Bramantyo, seorang manajer hotel tampan dan ramah. Ia tidak mengetahui jika dirinya mengidap penyakit OCD. Dia mencintai Diana, anak pimpinan perusahaan tempatnya bekerja dulu. Diana pun mempunyai perasaan yang sama hingga ia nekat mencari tahu dimana Bramantyo bekerja saat ini dan ia pun menemukannya. Namun sayang, Bramantyo ternyata tak mengingat dirinya. Diana pun berencana untuk mendekati Bramantyo dan membuatnya jatuh cinta. Berhasilkah Diana? Lalu, bagaimana dengan penyakit mental yang diderita oleh Bramantyo?
Seorang pria muda berjalan dengan langkah tegap memasuki ruangan besar yang terletak di ujung lorong lantai paling atas sebuah gedung tinggi. Di tangannya ada sebuah tongkat panjang berukuran cukup besar. Kira-kira sebesar alat penumbuk padi di sawah lebih kecil sedikit.
Pria muda itu berjalan mengendap-endap saat masuk ke dalam ruangan. Suasana tenang langsung menyapa indera penglihatannya. Matanya memindai isi ruangan hendak mencari apa yang tersembunyi di dalamnya.
Ia terus berjalan hingga ke belakang sebuah meja dengan kursi kebesaran milik seorang petinggi yang menghadap ke arah tembok besar dengan jendela kaca di sebelahnya.
Tenang berjalan ia perlahan menundukkan kepalanya. Ia terus menunduk hingga matanya sejajar dengan kaki meja. Suara berisik membuyarkan konsentrasinya. Matanya secara refleks melirik ke arah asal suara tadi.
Detik berikutnya, mata pria muda itu mendelik melihat sesuatu yang mengeluarkan bunyi tadi. Bibirnya menganga lebar dan raut wajahnya menunjukkan ketakutan.
Lalu ia berteriak.
"Mati kau, mati kau!!"
Pria muda itu terus berteriak sambil mengayunkan tongkat yang dibawanya. Suara berisik tadi semakin menjadi hingga akhirnya suara itu hilang berganti dengan suara cicitan kecil tanda kekalahan.
"Huft. Untung saja."
Pria muda itu mengambil plastik hitam di dalam kantung celananya yang sudah ia siapkan sebelumnya. Perlahan ia memasukkan si makhluk pembuat suara berisik tadi ke dalam plastik hitam tersebut. Wajahnya terlihat lega dan senyumnya mengembang sempurna.
Namun, senyuman itu perlahan sirna saat seseorang yang tak diinginkan masuk ke dalam ruangan dan menatap pria muda itu dengan tatapan aneh. Matanya berfokus pada plastik hitam dan tongkat di tangannya.
"I-itu apa?" tunjuknya. Pria muda itu memamerkan plastik hitam itu dan menggoyangkannya tepat di depan wajah si tamu tak diundang itu.
"Ini? Hanya sebuah nyawa yang tak berguna. Untung saja dia mati di tanganku," ucap pria muda itu sambil berjalan gagah meninggalkan si tamu.
"Maksudmu, itu adalah-" orang itu memekik. Pria muda itu berbalik dan menaruh telunjuknya di bibir.
"Diam, atau kau jadi korban selanjutnya."
Pria muda itu pergi meninggalkan ruangan dengan siulan merdu dari bibirnya. Terlihat tak ada beban sama sekali bahkan sempat menoleh dan mengedipkan matanya pada tamu yang masih berdiri di dalam ruangan. Tamu itu bergidik ngeri melihat si pria muda, rasanya ingin sekali melemparkan bogeman ke arah wajahnya.
"Siapa orang itu?" gumam si tamu.
***
"Seharusnya ruangan tempat aku bekerja dibersihkan serta disterilkan dari hama pengganggu. Bagaimana jadinya jika ruangan itu terdapat hewan pengerat yang bisa menghancurkan ruangan?" ujar Hutama, pria tampan yang baru saja menduduki jabatan sebagai manajer sebuah hotel terkenal di kota Bandung.
Dengan santainya ia duduk di atas kursi kebesarannya sambil menyeruput nikmatnya secangkir kopi hitam dengan gula cair yang rasanya cukup manis untuk sebuah kopi.
Di depannya ada dua orang bawahannya yang sudah ia percayai membantunya selama bekerja di hotel mewah tersebut. Keduanya cukup mumpuni sebagai seorang bawahan dengan titel sarjana perhotelan dan pariwisata. Apalagi, keduanya mempunyai pengalaman melayani manajer dengan banyak mau seperti dirinya.
"Pak, kami selalu berusaha merapikan ruangan dan membasmi hama. Apakah bapak melihatnya sendiri atau-"
"Kamu pikir saya pembual?" manajer muda itu menggebrak meja hingga kedua bawahannya kaget. Satu orang hampir saja terjungkal ke belakang jika tidak dibantu oleh temannya.
"T-tidak pak. Bapak orang yang baik hati, ramah dan tidak sombong. Hari ini, jadwal bapak untuk keliling hotel dan beramah tamah dengan para staf."
"Ya sudah. Siapkan semuanya."
Kedua bawahan si manajer mengusap dadanya dan bernapas lega. Manajer dengan sikapnya yang aneh bukan sekali ini berulah. Beberapa tahun lalu bahkan ada yang lebih parah. Manajer muda ini belum ada setengahnya.
Jadwal berkeliling memang sudah jadi agenda wajib bagi seorang manajer hotel. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa layaknya pelayanan hotel dan meneliti setiap bagiannya, apakah ada yang rusak atau tidak.
Pertama-tama, manajer muda itu masuk ke ruangan dapur dingin pastry. Ruangan putih bersih dengan wangi aroma kue dan coklat serta roti yang baru saja dipanggang membuat indera penciuman manajer itu melebar.
Dinginnya ruangan coklat akhirnya bisa meredakan keanehan sang manajer. Ia hanya berdiri diam tanpa kata dengan tangan dilipat ke belakang ditambah senyum lebar nan menawan miliknya. Sangat tampan.
"Pak manajer, perkenalkan ini adalah kepala pastry disini. Namanya chef Surya. Nah, chef Surya ini manajer baru kita namanya pak-"
"Bramantyo. Panggil saja Tyo." manajer muda itu mengulurkan tangannya dan memperkenalkan dirinya sendiri. Chef Surya yang tadi menerima uluran tangan tersebut hanya mengangguk ringan.
"Silakan melihat-lihat ruangannya. Kebetulan hari ini sedang ada wedding di lantai bawah dekat ballroom utama," ujar chef Surya mencoba beramah tamah. Tyo menaikkan dua alisnya. Ia menoleh ke belakang dan bertanya dengan dagunya yang terangkat pada kedua bawahannya.
"Pak manajer mau kesana untuk melihat-lihat?" tanya salah satu dari bawahan Tyo.
"Iya dong. Ayo kesana."
Tyo mengajak bawahannya untuk berangkat menuju ballroom hotel. Dirinya paling senang dengan acara mewah yang mengundang banyak tamu. Ditambah wangi bunga dan indahnya hiasan warna warni yang akan ia lihat sepanjang ruangan.
Mata Tyo tak berhenti memandang indahnya rangkaian bunga di dalam ruangan yang akan digunakan untuk acara resepsi pernikahan. Ruangan yang katanya dibayar dengan harga paling mahal dan mewah yang ada di hotel tersebut. Lihat saja dekorasinya, banyak sekali detail yang sangat sulit. Bisa dipastikan si penyewa adalah orang kaya atau terpandang setidaknya, yang gengsinya di atas langit.
"Pak, ini sudah hampir akan dimulai acaranya. Lebih baik kita ke tempat lain," usul salah satu bawahannya. Tyo mengangguk. Ia juga merasa tak etis jika terus menerus ada di dalam ruangan.
Namun saat ia akan melangkahkan kakinya ke luar ruangan, matanya sempat memandang seseorang yang ternyata mampu membuat jantungnya berdetak semakin kencang. Rasanya seperti debaran ombak yang berkejaran di pantai.
Objek yang dilihatnya adalah seorang wanita cantik yang baru pertama kali ia lihat. Dengan setelan blouse putih tulang dan rok bawah model span warna hitam serta rambut yang terikat rapi menunjukkan jika wanita itu adalah orang penting. Ditambah dengan blazer yang ia sampirkan di tangan kanannya menambah keyakinan Tyo jika wanita ini adalah wanita cerdas yang berkarir.
"Siapa dia?" tunjuk Tyo.
"Dia manajer wedding organizer di pesta ini, pak." salah satu bawahan Tyo berbisik pelan di telinganya. Tyo menyeringai.
"Cantik."
"Dia sudah dikontrak disini, pak. Katanya, kontrak eksklusif jika penyewa adalah orang terpandang," tambah sang bawahan.
"Bisa kenalkan saya dengan dia?" tanya Tyo penasaran.
"Bisa, pak. Kebetulan minggu depan ada meeting penting antar vendor."
"Buat jadwalnya. Saya pasti ikut."
"Baik, pak."
Buku lain oleh Rachel bee
Selebihnya