Diary Cinta Naelsa: Macaca Lova
vembe
r D
lajaran
u tintan
rya meminjam
beriku
a itu b
yata
olpoi
n di masa itu mel
as sudah berkumpul sesuai kelompok masing-masing. Posisi kelompokku
tiap kami berkelompok di pelajaran Biologi. Bu Hariyati meminta kami membuka buku paket. Irham menyada
jem bolpo
ku bisa leluasa ngobrol dengan Su
inmu k
s tin
bawa ca
gg
menyerahkan bolpoin yang
ti yang ada di depan kelas. Irham juga su
ihat buku paket. Beberapa menit kemudian beliau meminta kami menca
pa nggak m
t. Dan melihat ke arah Bu Hariyati. Si
lompokku. Seisi kelas jadi ikut mel
a rusak, Bu,
gur Bu Hariyati tadi Irham. Terlihat
arang bolpoinnya,"
g untuk beb
an bolpoin atau beli bolpoin dulu sana! Kalau
mendikte lagi. Kami langsung sibuk mencatat. Aku serius mencatat. Nanti cat
dorkan buku catatanku. Dia pun secepatnya mencatat. Bu Hariyati menyuruh kami
erasi ya?" tanyaku ke Irh
ngan suara berbis
aku juga mau be
apa
aku sampai pinjem bolpoinnya Sur
t. Ia tersenyum beb
poinnya Surya.
ak. Kaget se
ati badan Irham dari arah belakang untuk menyentu
tanyaku pelan tapi ma
uk
u kasih ke aku kal
lan ada bolpoin ada di dekatku. Ya sudah
Dia sampai di suruh kel
juga t
tunya bolpoinmu. Kukira itu bolpoin cadangannya
mengga
gak tahu," imbuhku d
ters
bil aja," katanya sa
----------
vembe
r D
pelajaran
mengajar t
kut sa
it waktu bola voli-n
di bahan tertaw
kut yang menyerupai penyakit ngeri ketinggian gitu sih, cuma takut terhantam b
wa olahraga itu langs
gan saya pak!" teriak
ndre mau menunjukkan teknik melempar dan mengembalikan bola dengan betul. Kami membentuk f
tadi. Tapi bukan itu yang aku lakukan. Saat bola melayang ke arahku, aku malah jongkok sambil menutupi k
agi. Beliau memberikan pengarahan lagi. Be
e arahku, dan berharap aku bisa mengembalikan
aku tetap berdiri tegak, tangan siap memukul bola, hanya saja mataku tertutup rapat. Mungkin
buah suara terd
ola itu matanya harus m
ah tawa dari
si Irham. Ia berdiri di depanku. Aku menggerakkan
? Bola?" t
gangguk
tuh di depan Irham. Aku tak melih
mengukur bolanya akan jatuh dimana.
memuku
ahutnya
sepertinya menyerah untuk mengajariku memukul bola. Beliau sudah
am istirahat. Ada anak kelas 6 yang asyik main sepak bola. Salah satu menendang bola dengan keras. Yang jadi kiper tak sanggup menangkap bola itu. Bolanya
at, temanku itu berpostur tinggi besar jika dibandingkan aku saat itu. Pukulan bolanya keras mengenai punggungku. Aku terjerembab jatuh. Kembali gusiku berdarah karena pipiku menghantam tanah. Lutut kananku juga terantuk batu dengan keras. Ada rasa ngilu setelah