Dua tahun menikah dengan Arya, Aulia tak pernah benar-benar merasa dicintai. Bukan karena Arya pria yang buruk, melainkan karena hatinya selalu terikat pada sosok lain-Dinda, mantan istrinya yang dulu ia nikahi selama lima tahun. Meski telah bercerai, bayang-bayang Dinda masih menjadi bagian besar dalam hidup Arya. Aulia lelah. Bagaimana bisa ia terus memperjuangkan seseorang yang bahkan tak pernah meletakkannya sebagai prioritas? Hingga akhirnya, pernikahan mereka runtuh. Kini, setelah bercerai, Arya justru kembali mendekati Aulia, bersumpah bahwa ia ingin memperbaiki segalanya. Tapi apakah hati Aulia masih bisa menerima Arya? Atau ini hanya salah satu permainan abu-abu Arya yang lainnya?
Aulia duduk di sudut kafe kecil yang hangat, dengan sebuah cangkir kopi yang hampir dingin di hadapannya. Waktu terasa lambat, seolah setiap detik berlalu dengan berat. Matanya kosong, menatap permukaan kopi yang berwarna hitam pekat, namun tidak mampu mengusir kekosongan di dalam dirinya. Hatinya sudah terlalu lama terkoyak, seperti selembar kertas yang dipaksa disobek berulang kali, dan kini tinggal serpihan-serpihan yang sulit untuk disatukan lagi.
Dua bulan sudah berlalu sejak perceraian itu. Dua bulan yang memberikan Aulia sedikit ruang untuk bernafas, meski setiap malam ia masih terjaga, terjaga dari mimpi buruk yang terus menghantuinya. Mimpi yang sama: Arya, suaminya yang dulu, dan Dinda, mantan istri yang selalu menjadi bayangan tak terjangkau, berdiri berdampingan. Saling memandang, saling berbicara, saling tersenyum, sementara Aulia merasa seperti orang asing yang berdiri di sudut, tak pernah benar-benar ada di dunia mereka. Dan meskipun ia sudah bercerai, bayangan itu tidak pernah pergi.
"Aulia?"
Suara itu, lembut namun penuh tekanan, mengusik lamunannya. Aulia terkejut, tubuhnya langsung menegang. Ia tak perlu menoleh untuk tahu siapa yang baru saja memanggilnya. Hanya satu nama yang dapat membuatnya merasa cemas dan marah sekaligus: Arya.
Dengan hati yang berdegup kencang, Aulia mengangkat wajahnya perlahan. Di hadapannya berdiri Arya, mengenakan kemeja biru yang tampak pas di tubuhnya yang masih tegap. Namun kali ini, ada yang berbeda. Matanya lebih lelah, lebih gelap, dan ada kerut di dahinya yang menunjukkan betapa banyaknya pikiran yang mengganggu benaknya. Tak ada senyum di wajahnya, hanya ekspresi serius yang entah bagaimana membuat Aulia merasa semakin tidak nyaman.
"Arya," ucap Aulia, berusaha menahan getaran yang mulai menjalar di suaranya. Ia merasakan ada rasa sakit yang terpendam, namun ia tak ingin menunjukkannya. "Apa yang kau lakukan di sini?"
Arya menarik kursi di depannya tanpa meminta izin, duduk dengan sikap yang mencoba terlihat tenang. Namun Aulia tahu, ada sesuatu yang berbeda. Pria itu terlihat lebih rapuh, lebih memerlukan.
"Aulia, aku ingin bicara," kata Arya, nadanya rendah, hampir seperti permohonan.
Aulia mengalihkan pandangannya ke luar jendela, mencoba untuk menenangkan hatinya. "Untuk apa? Kita sudah tidak ada apa-apa lagi, Arya. Semua sudah selesai." Suaranya terdengar datar, meski hatinya berteriak sebaliknya. Bagaimana mungkin ia bisa berpura-pura tidak merasa apa-apa setelah dua tahun menikah dengan pria ini, setelah dua tahun merasa seperti bayangan dalam hidupnya?
"Aku tahu aku salah," kata Arya, suaranya terasa begitu dalam dan penuh penyesalan. "Aku tahu aku... aku telah mengabaikanmu, Aulia. Dan aku sangat menyesal."
Aulia menahan napas. Kata-kata itu terdengar familiar. Seperti mantra yang sudah terlalu sering ia dengar, tapi tak pernah benar-benar ia rasakan. Setiap kata itu terucap, namun tak pernah menyembuhkan luka yang semakin dalam. Ia hanya bisa memandang Arya dengan tatapan kosong. "Kau menyesal?" ucapnya pelan. "Kau menyesal karena kita berakhir? Atau karena kau kehilangan seseorang yang selalu ada untukmu, sementara yang kau inginkan sebenarnya adalah Dinda?"
Arya menundukkan kepala. "Aulia... aku tahu aku sudah membuat kesalahan besar. Aku terlalu lama terjebak di masa lalu. Aku belum siap melepas Dinda, dan aku menyakitimu, aku tahu itu."
Aulia tertawa pahit. "Masa lalu? Kau pikir aku ini apa, Arya? Apa aku hanya tempatmu berlabuh sementara, sampai kau selesai dengan bayangan masa lalumu?" Pertanyaan itu seperti pisau yang tajam, melukai tanpa ampun. "Aku selalu tahu, sejak awal, bahwa aku bukan pilihan utamamu. Dinda selalu lebih penting, dan aku hanya menjadi pengalih perhatian, seseorang yang ada di sana untuk mengisi kekosongan."
"Aulia, itu tidak benar!" Arya hampir berteriak, dan Aulia melihat matanya mulai berkaca-kaca. "Aku mencintaimu! Aku hanya... aku tidak tahu bagaimana caranya untuk menghapus Dinda dari pikiranku. Aku tidak tahu bagaimana caranya untuk mencintaimu sepenuhnya saat hatiku masih terikat pada masa lalu. Tapi aku sudah melupakan semuanya. Aku ingin memperbaiki segalanya. Aku ingin kita kembali bersama."
Seketika itu, Aulia merasa seperti dunia sekitarnya berputar begitu cepat. Kata-kata itu, permohonan itu, terdengar seperti kebohongan yang sudah terlalu sering didengar, tetapi kali ini, entah kenapa, terasa sangat nyata. "Kembali bersama?" ucapnya dengan suara yang nyaris tidak terdengar. "Setelah semuanya, kau datang dengan kata-kata itu? Kau pikir aku bisa begitu saja melupakan semua rasa sakit yang kau berikan? Kau pikir aku bisa menerima semua itu begitu saja?"
Arya terdiam. Ia menggigit bibirnya, mencoba menahan tangis yang sudah semakin dekat. "Aku tidak bisa mengubah apa yang telah terjadi. Aku tahu itu. Aku hanya ingin kesempatan kedua, Aulia. Tolong beri aku kesempatan untuk membuktikan bahwa aku bisa lebih baik. Aku... aku mencintaimu."
Aulia merasa seolah-olah seluruh tubuhnya terhimpit oleh kata-kata itu. "Kau mencintaiku?" tanya Aulia, menatap Arya dengan mata yang mulai memerah. "Kau mencintaiku? Di saat aku merasa seperti bayangan dalam hidupmu? Saat kau selalu memprioritaskan Dinda? Kau baru sadar itu sekarang?"
Arya mengangguk, tetapi Aulia tidak bisa melihat lebih jauh. Ia merasa hatinya seperti teriris-iris. Ia tahu, mungkin ia tak akan pernah benar-benar bisa melepaskan Arya, meskipun ia ingin sekali. Mungkin ia akan selalu mencintainya, bahkan setelah semua yang telah terjadi. Tapi satu hal yang pasti, Aulia tidak bisa hidup dalam bayang-bayang. Ia tidak bisa mencintai seseorang yang tidak pernah benar-benar menghargainya.
"Aku tidak bisa, Arya," jawab Aulia, suara itu terdengar begitu lelah dan putus asa. "Aku sudah terlalu terluka. Aku tidak bisa kembali, dan aku tidak bisa memaafkan semua yang telah terjadi. Aku bukan pilihan kedua, dan aku tidak akan pernah bisa menjadi itu."
Arya menatapnya, matanya penuh dengan harapan yang semakin memudar. Tapi Aulia sudah membuat keputusan. Ia sudah cukup merasakan sakit itu. Kini, waktunya untuk pergi, untuk menutup bab ini dalam hidupnya.
Dengan satu tarikan napas panjang, Aulia berdiri dari kursinya, meninggalkan Arya yang masih terdiam di tempatnya. Langkahnya tegap, meski hatinya hancur. Saat pintu kafe itu tertutup di belakangnya, ia merasa sedikit lebih bebas, meski rasa sakit itu masih akan terus ada.
Namun satu hal yang pasti: ia tidak akan kembali menjadi bayangan dalam hidup seseorang yang tak pernah benar-benar melihatnya.
Bab 1 Waktu terasa lambat
15/01/2025
Bab 2 Aulia merasa seolah dunia ini telah membeku
15/01/2025
Bab 3 Meski hatinya masih tercabik-cabik
15/01/2025
Bab 4 semua kenangan yang ia coba tinggalkan begitu saja
15/01/2025
Bab 5 Dalam keheningan malam yang pekat
15/01/2025
Bab 6 melanjutkan hidup tanpa dia
15/01/2025
Bab 7 Arya mencoba untuk mendekatinya
15/01/2025
Bab 8 apakah aku hanya takut melangkah sendirian
15/01/2025
Bab 9 Rasa rindu yang muncul kembali
15/01/2025
Bab 10 Bagaimana bisa seseorang yang begitu dalam melukai hatinya
15/01/2025
Bab 11 apakah ia sudah cukup kuat untuk melakukan itu
15/01/2025
Bab 12 menanggung rasa sakit
15/01/2025
Bab 13 Aulia merasa ada sedikit harapan yang muncul di hati
15/01/2025
Bab 14 setelah berhari-hari tidak berhubungan langsung,
15/01/2025
Bab 15 mungkin banyak lagi tantangan yang akan mereka hadap
15/01/2025
Bab 16 seakan-akan menjadi pertempuran batin yang tiada henti
15/01/2025
Bab 17 Bagaimana jika semuanya hanya sementara
15/01/2025
Bab 18 ada secercah harapan yang muncul di dalam dirinya
15/01/2025
Bab 19 Arya berusaha keras untuk memperbaiki semuanya
15/01/2025
Bab 20 menghapus masa lalu
15/01/2025
Bab 21 Perasaan itu menggerogoti Aulia setiap kali ia bersama Arya
15/01/2025
Bab 22 ketika Aulia membuka mata
15/01/2025
Bab 23 awal dari sesuatu yang baru
15/01/2025
Bab 24 mengabaikan dunia di bawahnya
15/01/2025
Bab 25 Aku ingin percaya,
15/01/2025
Bab 26 menutupi rasa haru yang mendalam di hatinya
15/01/2025
Bab 27 melihat Aulia berdiri termenung
15/01/2025
Bab 28 meskipun tidak sempurna
15/01/2025
Bab 29 Langkah Kecil Menuju Kepercayaan
15/01/2025
Bab 30 Menyambut Cinta dengan Ragu
15/01/2025
Buku lain oleh Rina Meilina
Selebihnya