Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Obsesi Sang Pewaris Takhta

Obsesi Sang Pewaris Takhta

Rea Sheren

5.0
Komentar
44
Penayangan
3
Bab

Sebagai satu-satunya penyihir yang tersisa, Deni menyimpan dendam mendalam kepada bangsa manusia. Merekalah yang telah membantai kerajaan sihir hingga musnah tak bersisa. Berbekal cairan keabadian yang diwariskan raja terakhir kepadanya, Deni berniat membangun kembali kejayaan negeri sihir dan memusnahkan manusia. Namun, semua tidak berjalan jalan karena dirinya jatuh cinta kepada seorang gadis manusia bernama Dera. Akankah Deni mengikuti kata hatinya untuk memiliki Dera atau melanjutkan misinya memusnahkan bangsa manusia?

Bab 1 Pertemuan

Musik berdentum keras. Bau Alkohol menguar di seluruh ruangan bercampur asap rokok. Pasangan muda mudi bermesraan tanpa merasa malu ataupun canggung. Berciuman dan bercumbu di tengah keramaian, sudah menjadi hal yang lumrah di sini. Wanita penghibur dengan dandanan menor dan baju minim melenggang ke sana kemari untuk mencari mangsa.

Kelab malam ini tidak pernah sepi pengunjung. Setiap harinya selalu ramai karena memang ini adalah kelab malam pertama yang ada di kota ini dan satu-satunya. Yang datang ke tempat ini pun sudah pasti hanya kaum elit yang menginginkan pengakuan akan kebebasan, kesenangan dan kemajuan zaman.

Setelah penjajahan selama tiga setengah abad lamanya, kemerdekaan yang akhirnya bisa diperjuangkan oleh negara ini otomatis membutuhkan banyak sekali pemasukan untuk pembangunan demi kesejahteraan rakyat dan kelab ini memberikan pemasukan pajak yang cukup membantu pemerintah.

Di sudut ruangan, tepatnya di bangku khusus duduklah seorang pria muda yang terlihat bosan dan jengah. Ia menatap ke atas panggung kecil yang menampilkan penari striptis dengan pandangan sinis sambil sesekali menyesap minumannya. Sementara itu lima pengawal pribadinya berbaris rapi di belakang tempat dia duduk.

Pemuda itu tampan khas bangsawan dengan wajah putih pucat khas barat dengan rahang tegas dan hidung mancung yang semakin menambah pesonanya. Namun, sayang sekali aura yang ia pancarkan menunjukkan bahwa pribadinya tidaklah setampan wajahnya. Selain terlihat sinis, ia juga tidak banyak bicara dan tak ramah pada siapa pun.

Beberapa wanita penghibur pernah mencoba mendekati pria itu untuk sekedar menemani minum atau bahkan menawarkan tubuh mereka secara gratis, tapi pria muda itu hanya mendengus kasar, kemudian tanpa menoleh ia akan mengusir mereka semua hanya dengan satu kalimat telak yang membuat para wanita penghibur itu enggan untuk mendekatinya lagi. "Pergi atau menjadi piala bergilir para pengawalku!"

Deni Ryan, siapa yang tak kenal dengan nama itu. Seorang taipan muda yang cukup sukses dengan berbagai bisnis yang ia kuasai di negara yang masih carut marut ini. Ia mengambil banyak sekali keuntungan dari kekacauan yang masih saja terjadi sekalipun negara ini sudah memproklamirkan kemerdekaannya. Dengan banyaknya teror yang masih terjadi di beberapa wilayah di negara ini, ia membuka bisnis jasa pengawal pribadi, usaha perdagangan eksport import, perkebunan, termasuk dalam bidang kesehatan. Beberapa rumah sakit peninggalan bangsanya telah berhasil ia ambil alih untuk dikembangkan.

Selain dikenal akan bisnis yang dimiliki, sosok Deni juga dikenal sebagai seseorang yang berdarah dingin. Ia tak segan untuk melindas siapa pun yang menghalangi jalannya. Bahkan, menurut desas desus yang beredar, siapa saja yang berani mencoba untuk menyelidiki ataupun mencari tahu mengenai kehidupan pribadinya akan ditemukan tak bernyawa di depan rumah mereka keesokan harinya. Hingga kini tak ada lagi yang berani mengorek asal usul pemuda kaya raya itu. Deni Ryan tetap menjadi sosok misterius yang tak tersentuh oleh siapa pun termasuk para pekerjanya. Hanya beberapa orang kepercayaannya saja yang mungkin bisa mengetahui sedikit rahasia kelam dari seorang Deni Ryan.

Deni mengerutkan dahi dengan ekspresi seperti menahan rasa sakit kala mengingat kejadian buruk yang mengubah seluruh hidup dan masa depannya sampai detik ini.

Suasana masih gelap ketika ia baru saja keluar dari dalam hutan setelah berburu. Fajar belum menyingsing di ufuk timur, tapi cahaya kemerahan yang begitu terang menerpa matanya. Ia pun menghela kudanya agar melaju lebih cepat karena penasaran dengan cahaya itu. Benar saja, ketika ia sampai di gerbang ibu kota, pemandangan yang sangat mengerikan terhampar di hadapannya.

Negerinya luluh lantak dilahap api. Kerajaan yang dipimpin oleh ayahnya dimusnahkan dengan sangat kejam oleh manusia. Mereka menggunakan cara licik untuk membantai kaumnya. Di saat seluruh penduduk di kerajaannya lelap dalam buaian mimpi, para manusia itu datang menyerbu benteng pertahanan negeri sihir. Mereka berhasil menerobos berlapis-lapis perlindungan yang dipasang oleh ayahnya yang juga merupakan Raja Sihir bersama menteri pertahanan.

Sungguh tidak masuk akal manusia manusia itu bisa mengerti cara untuk meluruhkan berbagai mantra sihir yang mengelilingi negerinya. Namun, akhirnya dirinya berhasil mengetahui bahwa itu semua terjadi akibat ulah pamannya yang tidak puas dengan berbagai kebijakan raja. Dia bersekongkol dengan manusia untuk memusnahkan negeri sihir beserta seluruh rakyatnya dan berniat mendirikan kerajaan sihir baru dengan dia sebagai rajanya.

Beberapa tahun setelah kejadian itu, Deni berhasil melacak keberadaan sang paman dan membalaskan dendam orang tua dan juga seluruh kaum sihir.

Deni membuka matanya kembali dan memijat pangkal hidungnya untuk mengusir kenangan buruk masa lalu yang masih meninggalkan luka mendalam dalam hatinya sampai detik ini. Jika bukan karena mandat dari sang ayah, dirinya tidak akan pernah sudi hidup berdampingan dengan manusia. Selain para pekerjanya yang telah ia sumpah dan pastikan pengabdiannya, Deni sangat membenci makhluk bernama manusia sampai rasanya ingin membalaskan dendam orang tua dan juga kaumnya dengan cara memusnahkan manusia. Namun, dirinya tidak bisa melakukan itu karena takdir Tuhan masih terus berjalan. Kelak manusia-manusia itu akan musnah dengan sendirinya oleh kehancuran bumi dan seluruh kehidupan. Dirinya hanya perlu bersabar menunggu sampai saat itu tiba. Namun, selama waktu menunggu itu dia harus terus berada di antara kehidupan manusia untuk memastikan keamanan kekuatan sihir yang masih tersisa di bumi.

Deni mengerutkan dahi sambil memijat cuping hidungnya. Musik yang bising membuat kepalanya terasa semakin ingin meledak. Ia butuh untuk menjauhkan diri dari hingar bingar yang ada untuk menenangkan pikirannya.

Ia kemudian berdiri dan berjalan meninggalkan tempat duduknya, tangannya terangkat untuk memberi isyarat agar para pengawalnya tidak ikut menyertai. "Toilet," ujarnya parau.

Ia berjalan melewati lorong ke arah toilet khusus yang disediakan hanya untuk pemilik kelab dan tamu kehormatan di sini. Tentu saja pemilik kelab itu memberikan pelayanan yang istimewa padanya karena dia berhutang banyak padanya.

Deni mendesah pelan, suaranya menggema di lorong panjang yang lengang menuju ke arah toilet itu. Bosan dan lelah yang ia rasakan begitu mencekik karena kehidupan panjang yang tiada akhir, membuat dirinya terkadang ingin lari dari tanggung jawab yang dibebankan sang ayah padanya. Namun, nyatanya dirinya masih terikat oleh perjanjian kuno yang telah diwariskan secara turun temurun bahwa kedudukan seorang Raja yang telah tiada otomatis akan jatuh pada garis keturunannya yang sah dan Deni adalah putra satu-satunya sang Raja.

Di ujung lorong yang bercabang, ketika hendak berbelok ke arah lorong menuju toilet, Deni menangkap suara isak tangis dan meminta tolong seorang perempuan. Untuk ukuran pendengaran manusia, suara itu tak akan bisa ditangkap dengan baik, tapi berbeda dengan dirinya, suara sekecil apa pun bisa didengarnya dengan jelas sebagai kelebihan yang diterima keturunan Raja Sihir agar bisa lebih banyak mendengar isi hati dan pikiran rakyatnya.

Langkahnya seketika terhenti, kepalanya menyapu ke sekitar untuk memperkirakan arah datangnya suara.

"Tolong! Lepaskan, tolong." Suara itu begitu memelas dan menyayat hati, membuat Deni yang biasanya tidak suka ikut campur urusan manusia pun tergerak untuk mencari sumber suara.

"Hahaha, jangan munafik! Aku tau kau juga sangat menginginkan aku. Itulah kenapa kau mengikuti aku, bukan?"

Suara kasar seorang pria yang terdengar mengancam itu membuat insting Deni untuk melindungi perempuan sang pemilik suara itu muncul.

"Ti-tidak, saya ha-hanya tersesat."

"Semua wanita yang merayuku selalu memakai alasan itu. Ahhh, baumu harum sekali."

"Ti-tidak, tolong ja-jangan sentuh."

"Dasar munafik!"

Deni terkejut dan meradang, mendengar suara tamparan yang sampai ke telinganya dengan begitu keras. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan untuk memastikan tidak ada yang melihat sebelum menghilang dan muncul satu detik kemudian di ujung lorong, tepatnya di depan pintu yang bertuliskan 'Gudang'.

Matanya mengawasi sekitar untuk memastikan tidak ada orang sebelum jari telunjuknya terangkat ke arah lubang kunci, sementara bibirnya membisikkan mantra sihir. Sinar kekuningan meluncur dari jari telunjuknya, masuk ke dalam lubang kunci sampai kemudian terdengar bunyi 'klik' pelan.

Tanpa menunggu lama ia pun membuka pintu gudang dan menerobos masuk ke dalam. Pandangannya menyapu ke seluruh penjuru gudang dan berhenti di sudut dalam gudang, di samping tumpukan box anggur merah, di mana seorang laki-laki yang sepertinya sedang dalam kondisi mabuk sedang berusaha melucuti baju seorang gadis muda.

Pria itu sudah berhasil mengoyak baju atasan yang dikenakan sang gadis. Dia menoleh dengan wajah murka karena kesenangannya mendapat gangguan. Awalnya pria itu mengira bahwa yang membuka pintu gudang adalah para pekerja di kelab yang hendak mengambil stok minuman dari sana, tapi begitu melihat siapa yang datang, ia pun menjadi berang.

Dengan pandangan siap membunuh, dirinya menghadapi pria yang sudah berani menerobos masuk ke dalam gudang yang sudah jelas-jelas diberi keterangan 'Dilarang Masuk Selain Karyawan' di pintunya. Namun, sebelum dirinya menghajar pria dengan wajah pucat di hadapannya itu, ia merasakan kakinya terangkat dari lantai.

Awalnya dia berpikir sedang terjadi gempa, tapi begitu tubuhnya terangkat semakin tinggi ke atas hingga kepalanya menyentuh atap gudang, ia pun menjadi takut dan panik. Tangan dan kakinya menggelepar berusaha untuk turun. Akan tetapi upayanya tidak membuahkan hasil. Tubuhnya tetap melayang di udara hingga akhirnya ia pun merengek tanpa sadar, meminta agar segera diturunkan. Pria itu tidak menjawab permintaannya, tapi ia bisa merasakan tubuhnya turun sedikit karena kepalanya tidak lagi membentur atap gudang. Namun, saat dirinya baru saja menghela napas lega, ia merasakan tubuhnya turun dengan cepat kemudian menghantam lantai dengan keras dan tak sadarkan diri.

Deni tersenyum sinis menyaksikan sampah masyarakat itu terkapar di hadalannya. Dia seolah melupakan keberadaan gadis yang awalnya berniat ia tolong dan ketika menyadari kealpaannya, ia pun bergegas melayangkan pandang ke arah sang gadis. Dia harus ikut disingkirkan karena sudah terlalu banyak melihat dan itu bisa membahayakan eksistensinya.

Di sudut gudang, tepatnya di belakang tumpukan kotak kayu tempat menyimpan anggur, Deni melihat gadis itu sedang meringkuk ketakutan. Penampilannya berantakan dengan baju yang sudah koyak di beberapa bagian, pipi memar dan ujung bibir sedikit berdarah. Mata gadis itu membelalak lebar saat membalas tatapannya dan kejadian itu tiba-tiba saja terjadi. Dadanya tiba-tiba terasa nyeri seperti tertusuk oleh sesuatu. Dirinya belum pernah merasakan yang seperti itu sebelumnya.

Spontan Deni pun memegang dadanya sambil memejamkan mata, merasakan nyeri yang masih bertahan di sana. Kemudian ketika ia membuka mata dan kembali bertatapan dengan gadis itu, lututnya menjadi lemas. Ia jatuh berlutut tepat di hadapan sang gadis. Meski awalnya bingung dengan sensasi aneh yang menerpa dirinya, tapi Deni akhirnya paham bahwa mulai saat ini pusat dunianya telah berubah. Jika sebelum ini dirinya begitu berambisi untuk membangun kembali kerajaan sihirnya, saat ini semua ambisinya itu tidak lagi penting. Ia hanya butuh gadis itu menjadi miliknya dan hidup bersama dengannya, menemani eksistensi hidupnya.

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku