Zehan adalah seorang menantu dikeluarga Liu, di mata keluarga istrinya Zehan hanyalah sampah yang tidak berguna ia bahkan kerap menadapat hinaan padahal Zehan sendiri adalah keturunan keluarga Zhang yang sangat terkenal di dunia bisnis. Zehan di fitnah dan istrinya menceraikannya dan mengusirnya dari rumah. Siapa Sangka Zehan yang awalnya sampah tidak berguna itu berubah menjadi burung Phoenix. Sang mantan istri yang menyesal karena menceraikannya pun melihatnya turun dari mobil mewah dan kembali mengejarnya. "Zehan, aku masih tidak bisa melupakan percakapan yang aku lakukan denganmu." "Aku akan berada di sisimu. Lihatlah kemari, aku akan menyapamu dengan senyuman."
Di sebuah villa keluarga Liu, nampak gemerlap lampu menari-nari menerangi seisi ruangan yang sangat megah. Suara riuh obrolan terdengar di mana-mana. Hari ini adalah hari ulang tahun nenek yang ke 80 tahun.
Semenjak kakek meninggal nenek-lah yang bertanggung jawab dan mengambil alih semua urusan serta perusahaan keluarga Liu.
Para tamu undangan yang hadir adalah anak dan cucu nenek. Mereka semua membawa berbagai hadiah mahal yang bertujuan untuk mengambil hati wanita tua itu.
"Nenek, aku membawakan satu set perhiasan mutiara. Semoga nenek awet muda."
"Nek, ini adalah satu set peralatan teh yang sangat antik dan langka hanya ada 10 di dunia ini. Semoga nenek panjang umur."
"Kalian begitu baik. Nenek bahagia sekali karena kalian datang merayakan ulang ulang tahun nenek." Wajah nenek sumringah kala menghampiri semua anggota keluarganya.
"Zehan, apa itu hadiah untuk nenek?" Fengyi berkata dengan ekspresi yang mengejek.
Dua tahun lalu, Zhang Zehan di usir oleh keluarganya dan sekarang Zehan merupakan menantu di keluarga Liu. Annchi adalah istri Zehan, sedangkan Fengyi adalah saudara sepupunya Annchi .
Zehan berjalan, wajahnya yang lesu menatap tajam pada fengyi lalu berkata. "Iya. Ini hadiah yang aku bawa untuk nenek," jawab Zehan lembut.
"Hadiah yang kau beli pasti barang murahan, dan kau membelinya dari penjual yang menjualnya di emperan," gelak tawa itu memenuhi seisi ruangan.
"Aku membelinya si sebuah toko yang menjual souvenir yang ada di pusat kota." Zehan tetap berbicara dengan sopan dan lembut walau terus diejek oleh yang lainnya.
"Kau ini selalu saja omong besar. Padahal kau ini sangat miskin. Mana mungkin bisa beli hadiah di toko souvenir?" cibir Fengyi.
"Lihatlah perhiasan giok yang aku bawa untuk nenek itu setara dengan uang 1 milyar. orang seperti mu tidak mungkin pernah melihat uang sebanyak itu bukan?" Fengyi terus mencibir Zehan yang sedari tadi terdiam.
"Liu Fengyi, sudah cukup. Kamu tidak seharusnya bersikap seperti itu padanya. Kau punya uang dan itu urusanmu. Kau memberikan hadiah mahal juga bukan urusan kami. Jadi berhentilah!"
Zehan terpana saat Ancchi berusaha untuk membelanya saat sepupunya merendahkan dirinya. Ada senyum kecil tersirat di wajahnya.
"Berhenti? Annchi, aku bukannya berlagak di sini. Tapi aku tidak biasa membiarkan suami miskinmu mempermalukan nenek. Lihatlah, dia bahkan tidak menghargai hari bahagia nenek dengan berpakaian lusuh seperti itu.
Dia hanya pria miskin yang bisanya sembunyi di balik istri. Annchi apa kau tidak bisa memberi dia uang untuk beli hadiah yang bagus untuk nenek?" Fengyi terus mencibirAnnchi dan juga Zehan.
"Kau.." Annchi sangat marah. Wajahnya merah padam merasakan gejolak di dalam dadanya.
Di mata keluarga Liu. Annchi merupakan anggota keluarga yang selalu dipandang sebelah mata. Statusnya di perusahaan juga tak kalah memprihatinkan jabatannya begitu rendah dibanding saudaranya yang lain.
Keadaan ekonominya pun bisa di bilang pas-pas an. Jadi mana mungkin dia bisa membelikan hadiah mahal untuk nenek seperti yang dilakukan oleh saudaranya.
"Perkataan Fengyi ada benarnya. Bagaimana bisa dia memberikan kado murahan seperti itu pada nenek?"
"Dasar menantu tidak berguna. Miskin pula."
"Kamu juga keterlaluan Annchi sudah tahu suamimu bersalah masih saja membelanya."
***
Para tamu undangan yang hadir tertarik dengan keributan yang terjadi di sekitar nyonya besar Liu yang masih duduk tenang di kursinya. Banyak dari mereka yang mengolok-ngolok Zehan dan juga Annchi.
Zehan yang sedari tadi terdiam tiba-tiba saja bangkit ia menghampiri Fengyi dan menyentuh satu set perhiasan yang dipegang olehnya.
"Apa yang kau lakukan? Ini hadiah yang sangat mahal. Tanganmu yang kotor itu tidak pantas menyentuhnya." Fengyi bersikeras mendorong dengan kuat agar Zehan menyingkirkan tangannya.
"Aku rasa perhiasan ini palsu. Lihatlah dari warnanya saja sudah berbeda. Aku curiga barang yang kau beli untuk nenek hanyalah barang palsu."
Zehan memelototi Fengyi yang sudah terbakar oleh emosi seakan ingin menerkam dirinya.
"Sialan, kau tahu apa? Mana mungkin aku memberikan perhiasan palsu untuk nenek." Fengyi tidak mau kalah.
"ah, kau kira jika di umur nenek yang sekarang dia gak bisa bedain barang imitasi sama barang asli?" Zehan terus mencibir Fengyi hingga dia sendiri merasa tidak nyaman.
"Dasar sampah. Kau tahu apa? Jaga ucapanmu! Sampah sepertimu mana mengerti tentang perhiasan mahal seperti ini." Bantah Fengyi dengan keras.
"Zehan, berhentilah, kau memang tidak tahu tentang perhiasan itu. Lebih baik kamu diam. Jangan bersikap angkuh seperti ini."
"Lihatlah, Zhang Zehan benar-benar menyedihkan."
"Ya kau benar, tampangnya saja tidak meyakinkan bagaimana kita percaya dengan omongannya."
"Sampah sepertimu tidak layak berpesta bersama dengan kami."
"Image keluarga Liu hancur seperti ini karena kau seorang."
Kalimat hinaan datang bertubi-tubi menyerang Zehan bersamaan dengan Annchi .
Raut wajah nenek tampak suram. Cangkir teh di tangannya jatuh ke lantai menimbulkan bunyi yang nyaring hingga mengalihkan semua perhatian semua orang padanya.
"Zhang Zehan, apa kau tidak menghargai aku sebagai tetua di sini? Mengapa terus berdebat ketika kau tidak tahu tentang apa pun. Kau sungguh membuatku muak." Bentak nenek pada Zehan dengan lantang.
Semua orang bersorak atas tindakan nenek yang mempermalukan Zehan di khalayalk ramai.
"Nek. Yang di bawa Fengyi itu benar imitasi..." Zehan mencoba berargumen.
"Lancang kamu. Beraninya kau bicara seperti itu!"
Nenek memotong argument Zehan dan terus membentaknya. Melihat hal ini Annchi bergegas untuk menengahi mereka berdua.
"Nek, maafin Zehan. Dia tidak tahu dan mengerti tentang apa pun. Hari ini kan ulang tahun nenek sebaiknya nenek senang-senang. Dan sekali lagi aku sangat meminta maaf," Annchi berusaha membujuk nenek agar memaafkan Zehan.
"Zehan, cepat minta maaf pada Fengyi," perintah nenek.
Zehan memandang nenek dengan tatapan tajam, penuh kebencian di matanya. Dia tahu jika nenek melihat kualitas dari set perhiasaan yang di bawa Fengyi adalah imitasi. Tapi, dia melindungi cucu kesayangannya Fengyi dan memutarbalikkan fakta.
"Annchi dengarlah. Aku bahkan tidak salah kenapa harus minta maaf?"
Jawaban seperti itu membuat nenek naik pitam.
"Dasar tidak tahu diri. Di kasih hati malah minta jantung. Pergi Ku dari sini! Di keluarga Liu ini tidak membutuhkan sampah sepertimu!" bentak nenek sembari menunjuk wajah Zehan.
Zhang Zehan terdiam ketika mendengarnya. Dia tidak pernah menyangka jika nenek Liu mengusirnya dan bersikap seperti itu padanya. Dengan enggan Zehan melangkahkan kakinya meninggalkan villa.
"Zehan..." Annchi memanggil namanya dengan ragu. Ia berpikir apa seharusnya dia mengikuti Zehan keluar?
"Annchi jika kau berani melangkahkan kakimu dan mengikuti pria sampah itu. Aku tidak akan menganggapmu keluarga lagi," nenek terus menekan Annchi untuk tetap berada di dalam villa.
Annchi mematung ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh neneknya. Ia juga tak menyangka jika tetua keluarga Liu itu akan begitu kejam padanya.
"Annchi sebaiknya kau tinggal di sini. Jangan hiraukan aku," Zehan tersenyum lembut pada Annchi lalu meninggalkannya.
"Tangkap ini! Aku yakin kau tidak memiliki uang untuk ongkos pulang," Fengyi tertawa dengan begitu puas.
Fengyi melemparkan uang beberapa lembar kehadapan Zehan ia tampak puas dengan apa yang menimpa ipar sepupunya itu. Seluruh undangan begitu senang melihat Zehan diperlakukan semena-mena oleh keluarga istrinya.
Zehan mengatupkan rahangnya ada rasa marah kian mendesak di balik dadanya. Zehan berlalu tanpa berkata sepatah kata pun. Dia melangkahkan kakinya dengan mantap tanpa menoleh ke belakang.
Di pintu keluar Zehan menghentikan langkahnya. Di dalam saku celananya yang lusuh terasa getaran dari sebuah ponsel usangnya. Di layarnya terdapat sebuah pesan. Sembari mengerutkan keningnya ia pun melihat isi pesannya.
"Tuan muda, kepala keluarga Zhang meminta ada untuk pulang ke mansion."
Zehan menyipitkan kedua matanya.
"Pesan dari keluarga Zhang?"
Buku lain oleh Ranu Saban
Selebihnya