsung memeriksa gadis tersebut.

"Ada yang sakit?" tanya dokter setelah memeriksanya secara keseluruhan.

Gadis itu menggelengkan kepala.

"Dia baik-baik saja," ucap sang dokter. Frischial semakin lega, tapi tiba-tiba gadis itu menanyakan sesuatu yang tak terduga.

"Permisi," panggil gadis itu dengan segera, tanpa harus menunggu dua orang tersebut untuk berhenti bicara dan membiarkan dirinya untuk bicara.

Frischial menjawab, "Ya? Ada apa, Sayang?"

"Apakah kalian mengenaliku? Siapa namaku?" tanya gadis itu. Seketika hening dan dokter segera memeriksanya lagi.

"Kau lupa namamu?" tanya dokter.

Gadis itu mengangguk.

"Apa kau ingat sesuatu tentang dirimu?" tanya dokter sekali lagi. Gadis itu menggelengkan kepala.

"Begitu aku mencoba mengingatnya kepalaku langsung sakit," ucap gadis itu. Dokter pun langsung memeriksanya secara lebih detail lagi. Frischial memutuskan menunggu di luar. Dia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah jam delapan pagi.

Setelah menunggu setelah sekian lama, akhirnya sang dokter keluar dari ruangan.

Frischial berdiri.

"Bagaimana, Dok?" tanya Frischial.

"Gadis itu sepertinya mengalami trauma yang luar biasa sehingga membuatnya hilang ingatan. Faktor lain yang membuatnya pingsan adalah karena dia memiliki darah rendah," jelas sang dokter.

Frischial terdiam. Dia merasa sedih mendengar nasib gadis itu. Kalau dia sampai lupa orang tuanya, artinya dia tidak dapat langsung menemukan orangtuanya. Mungkin bisa, akan tetapi akan memerlukan waktu yang cukup lama.

"Sepertinya gadis tersebut harus dititipkan ke panti asuhan terlebih dahulu, sampai dia menemukan orang tuanya," ucap sang dokter.

Frischial diam beberapa saat, dan akhirnya dia memutuskan sesuatu.

"Dokter, saya akan mengurusnya. Untuk sementara dia bisa tinggal di rumah saya," ucap Frischial, membuat dokter itu kaget.

Setelah keluar dari rumah sakit, Frischial membawa gadis itu ke rumahnya. Mereka pulang naik taksi. Di perjalanan Frischial memulai pembicaraan.

"Hai, namaku Frischial Ayuni. Mulai sekarang, kamu tinggal bersamaku sampai kita menemukan orangtuamu. Oke?" ucap Frischial.

"Bagaimana kalau aku tidak punya orangtua?" tanya gadis itu.

"Aku tidak tahu, tapi kita lihat saja nanti, oke? Kamu bis tinggal di rumahku selama kau mau," ucap Frischial.

"Terimakasih banyak. Kau begitu baik," ucap gadis itu.

Frischial tersenyum tulus.

"Ngomong-ngomong, kamu perlu nama. Karena kamu lupa namamu, jadi bagaimana kalau kau memilih namamu sendiri?" ucap Frischial.

"Aku tidak tahu. Menurutmu kira-kira apa yang cocok untukku?" tanya gadis itu.

"Hmm, bagaimana, ya? Kalau aku punya anak perempuan, aku ingin sekali memberi dia nama 'Laura Anna'. Kamu mungkin cocok dengan nama Laura Anna," ucap Frischial.

Gadis itu terdiam sejenak.

"Aku suka juga nama itu. Apa benar aku boleh memakai nama itu?" tanya gadis itu.

"Tentu saja," jawab Frischial tulus. "Oke, kalau begitu mulai sekarang namamu adalah Laura Anna," ucap Frischial.

"Terus, aku apakan nama itu setelah aku mengetahui siapa namaku?"

Frischial hanya tersenyum, dia tidak menyangka kalau gadis itu ternyata sangat polos. Dia begitu tertarik untuk selalu dekat dengannya. Untuk selalu menanyakan sesuatu yang bisa ditanyakan langsung Frischial pada gadis tersebut.

Meskipun gadis kecil itu hilang ingatan, tapi tidak menutup kemungkinan gadis itu akan diam terus-menerus. Maka dari itu, Frischial Ayuni lebih suka berbicara padanya sampai mereka nantinya sampai ke rumah Frischial.

"Kamu tidak perlu khawatir. Kamu bisa menggunakan namamu itu untuk keperluan apapun. Jika seseorang bertanya siapa namamu, kamu bisa memberitahukan dia bahwa namamu adalah Laura Anna. Kamu bisa paham apa maksudku?"

Gadis itu mengangguk. "Oke, aku akan bilang kepada orang lain seperti yang kamu bilang itu. Tapi, bagaimana kalau namaku itu tidak diterima saat aku melakukan pemeriksaan di rumah sakit lagi?" tanya gadis itu lugu.

"Hmm, kamu tidak perlu khawatir akan soal itu. Semua sudah aku atur. Kamu hanya perlu istirahat dan cepat sembuh, supaya di saat kamu sembuh, kita bisa bermain ke tempat-tempat yang bagus agar nantinya kamu bisa terhibur dengan itu."

Gadis itu membulatkan pandangannya. Dia tidak menyangka kalau wanita yang menolongnya itu ternyata adalah orang yang baik hati.

Jika dia nantinya sadar, dia akan membalas semua kebaikan yang dilakukan wanita itu.

Kruk, kruk...

Bunyi dari perut gadis itu.

"Kamu lapar?" tanya Frischial cepat. Dia tidak mungkin salah mendengar, bunyi cacing itu terdengar dari perut gadis itu. Perutnya tidak berbunyi, lalu perut siapa lagi kalau bukan dari perut Laura Anna, kalau sang sopir, itu sudah cukup jauh untuk menganggap bunyi cacing tersebut adalah bunyi cacing dari perut sang sopir.

"Iya, aku lapar. Aku ingin makan, apa kamu punya makanan untukku?"

Frischial mengatupkan bibirnya rapat-rapat, dia sendiri tidak punya makanan sedari tadi. Lalu dari mana dia akan bisa punya makanan sekarang?

"Maaf, aku tidak punya makanan. Gimana kalau kita pergi ke resto terdekat sini? Aku bisa membawamu ke sana. Apa kau mau?" ajak Frischial sembari menatap lekat wajah gadis itu dengan senyumnya yang manis.

"Baiklah. Aku mau kamu membawaku ke sana. Aku sangat lapar, aku sudah tidak bisa lagi untuk menolak," jawab gadis itu sembari memegangi perutnya yang kosong.

Dia lapar. Ya, tentu saja saat ini dia lapar. Setelah sekian satu hari dia terbaring di rumah sakit tanpa makan sedikitpun.

Tadinya, Frischial ingin menyuapi gadis kecil itu untuk makan, tapi gadis itu tidak suka makan bubur yang dibuatkan di

rumah sakit itu, karena rasanya yang hambar.

"Masih jauh?" tanya gadis itu. Dia sudah tidak sabar untuk segera sampai. Karena rasa laparnya sudah memaksanya untuk segera makan.

"Tunggu sebentar lagi, ya... soalnya tinggal tiga menit lagi, kita akan sampai kok. Jadi, sabar dulu, ya..."

Gadis itu pun mengangguk paham. Dia berusaha menekan perutnya untuk mengurangi sedikit rasa kram yang terjadi pada perutnya tersebut.

"Apa kamu sakit perut?" tanya Frischial langsung saat dia melihat gadis itu memegang pertengahan perutnya.

"Tidak. Aku hanya kelaparan. Mungkin gara-gara aku lapar, jadinya perutku jadi terasa kram begini. Apa masih lama lagi?" tanya gadis itu sambil melihat-lihat ke arah setiap jalanan yang mereka sudah lewati.

"Iya, tinggal semenit lagi kita akan sampai kok. Jadi, kamu akan makan akhirnya..."

"Syukurlah kalau kita akan sampai semenit lagi. Aku sudah tidak bisa menahannya, aku ingin sekali makan, mengisi perutku yang kosong ini."

"Iya, aku paham. Jangan khawatir, kita akan sampai juga nantinya."

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku