Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Why are you so cool?

Why are you so cool?

Aziezhee

5.0
Komentar
597
Penayangan
9
Bab

Dewi karin cantika, yang biasa di panggil Arin. Gadis cantik di balik topeng culunnya, mendadak terkenal setelah menjadi pacar dari Leo. Pria kaya, tampan, dingin, cuek dan arogan yang selalu menjadi pusat perhatian dan di takuti banyak orang. Arin, si anak pindahan yang sudah merencanakan kehidupan sekolah normal-normal saja, tidak ingin di kenal banyak orang dengan menyembunyikan wajah aslinya, karena trauma bullying yang dia rasakan di sekolah sebelumnya menjadi kacau. Awalnya rencananya berhasil dengan tidak ada yang peduli padanya, namun, kini dia menjadi pusat perhatian banyak orang tak lama setelah mengenal Leo.

Bab 1 Bullying

"Banyak orang ingin menjadi cantik tapi aku sangat membenci wajahku yang terlahir cantik."

Itu adalah kata-kata yang selalu tertanam di kepalaku semenjak aku memasuki SMA.

Masa-masa SMA yang kupikir akan menjadi masa-masa terindah, nyatanya hanya memberiku kenangan yang mengerikan.

Namaku Arin, lebih lengkapnya Dewi karin cantika, nama yang dahulu mencerminkan sosokku, berakhir dengan aku membencinya, terutama nama terakhirku. Bukan tanpa alasan, tapi banyak orang mengolokku terlalu hina hingga menamai diri cantik.

Sebulan yang lalu aku merayakan ulang tahunku yang ke 17 tahun, sayangnya sweet seventeen yang kutunggu-tunggu dan kupikir akan sangat manis ternyata berubah menjadi peristiwa yang sangat mengerikan yang selalu membuatku ketakutan setiap kali aku mengingatnya.

***

"Cih! Dia mulai lagi!"

"Emang dasar tukang caper!"

"Cewek murahan!"

"Sok paling cantik!"

"Jangan dekat-dekat dia!"

"Dasar cewek gatal!"

Kata-kata hinaan yang selalu aku dengar setiap kali memasuki kelas.

Sekelompok anak-anak perempuan yang selalu membenci setiap gerakku tidak peduli apa yang aku lakukan, semua tampak salah di mata mereka.

Aku tahu dari sejak awal, sejak pertama kali bertemu. Raut wajah yang mereka tampakkan padaku tergambar jelas bahwa mereka membenciku, saat itu dengan bodohnya aku berpikir bahwa seiring berjalannya waktu mereka akan menyukaiku setelah kami saling mengenal. Namun, ternyata itu hanya angan-anganku, mereka tetap membenciku, terutama Isyana sang pemimpin dari geng mereka, dia salah satu orang paling berkuasa di sekolah karena orang tua kayanya yang menjadi donatur besar di sekolah, tidak ada yang berani melawannya bahkan guru sekali pun.

Tepat di hari ulang tahunku yang ke 17 mereka melakukan hal yang sangat keji lebih dari hinaan yang mereka lakukan setiap hari padaku, hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk pindah.

***

"Gedebuk!" Isyana, dengan tangan putihnya yang kurus dia mendorongku sangat keras.

Aku yang berdiri membelakangi mereka tanpa tahu apa-apa terjatuh dengan posisi tengkurap, tubuhku membentur lantai sangat keras.

Ada darah di lututku saat aku bangun dan mengangkat rokku, dan mereka tanpa rasa bersalah malah menertawakanku, beberapa dari mereka juga merekamku.

Mereka mengunciku di dalam kelas ketika jam pulang sekolah saat yang lain pulang, dan menahanku setelah membuatku terluka.

"Gue pernah bilang jangan dekati putra!" suara Isyana bergema sangat keras di dalam ruangan kelas yang sepi.

"Gue gak pernah mendekatinya!" Dengan berani aku juga berteriak tak kalah dengan suaranya.

"Diam lo! Gue lihat lo tadi bersamanya," sela Rani yang sedang berdiri di balik pintu seolah menjadi penjaga pintu.

"Tadi cuma -," kata-kataku terpotong sebelum aku menyelesaikannya.

"Diam lo!" ucap Isyana sambil menarik dasiku dan memojokkanku di sudut kelas dengan susah payah.

Putra, ketua OSIS tampan yang dikagumi satu sekolah, aku tahu jika dia sangat menyukainya tapi sekalipun aku tidak pernah mencoba untuk mendekatinya, dia hanya sesekali bertanya tentang pelajaran yang tidak dia mengerti kepadaku. Dan ternyata hal kecil itu menjadi bumerang untukku.

"Beraninya lo!" Isyana yang sedari tadi tidak melepaskan tangannya dari dasiku kini beralih menarik rambut panjangku dengan mengerahkan banyak kekuatannya hingga tubuhku ikut terbawa, rasa sakit menjalar di kepalaku, bahkan terasa pusing.

"Sakit, tolong hentikan!" rintihku, tapi dia tidak peduli, malah mempermainkanku dengan menariknya ke sana ke mari.

"Ayo kita mulai!" Tiba-tiba suaranya bersemangat dengan tawa aneh yang membuat tubuhku menggigil.

Segera dia mendekat padaku lalu mencoba membuka kancing bajuku.

"Pegang dia!" Perintahnya, setelah aku memberontak membuat dia kesusahan.

Dua orang mendatangiku dan menahan kedua lenganku, sementara satu orang memegang kedua kakiku, membuatku pada akhirnya tidak bisa melawan.

Isyana membuka bajuku dan hanya menyisakan pakaian dalam, lalu dia menyiram tubuhku dengan air yang berwarna hitam pekat dengan bau yang menjijikkan, mereka sendiri bahkan muntah mencium baunya setelah menuangkannya ke tubuhku, karena aromanya semakin kuat saat air itu tumpah.

"Tolong hentikan!" Aku memohon sambil menangis dengan putus asa, tapi apa yang mereka lakukan selanjutnya lebih mengerikan.

"Buka mulut lo!" Cairan hitam dalam botol tanggung yang lebih pekat berada di tangan Isyana setelah dia mengambilnya dari dalam plastik hitam di bawah mejanya. Kemudian mereka mencekokinya ke dalam mulutku dengan paksa.

"Hoeeek." Aku memuntahkannya setelah cairan itu mereka tuangkan semua hingga memenuhi mulutku dengan beberapa teguk tertelan. Sebuah rasa yang benar-benar menjijikkan.

"Plak!" Di saat aku berusaha keras mengeluarkan sisa-sisa cairan menjijikkan Isyana menampar pipi kananku.

"Plak!" lagi, tangan mulus itu kini mendarat di pipi sisi kiriku, lalu berulang kali dari sisi ke sisi.

Setelah itu pada anggotanya yang terdiri dari lima orang beserta Isyana bergantian menamparku secara bergilir. Rasa perih di sudut bibirku semakin terasa setelah mereka menamparku berkali-kali.

"Kenapa? kenapa kalian melakukan ini?" suara penuh emosiku keluar dengan sendirinya.

"Karena wajah lo! Gue sangat benci wajah itu!" Teriak Isyana sebelum menamparku kembali sambil mendorongku dan meninggalku bersama teman-temannya.

Setelah mereka pergi aku berdiam diri cukup lama, menangisi diri sendiri dan menyalahkan diri, kemudian setelah sedikit tenang aku mengancingkan seragamku dan merapikannya, lalu berdiri menuju kamar mandi yang tak jauh dari kelas untuk membersihkan tubuhku, dengan langkah tertatih menahan rasa sakit.

Dengan seragam basah kuyup aku kembali ke kelas mengambil tas dan berjalan ke tempat parkir untuk mengambil sepeda, sepeda baru berwarna putih yang ayahku belikan sebagai hadiah karena dapat juara 1. Sesampai di tempat parkir aku membeku menatap sepedaku roboh, saat kulihat lebih jelas, kedua ban sepeda kempes, rantai putus, dan setirnya bengkok, melihat keadaan sepedaku akhirnya aku memutuskan berjalan kaki dan meninggalkan sepedaku di tempat parkir sekolah. Beberapa kali aku melihat sekeliling berharap menemukan seseorang, tapi, sekolah sudah sepi dan tidak ada satu orang pun, jadi tidak ada harapan untuk bisa meminta bantuan pada orang lain.

Pada saat aku dengan lelah melangkahkan kakiku tak lama setelah keluar dari gerbang sekolah, sebuah mobil berwarna hitam berhenti tepat di samping. Seorang pria tua baya dengan rambut setengah beruban, turun dari mobil dan menawariku tumpangan.

"Dik, masuklah!" ucapnya sangat ramah sambil mengarahkan tangannya ke pintu mobil yang tepat di belakangnya.

"Tapi nanti mobilnya kotor," kataku menatap penampilan tubuhku basah kuyup dengan noda-noda hitam yang masih tersisa dari pantulan mobilnya.

"Tidak apa-apa," jawab pria beruban itu sambil tersenyum ramah padaku.

Segera aku masuk dan membuka pintu mobilnya. Seorang anak laki-laki yang kira-kira seusiaku duduk di kursi penumpang membuatku sedikit kaget, karena kupikir tidak ada siapa pun selain pria setengah baya itu. Pria itu sedang duduk santai bersandar dengan kaki bersilang dan topi hampir menutupi seluruh wajahnya.

Karena sepertinya dia sedang tidur jadi dengan hati-hati aku duduk di sebelahnya dan mencoba tidak membuat suara agar tidak membangunkannya. Dan setelah aku duduk dengan nyaman, mobil pun berjalan. Kesunyian memenuhi mobil mewah dengan bau tak sedap dari tubuhku, meski aku sudah membasuhnya, aroma menjijikkan masih ada meskipun tidak separah tadi.

Dalam keheningan itu, sesekali aku melirik ke arah pria yang tepat di sebelahku karena aku merasakan sebuah tatapan tajam tertuju padaku dari balik topinya hitamnya. Ada rasa malu, takut dan bersalah karena mengotori mobilnya jadi aku menyusutkan tubuhku ke sudut mobil dan menjaga jarak jauh dari pria itu.

Setelah berjalan beberapa menit di dalam mobil yang penuh kesunyian, akhirnya sampai tepat di depan rumahku. Pria tua beruban itu dengan keras kepala mengantarku sampai tepat depan rumah meskipun beberapa kali kesulitan saat memasuki gang-gang sempit dengan mobilnya.

"Terima kasih banyak," ucapku pelan sebelum turun dari mobil. Pria setengah baya itu menoleh ke arah suaraku dan tersenyum ramah sambil menganggukkan kepalanya, sementara pria di sebelahku masih diam dengan posisi tetap sama dari awal aku masuk hingga berpamitan.

Perlahan- lahan aku turun dari mobil dan berdiri di depan rumah menatap kepergian mobil itu hingga menghilang dari pandanganku tanpa tahu ada sepasang mata masih mengawasiku dari balik kaca mobil mewah itu.

***

Sebuah ingatan yang masih melekat di kepala, kenangan mengerikan atas perbuatan teman-teman sekolah dan pria asing yang diam-diam mengawasiku dari awal bertemu sampai aku menghilang dari pandangannya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Aziezhee

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku