Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Diary Cinta Naelsa: Macaca Lova

Diary Cinta Naelsa: Macaca Lova

Niken Anggraini

5.0
Komentar
10
Penayangan
51
Bab

Naelsa menemukan diary lamanya. Ia terkejut saat membaca isinya. Kisah masa lalu yang penuh romantika. Termasuk tentang cinta monyet yang pernah ia alami pada teman sekelasnya. Sesuatu yang disebut oleh sahabatnya Myna dengan istilah Macaca Lova.

Bab 1 Diary Lama

Hasil bersih-bersih kamar hari ini aku menemukan benda-benda bersejarahku dari masa lalu. Salah satunya ya diary ini.

Yang kuingat diary itu aku beli di toko ATK dekat sekolahku. Itu diary memang sudah lama kuincar. Aku beli pakai uangku sendiri. Mau minta uang ke ibu buat beli tapi takut nggak dikasih. Soalnya aku baru aja masuk SMP. Uang ortuku pasti sudah banyak tersedot untuk biaya pendaftaran dan lain-lainnya. Akhirnya kuputuskan untuk membelinya dari hasil mengumpulkan uang jajanku selama dua minggu.

Dengan penasaran kubuka halaman pertama, Aku baca sebuah tulisan pendek. Mirip sebuah puisi. Sepertinya aku sedang menulis sepenggal puisi di lembar diaryku itu.

24 Juli 2000

Dear Diary

Ia begitu sempurna

Tak perlu sebuah kamera untuk menggambarkannya

Cukup aku memejamkan mata

Sosoknya akan tercipta dengan nyata

Mataku langsung terbelalak. Sebuah pertanyaan melintas tiba-tiba.

"Ini aku yang nulis?"

Aneh. Bisa-bisanya aku menulis kata seperti ini. Lebay banget. Biasanya aku tegas. Bahkan cenderung galak. Jauh dari kata puitis dan romantis. Masak orang galak nulis model beginian?

"Kenapa ada tulisan kayak gini ini di diaryku?"

Akhirnya aku membalik halaman berikutnya. Kembali aku menemukan tulisan menyerupai puisi lagi.

28 Juli 2000

Dear Diary

Dia kadang seperti magnet

Tapi kadang juga seperti pusat tata surya

Dan aku hanyalah satu dari sekian benda langit yang mengelilinginya

Mungkin dia tidak tahu itu

Dan mungkin nggak mau tahu

Bukan masalah buatku

Asal dia bisa tersenyum bahagia

Aku juga begitu...

Oh TIDAAAAAKKKK !!!

"Apa benar ini tulisanku?"

Dahiku mengernyit. Tangan kiriku menggaruk kepalaku. Aneh. Aku kenapa waktu itu? Sampai nulis kayak ginian. Kembali aku membuka halaman selanjutnya. Kubaca yang tertulis di situ.

31 Juli 2000

Dear Diary

Perlu listrik berkekuatan sekian ribu volt untuk membuat ia tersetrum menyukaiku

Ada banyak yang mengelilinginya

Sepertinya mereka juga menyukainya

Sama sepertiku

Entah siapa yang ia suka

Bukan aku sepertinya

Kali ini aku bergidik. Entah bergidik karena heran, takut, atau pun geli mendapati tulisanku di masa lampau itu. Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya pelan sembari berusaha mengingat kenapa aku dulu sampai menulis seperti ini.

Aku raih ponselku. Segera kutelepon Myna. Beruntung tak harus menunggu lama. Pada panggilan nada telepon ketiga sudah terdengar suara Myna yang mengucapkan salam. Kujawab salam itu dengan terburu-buru. Setelahnya aku memberondongnya dengan pertanyaan.

"Mey....aku ini alay, lebay, jablay nggak?"

"Apa?"

"Aku ini lho alay, lebay, jablay gitu nggak?"

"Iihhh apaan sih ini pertanyaannya. Iya jelas nggaklah,"

"Serius?"

"IYA.SUER!"

"Oh, syukurlah kalau gitu,"

Hening sesaat.

"Ada apa sih? Ada yang bilang kamu kayak gitu ya?"

"Nggak. Nggak ada,"

"Terus kenapa nanya kayak tadi?"

"Itu....aku habis menemukan diary lamaku. Aku ketakutan sendiri baca tulisan-tulisanku,"

Terdengar tawa Myna di seberang usai mendengar jawabanku.

"Kamu baca diary apa baca novel horor sih?"

"Ya diarylah Mey...kan udah kubilang tadi,"

"Terus horornya itu di mana? Masak diary aja horor sih?"

"Sumpah deh, Mey....ini tuh mengerikan Aku sampai mikir jangan-jangan aku kesurupan waktu nulis di diary ini,"

Kembali terdengar suara Myna.

"Emangnya isinya apaan sih? Jadi kepo. Bacain dong!"

Segera saja aku pungut diaryku. Dan beberapa detik kemudian aku membacakan tulisan-tulisan yang sudah kubaca sebelumnya tadi.

Dan suara tawa Myna kembali pecah mendengar apa yang aku bacakan itu. Aku jadi dongkol mendengarnya. Ah, menyebalkan.

"Iya. Alay, lebay, jablay ternyata. Hahaha,"

Jadi makin dongkol aku mendengar apa yang barusan dia katakan itu. Emang sih aku sendiri merasa aneh sama isi diaryku ini. Andai saja aku tak mengenali tulisanku sendiri, mungkin aku akan beranggapan kalau itu diary-nya si Myna yang tertinggal di rumahku terus aku simpan. Biasanya Myna suka gitu. Banyak benda-benda miliknya yang tertinggal di rumahku dan tak diambilnya lagi.

Tapi itu nggak mungkin. Selain itu tulisanku, yang menandakan itu jelas milikku, si Myna kan sahabatku waktu SMA. Jadi nggak mungkin itu diarynya. Aku belum mengenalnya waktu itu.

"Ini isi diarymu nyeritain si Cinta Monyetmu itu ya?"

"Iiihhh....kalau nyebut kata monyet jangan pakai penekanan kata dong. Kesel tahu dengernya,"

Terdengar Myna terkekeh-kekeh di seberang sana.

"Kan emang bener Cinta Monyet!"

Myna kembali menyebut kata monyet dengan penuh tekanan untuk meledek.

"Iihhh...pakai istilah lain dong!"

"Apaan? Cinta Gorila?"

"Iihhh...Gorila kan sodaraan sama monyet,"

Myna tertawa mendengar protesku.

"Jangan diprotes mulu dong! Ya udah. Kuganti aja jadi MACACA LOVA. Macaca itu monyet. Terus Lova ya cinta,"

"Kedengerannya enak nih. Boleh deh,"

Myna kembali tertawa.

"Ini cowok kayaknya cakep banget. Kalau nggak cakep nggak bakalan bikin kamu nulis kayak gini ini!"

"Iya. Emang cakep,"

"Di mana dia sekarang?"

"Nggak tahu. Aku aja baru ingat sekarang. Gara-gara buka diary ini jadi ingat pernah naksir dia. Coba kalau nggak nemuin diary ini. Ya lupa!"

"Cari gih!"

"Iihh....ngapain?"

"Ya kali aja dia masih jomblo sama kayak kamu,"

"Iihhh....apaan sih?!"

"Ya siapa tahu kalian jodoh!"

"Iihh...itu sama aja ngasih kamu kesempatan buat bikin ledekan baru,"

"Iya. CLBK. CINTA LAMA BELUM KELAR,"

Terdengar Myna terkekeh-kekeh. Buru-buru kuputus sambungan telepon. Males mendengar tawanya yang meledek itu. Kuletakan ponselku ke meja yang ada di sebelahku.

Kembali aku membuka diaryku itu. Membuka lembaran berikutnya. Membaca apa yang tertera di sana.

19 Agustus 2000

Dear Diary

Jika cinta diibaratkan sebuah lingkaran yang harus 360 °

Aku hanya menemukan 180 ° saja

Dan itu dari pihakku

Dari dia nggak aku temukan

Ini nggak adil

Dan nggak layak disebut sebuah cinta

Kembali aku bergidik. Tanganku yang tak memegang diary kembali menggaruk-garuk kepala. Meski kepalaku tak terasa gatal.

"Aku kesurupan kayaknya pas nulis ini,"

Aku mencoba menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskannya pelan-pelan. Mencoba mengingat cowok yang disebut-sebut di diary ini.

Dulu di kelasku memang ada cowok yang ganteng sih. Dia berkulit kuning. Hidungnya mancung. Bibirnya merah. Posturnya lumayan tinggi. Anaknya ramah. Seingatku, aku pernah satu kelompok sama dia. Entah di mata pelajaran apa. Yang kuingat lainnya adalah ekskul yang dia ikuti. Dia ikut ekskul basket. Terus yang naksir dia banyak. Aku salah satunya. Tapi masak iya aku senaksir itu?

25 Agustus 2000

Dear Diary

Aku bingung...

Aku sedih....

Tadi Devi teman sebangku Amara cerita

Irham udah jadian sama Amara

Pagiku bakalan nggak secerah sebelumnya

Cowok yang aku sukai sudah punya pacar

Selamat tinggal Irham....

Iya. Kalau baca tulisan-tulisan ini sih sepertinya aku memang naksir berat. Level dewa nih. Kalau nggak bucin abis ya nggak mungkin kan aku menulis kalimat-kalimat kayak gini di diaryku. Ya ampun. Memalukan. Untung aku nulisnya di diary. Jadi nggak ada yang tahu. Coba kalau sosmed sudah ramai kayak sekarang. Terus aku nulis ginian di sosmed? Huuufffttt....akan lebih memalukan lagi kalau tulisan kayak gini kutemukan di sosmedku. Bakal diketawain teman-temanku pastinya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Niken Anggraini

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku