Dulu ketika aku gendut aku kamu buang dan kau ambil semua milikku. kini aku akan datang lagi dengan penampilan baru. dan kali ini pasti kamu akan menyesal.
Akulah Istri Gendutmu Dulu 1
Terlalu Bucin
"San, kenapa sih kamu itu percaya banget sama Ferdi?" Dita kembali mengulangi perkataannya itu, ya seperti sebuah penekanan.
"Ya karena dia itu adalah suamiku, Dita. Bukankah dalam suatu hubungan suami istri itu harus saling menanamkan rasa kepercayaan?" ucapku sambil tersenyum.
"Aduh Santi ... Tapi kamu itu telah dibohongi oleh Ferdi. Jangan terlalu percaya pada dia, dia itu telah bermain api di belakang kamu. Dia itu punya selingkuhan Santi, sudah banyak yang mengetahuinya dan sudah banyak juga kan yang mengatakan hal ini kepada kamu, tetapi kenapa sih kamu itu nggak percaya juga? Polos atau bucin sekali sih kamu itu, San?!"
Kali ini Dita lebih menekankan lagi perkataannya, sepertinya ada suara jengkel dari teman kerja kantorku dulu itu. Hari ini dia malah sudah meneleponku di pagi buta seperti sekarang ini, hanya untuk mengatakan jika suamiku sedang berselingkuh.
"Dita ... Aku kan sudah bilang sama kamu dari dulu jika aku ini memang sangat bucin pada Mas Ferdi. Karena apa? Karena dia pun sangat mencintaiku dan mau menerima aku apa adanya. Kamu tahu juga kan jika dia itu lelaki yang tampan rupawan, sedangkan lihatlah bentuk tubuhku satu tahun terakhir ini, nggak beda dengan truk gandeng? Nyatanya Mas Ferdi juga masih menerima dan tak pernah protes loh. Apa lagi selama lebih dari lima tahun aku juga kan belum bisa memberi dia seorang anak," ucapku yang masih terus membela suamiku itu.
"Kenapa kamu terus berpikiran seperti itu? Justru dia itu bersikap sok baik pada kamu, agar kamu tak mencium kebusukan yang dia lakukan. Aku dan yang lainnya sudah mengatakan yang sesungguhnya kepadamu, San. Itu semua karena kami sayang sama kamu, tetapi jika kamu masih saja tak percaya ya terserah saja. Saranku sih gunakan waktu sebaik mungkin sebelum semuanya terlambat. Wassalamu alaikum!"
Tanpa menunggu jawaban salam dariku, nyatanya Dita langsung mengakhiri panggilan itu. Bukan hanya Dita saja, tetapi beberapa teman dan tetangga serta karyawanku pun sudah sering mengatakan Hal ini. Tetapi ya itu tadi, aku memang tak bisa mempercayainya.
Eh tapi, apa salahnya juga jika saat ini aku menyelidiki semua kebenaran yang terjadi itu? Kurasa tak ada ruginya, toh jika hal itu tak benar, aku bahkan bisa menunjukkan pada mereka tentang tuduhan yang tak pantas itu.
Kebetulan sekali saat ini suamiku itu masih dalam perjalanan, sejak kemarin dia di luar kota untuk urusan bisnis. Tadi aku juga pun pamit untuk pergi ke pasar, tinggal sedikit lagi rencana hingga aku bisa menyelidiki tentang kesetiaan suamiku itu. Jadi sekarang aku pun akan mengirim chat pada Mas Ferdi, semoga saja saat ini rencanaku berhasil.
[Mas saat ini aku sudah berada di pasar, tetapi setelah ini boleh kan aku pergi main dulu ke rumah Dita? Kebetulan sekali ini kami bertemu di pasar.]
Ternyata saat ini Mas Ferdi langsung saja membuka chat dariku itu, dan nampak dia tengah mengetik. Kebetulan sekali! Padahal tadi dia bilang sedang menyetir mobil, tetapi kok perasaanku kini mengatakan jika dia sedang berbohong sih?
[Boleh banget dong, Dek. Kamu kan lama nih nggak ketemu sama sih Dita. Nanti kamu rencana pulang jam berapa? Biar aku jemput?] Balas Mas Ferdi instan.
[Terima kasih banyak ya, Mas. Kamu memang seorang suami yang baik. Iya nih Dita mau cerita banyak hal, sekalian nanti kami juga mau mencoba resep masakan baru. Paling pulang jam dua belas siang, nggak apa-apa kan?] Balasku ditambah dengan emoticon love.
Ku ketik pesan untuk suamiku sambil mulai bertindak, karena kurasa sebentar lagi dia pasti akan segera sampai ke rumah. Kebetulan sekali beberapa hari yang lalu aku membeli tiga buah kamera pengintai canggih. Rencananya sih aku memang ingin menaruh barang ini di pabrik, dan Mas Ferdi pun belum tahu jika aku memiliki kamera ini.
[Nggak apa-apa. Dek. Kamu itu juga butuh refreshing, aku paham sekali kok dengan hal itu. Nanti ku jemput pukul dua belas siang ya. Ini sebentar lagi juga aku mau sampai rumah, mau istirahat, capek banget rasanya. Nikmati harimu, Dek.] Mas Ferdi membalas dengan cepat.
[Baik, Mas. Oh iya tapi kamu belum sarapan loh. Apa aku pulang dulu sebentar dan mengantarkan sarapan untuk kamu, Mas?] Balasku lagi.
[Nggak perlu, Dek. Aku bisa kok beli. Pokoknya sekarang kamu langsung saja ke rumah Dita ya, nggak usah mampir pulang. Nanti pukul dua belas tepat pasti aku sudah sampai di sana.] Balasnya lagi.
[Oke deh Mas kalau begitu. Terima kasih ya.]
Entah kenapa kurasa Mas Ferdi sangat senang dengan kepergian aku dari rumah. Sampai dia sepetinya tak memperbolehkan sekali aku mampir ke rumah. Ya sudahlah, toh ini kan memang rencanaku. Semoga membuahkan hasil, dan tentu saja hasilnya harus negatif, agar aku bisa membungkam mulut orang lain yang selalu menjelekkan Mas Ferdi.
***
Akhirnya selesai juga aku meletakkan dua buah kamera pengintai di rumah tamu dan kamar kami. Dengan susah payah kucari tempat yang bisa mengambil gambar dengan tepat tentunya. Setelahnya Kuambil tas ransel kesayanganku, tujuannya tentu agar nanti Mas Ferdi yakin jika aku tak berada di rumah.
Tak lupa ku kunci pintu dan kembali masuk ke rumah melalui jendela dapur. Dan disinilah aku sekarang. Kamar tamu yang jarang sekali dibuka oleh Mas Ferdi, karena kuncinya ada di tanganku. Letaknya tepat bersebelahan dengan kamar utama kami.
"Aku akan buktikan pada semuanya jika Mas Ferdi bukanlah suami yang tukang selingkuh!" ucap geram sambil terus menatap layar ponselku.
"Enak saja mereka terus mengatakan jika Mas Ferdi itu menyurangi aku dari belakang. Dengan bukti rekaman dari kamera pengintai ini, aku pasti nanti bisa membungkam mulut mereka! Entah kenapa si mereka itu selalu mencampuri urusan rumah tanggaku? Padahal selama ini aku dan Mas Ferdi hidup amat bahagia kok! Apa jangan-jangan karena mereka itu merasa iri dengan semua kebahagiaanku ini Ya?" ucapku yang makin kesal saja.
Sudah sekitar sepuluh menit aku berada di sini, namun tak nampak ada yang masuk je dalam rumah.
"Mungkin saja Mas Ferdi sedang membeli sarapan, bukankah tadi dia bilang begitu? Saat ini aku harus terus berpikiran positif dulu pada dia. Dia kan seorang laki-laki yang baik dan setia!"
Ketika aku masih saja terus mengomel sendiri karena geram dengan aduan teman dan tetangga tentang keburukan Mas Ferdi. Nampak pintu depan ruang tamu pun terbuka, sungguh saat ini rasanya aku sangat berdebar, menunggu apa yang akan terjadi kali ini.
"Astaghfirullah aladzim!"
Bab 1 Terlalu Bucin
10/06/2022
Bab 2 Truk Gandeng
10/06/2022
Bab 3 Mereka Sungguh Keterlaluan
10/06/2022
Bab 4 Licik Sekali
10/06/2022
Bab 5 Salah
10/06/2022
Bab 6 Kacang Lupa Kulitnya
10/06/2022
Bab 7 Aku Tak Tahan Lagi
10/06/2022
Bab 8 Akulah Istri Gendutmu Dulu 8
10/06/2022
Bab 9 Akulah Istri Gendutmu Dulu 9
10/06/2022
Bab 10 Pov Author
10/06/2022