Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Sang Pewaris Pesantren

Sang Pewaris Pesantren

Teratai Biru

5.0
Komentar
427
Penayangan
11
Bab

Mafayzah adalah gadis istimewa yang mampu menempati kriteria gadis idaman di hati Gus Iqbal. Akan tetapi, rasa cinta dan kepercayaan Gus Iqbal seolah terpecah ketika mengetahui bahwa Mafayzah dengan tega menduakannya. Sejak saat itu, Gus Iqbal begitu sulit untuk membuka hati. Namun dengan berjalannya waktu, Neng Lia telah berhasil mengetuk hati Gus Iqbal dengan perangainya yang penuh ketaatan.

Bab 1 Tolonglah Aku

POV; Neng Lia

Kami mendengar suara kencang yang berada di utara parkiran, namun suara itu terdengar samar.

"Tolong!!!!!!!!!"

Keadaan disekitar kami yang begitu hening, semakin menguak jeritan itu.

Kami berdua mulai mengambil langkah untuk mendekat.

Semakin mendekat suara itu, terdengar seperti terbungkam oleh sesusatu.

Apa yang terjadi?

Syahna mengambil langkah mundur.

Namun yang terjadi pada diriku justru berbanding seratus oersen dengan yang dilakukan Syahna.

Aku malah semakin melangkah maju, maju dan terus maju.

Aku lihat, gerbang utama yang disana mulai tertutup. Hanya tertinggal gerbang didekatku ini yang terbuka.

Suara teriakan gadis, namun suara itu mengarah ke arah gudang tua yang sudah dikosongkan Madrasah saat aku lulus dibeberapa tahun lalu.

Merinding menerkamku, selimut keberanianku semakin menipis.

Mataku terbelalak ingin mengetahui apa yang sedang terjadi.

Badanku gemetaran yang mana tidak mampu disembunyikan lagi.

Haruskah aku membuka pintu yang berada didepanku ini yang tertutup namun masih ada cela yang terbuka?

"Syahna ... Ayo!!!!!!!!"

Aku membisik dari kejauhan.

Syahna malahan mengambil langkah semakin ke belakang.

Sementara aku mulai memegang daun pintu yang tertutup itu.

Ribuan dzikir kulantunkan, lalu terbukalah pintu itu.

"Astaghfirullah ...." aku bergumam lirih.

Ke dua mataku seketika terbelalak, melihat gadis yang pakaiannya hampir hancur keseluruhan.

Hijab pasmina yang acak-acakkan.

Mulut kecilnya terbungkam dengan solasi hitam yang besar. Badannya bagai lemah tanpa daya dan matanya memerah sembab sementara wajahnya memucat.

Gadis itu terbaring dengan lemah. Bersandar didekat kursi kayu yang kotor.

Aku mulai mendekat padanya, disini cukup gelap tanpa pelita lampu.

Hanya ada sinar mentari pagi yang masuk melalui celah-celah atap, yang terlapisi genteng kaca putih.

Ya allah, gadis itu menujukan benar-benar ketakutan, apa dia sedang disekap seseorang. Namun siapa? Siapa juga yang tega melakukan ini?

Aku mendekat dan semakin mendekat.

Ku lihat pintu dibelakangku masih terbuka lebar sehabis aku buka keseluruhan.

Disini tidak ada suara, melainkan suara nafas gadis ini yang semakin kencang saat aku mulai mendekati dan melepaskan ikatan tangannya.

"Ada apa denganmu, Dik?"

Aku memanggilnya adik. Meski Ia bukan adikku yang sesungguhnya.

Dia hanya gadis biasa pada umumnya.

Solasi hitam yang menutupi mulut kecilnya itu aku tarik, setelah beberapa raungan ketakutan yang keluar begitu saja dari mulutnya.

Aku tidak tahu apa yang dia katakan sebelum aku melepas solasi hitam itu.

"Mbak ... belakang, Mbak!!!!"

Aku menatap arah belakangku. Padahal aku belum seleseai melepas ikatan kakinya.

"Ya allah ...."

Aku bergeser cepat ke arah kiriku.

Ya tuhan, siapa pria in? Aku tercengang melihatnya.

Wajahnya seperti orang yang benar-benar tidak mengenal ajaran islam.

Tubuhnya bagai menujukan bahwa dia bukan pria baik-baik. Namun, kenapa bisa dimadrasah ini?

Aku binging harus mengarah mana, aku terus bergeser saat pria itu mencoba memegang tanganku.

Tangannya memang kosong, tidak membawa benda tajam, tidak membawa juga benda yang menakutkan.

"Allahu akbar ...."

Aku melempar segala apa yang ada disamping kananku.

Buku-buku tebal itu aku lempar, namun pria itu sering menangkis.

Ya tuhan, aku kenapa bisa berada diruangan ini? Kalau aku sebelumnya tau, ini ruangan yang tidak baik. Maka aku mungkin tidak akan pernah memasukinya.

Sandal pemberian papi kulempar ke arah wajahnya.

Namun pria itu malah makin mendekat dan ingin memegangku dengan tangan kotornya.

Namun aku tidak akan putus asa untuk slalu menangkisnya.

"Mbak ... cepat lari!!!!!!"

Gadis itu melempar empat buku tebal ke atas kepala pria itu, sehingga pria itu mengalami pusing tujuh kali lipat dari sebelumnya.

Aku terbangun,

Kulirik sejenak gadis dibelakangku dengan mataku yang mulai berkaca-kaca.

Serasa dihati aku tidak ingin meninggalkan gadis itu, namun bagaimana lagi? Kalau aku tetap disini habislah aku!

Lalu aku berlari dan terus berlari.

Pintu gudang aku tutup spontan, hingga keluarlah suara keras.

Semoga adik yang tadi ada dalam lindunganmu

"Tolong-tolong-tolong ... tolong-tolong!!!!!"

Sempat ku lirik Syahna, dia begitu sibuk ikut membantu berteriak keras ke arah ruangan yang ada didepannya.

Aku mulai mendengar suara dobrakan keras pintu gudang yang sempat aku tutup sebelum aku keluar.

Pria itu keluar, dan kulihat selisih lima belas langkah dariku.

Jauh dari sana, sekitar lima hingga tujuh karyawan guru berlari mengejar lelaki itu.

Ya tuhan selamatkan aku!

***

POV: Syahna

"Kamu anak mana nak?"

Ada seorang guru yang menghampiriku, sementara aku masih dirundung kecemasan.

Apakah marwah baik-baik saja?

Kalau saja Marwah tidak pergi ke gudang itu, mungkin tidak akan terjadi seperti ini.

"Saya anak MAN, Bu ...."

"Temanmu tadi ceritanya bagaimana? Kok sampai ke gudang gitu?"

Ibu guru berkacamata ini, menayaiku setelah menyuruhku duduk disampingnya.

"Tadi itu Marwah sama saya mendengar teriakan dari arah gudang, jadi Marwah ingin tahu suara itu, hingga masuk ke gudang!"

"Kamu tadi tidak ikut nemenin, waktu Marwahnya nglihat gudang?"

"Tidak berani, Bu ... jadi saya memilih diam di tempat, saat itu Marwah sudah masuk ke gudang, Bu!"

"Terus tadi waktu Marwah teriak minta tolong itu waktu sudah masuk apa habis keluar dari gudang?"

"Ya habis keluar dari gudang bu, terus saya juga iku teriak minta tolong di depan kantor ibu tadi!"

"Kok bisa ada kejadian seperti ini, kami guru karyawan madrasah sudah lama nggak ngatur gudang, semenjak gudang itu kami jadikan tempat penempatan buku perpustakaan yang sudah tidak muat ditaruh di laboratorium kimia"

"Oh gitu bu?"

***

POV; Neng Lia

Kakiku bagai tidak kuat lagi, namun lariku bertambah semakin kencang.

Aku tidak tahu arah tujuanku berlari, hingga aku melihat suatu gang.

Akupun masuk kedalam gang itu, meski aku tidak tau, itu gang mengarah kemana?

Aku kali ini hanya tahu, Jalanan ini begitu asing, tidak pernah aku kenal sebelumnya. Tidak pernah pula aku lewati, tidak pernah pula aku menginjak gang ini sebelumnya.

Jalanan ini kenapa begitu sepi? Tidak ada rumah-rumah yang bersinggah.

Namun agak jauh dari sana, kulihat pesisir laut merah yang luas. Dengan ombak yang menggulung legam.

"Tolong ... tolong!!!!!!"

Kecemasanku merajalela. Kekhawatiranku bertahta lebih tinggi dari sebelumnya.

Pria itu kenapa terus mengejarku? Apa salahku?

Aku berlari tanpa berhenti memperhatikan belakang. Hingga aku lupa memerhatikan depan.

"Brak, tiiiiiiiiiiin!"

Aku menabrak sesuatu yang keras, dan sesuatu itu barusan saja berhenti sedetik yang lalu. Dan mengeluarkan deruh suara yang keras merambat ketelingaku.

Aku berhenti.

Aku terengah-engah, menatap pemilik motor itu dengan kegagapan yang berkuasa disanding tanganku yang tidaklah sengaja hinggap dipunggung tangan kananya yang lekas mengerim motornya.

"Tolonglah aku!"

***

POV; Gus iqbal

"Ya allah ....

Klakson motorku tadinya tidak sengaja kepencet, hingga memunculkan suara yang keras digang ini.

Aku tidak tahu apa yang dilakukan gadis ini, tapi dari wajahnya sepertinya sempat kaget.

Gadis ini siapa? hampir saja aku tabrak.

Kulihat wajahnya begitu pucat pasi, penuh dalam ambang kecemasan.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Teratai Biru

Selebihnya

Buku serupa

Godaan Sang Mantan

Godaan Sang Mantan

Romantis

5.0

WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) "Ughh..." Marina melenguh sambil mencengkram pergelangan tangan Willem. "Sakit, Will." "Kamu mendesah barusan," bisik Willem. Marina menggigit bibirnya menahan senyum yang hendak terbit. Willem segera menegakkan punggungnya, menatap Marina dengan penuh cinta di bawah kendalinya. "Tapi sakit, jangan terlalu keras... ahhh," ucap Marina. Belum selesai ia berucap, tiba-tiba ia mendesah saat Willem menghentakkan pinggul dengan lembut. "Ahhh..." *** Seiring berjalannya waktu, Marina semakin yakin bahwa keputusannya untuk menghindari pertemuan dengan mantan kekasihnya, Willem Roberto, adalah langkah yang tepat. Luka yang dalam akibat keputusan Willem di masa lalu membuat Marina merasa hancur dan ditinggalkan begitu saja setelah ia menyerahkan segalanya kepadanya. Meski Marina berusaha sekuat tenaga untuk menjauhi Willem, takdir mempertemukan mereka kembali setelah tujuh tahun berpisah. Pertemuan ini tidak bisa dihindari, dan Marina pun merasa tergoda oleh pesona mantan kekasihnya. Walaupun hatinya masih terluka, Marina terbawa dalam nostalgia dan hangatnya kenangan masa lalu. Keduanya larut dalam kenangan manis dan berbagi momen intim di dalam kamar hotel. Willem terus menggoda Marina dengan daya tariknya yang memikat, membuat wanita itu sulit untuk menolaknya. Marina pun berada dalam kebimbangan, diantara kerinduan akan cinta yang dulu dan ketakutan akan luka yang mungkin kembali menghampirinya. Kisah cinta Marina dan Willem kembali terjalin, namun kali ini dipenuhi dengan ketidakpastian dan keragu-raguan. Marina harus segera memutuskan apakah ia akan terus terjebak dalam kenangan yang menyakitkan atau memilih untuk bangkit, memperbaiki diri, dan menempatkan kebahagiaannya di atas segalanya.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku