Bunga Lily jatuh cinta secara online dengan pemuda yang bahkan belum pernah ia temui. Laki-laki yang hanya Lily lihat melalui foto, bahkan di dalam foto tersebut lelaki itu memakai masker. Sayangnya, hubungan mereka kandas hanya dalam beberapa minggu. Lily yang terlanjur cinta susah move on, membuat sahabatnya stress mendengar cerita Lily tentang pemuda itu. Nabila--sang sahabat-- mengenalkan Lily kepada seorang dosen muda yang memiliki nama sama dengan kekasih online Lily. Adam, seorang dosen muda yang tidak banyak bicara, tetapi tegas dalam mengajar mahasiswanya. Ia dikenalkan dengan Lily, sahabat dari adik temannya. Siapa sangka, Siapa duga, ternyata Adam adalah dosen yang akan membimbing Lily saat menyusun skripsi. Dan entah keajaiban dari mana, ternyata Adam mengenal Lily. Lily, gadis tidak peka yang gampang tergoda dengan wajah tampan, dan Adam, pemuda dengan sedikit bicara yang tidak tahu cara mengekspresikan perasaannya. Bagaimana kelanjutan kisah mereka?
"Bunga, menurutmu apakah sistem perpustakaan saat ini sudah baik atau masih kurang. Berikan alasanmu."
Hening. Mahasiswa yang berada di kelas saling berpandang, seolah memberikan kode untuk menyadarkan seorang gadis yang sedang melamun.
"Lil, lo ditanyai dosen, tuh," bisik Nabila, berusaha menyadarkan sahabatnya yang terhanyut dalam lamunan. "Lil, bisa-bisa kita dihukum sekelas, nih!" bisik gadis itu. "Kalau mau ngelamun nanti aja, deh. Yang ngajar sekarang 'tuh dosen galak. Aduh, mampus gue." Nabila semakin gusar karna sahabatnya tidak kunjung sadar.
"BUNGA LILY, KELUAR DARI KELAS SAYA SEKARANG!"
"Hah, Kok saya dikekuarin?!" refleks Lily menyahut dosen yang sedang menatapnya tajam. Lily menoleh ke kanan-kiri, berusaha memahami situasi. Ia menatap Nabila, sahabatnya itu hanya menggelengkan kepala, memberi kode bahwa Lily tidak ada harapan lagi.
"Salah saya apa, ya, bu?" tanya Lily yang masih tidak mengerti apa yang terjadi. Sedangkan Nabila merutuki Lily yang lemot. Bisa-bisa, satu kelas kena hukuman karena Prilli yang tidak menyadari kesalahannya. Kalau satu kelas benar-benar dihukum, Nabila bersumpah tidak akan mendengarkan curhat Lily tentang pacar online-nya lagi!
"Keluar dari kelas saya sekarang!" Perintah Bu Dosen menahan amarahnya. "Kalau kamu tidak mau keluar, satu kelas ini akan saya hukum!"
"Lil, lebih baik lo keluar, deh. Bukannya gue gak setia kawan, tapi Bu Rina kalau kasih hukuman gak nanggung-nanggung," bisik Nabila, "kalau lo keluar sekarang, gue traktik soto, deh."
Mata Lily berbinar-binar. Anak kost mana yang mau menolak traktiran makan? Apalagi ini sudah tanggal tua. "Oke, gue keluar sekarang," jawab Lily bersemangat tanpa menghiraukan tatapan teman sekelas dan Bu Rina, dosen yang menatapnya dengan garang seolah ingin melempar meja ke arahnya. Dengan cepat gadis itu membereskan laptop dan buku. Setelahnya ia berjalan keluar kelas. "Saya pamit, ya, Bu."
"Cepat keluar!"
"Iya, Bu. Inikan saya mau keluar. Permisi, Bu," jawab Lily seraya keluar dari kelas.
"Semua mahasiswa sama saja, bikin sakit kepala," ujar Bu Rina memijit pelipisnya yang menegang, "Kelas hari ini, sampai di sini saja. Nilai satu kelas ini tidak akan lebih dari B." Setelah mengatakan itu, Bu Rina keluar dari kelas yang disusul dengan hela-an napas mahasiswa. Syukurlah, setidaknya mereka tidak dihukum. Mau dihukum atau tidak pun, memang tidak ada mahasiswa yang dapat nilai lebih dari B+ pada mata kuliah Bu Rina.
"Gila, tuh Dosen. Masa Lily dimarahin depan gue," ujar Nathan, mahasiswa yang dikenal bucin akut kepada Lily yang menganggapnya sebatas teman. "Lily-ku yang manis, malang banget nasibmu, sayangku-cintaku." Bukannya mengkhawatirkan nilai, ia malah mengkhawatirkan Lily yang sedang duduk tenang di kantin.
***
"Lily," panggil Nabila, "Lo kenapa, sih, sebenernya?" tanya Nabila. Mereka sedang berada di kantin. Nabila menepati janjinya yang mentraktir Lily soto.
"Aku lagi makan soto," jawab Lily.
Nabila menghela napas. "Gue nanya lo kenapa, bukan ngapain. Gak kaya biasanya lo gak fokus sama pelajaran."
"Gapapa," jawab Lily disela-sela ia menyantap soto.
"Lo lagi datang bulan?"
"Enggak."
"Jadi lo kenapa?"
"Gapapa, Bil."
"Kalau lo kasih tau, gue traktir jus, deh," bujuk Nabila. Sejak berteman dengan Lily, Nabila tidak pernah melihat Lily seperti ini. Nabila takut, Lily memendam semua masalahnya dan berakhir bunuh diri. Bisa dibilang pemikiran Nabila terlalu lebay, tapi Lily sering bilang mau bunuh diri ketika curhat tentang pacar online-nya.
"Aku udah putus, Bil," jawab Lily lesu, "Dia nuduh aku selingkuh, padahal dia yang lama balas pesan aku, padahal dia online."
Nabila bengong. Lalu setelahnya ia bertepuk tangan dengan heboh. "Lo udah putus? Sama cowok gak jelas itu?!" Nabila masih tidak percaya. "Gila, gue seneng banget. Lo udah putus sama cowok gila yang overprotektif itu." Sekarang Nabila sudah percaya.
"Bil, Adam bukan cowok gak jelas dan gila. Adam masih waras, kok," sanggah Lily, tidak terima kalau laki-laki yang ia cintai dihina sahabatnya.
"Siapa yang putusin?!" tanya Nabila menggebu-gebu, mengabaikan sanggahan Lily.
"Aku," jawab Lily lesu, "Aku nyesel banget putusin Adam. Dia cuekin aku, aku gak bisa diginiin, Bil. Adam bahkan gatau alasan aku minta putus, dia gananya apa-apa waktu aku minta putus. Dia cuma balas 'oke'," curhat Lily.
"Bukannya dia emang cuek?"
"Sekarang lebih cuek! Aku mau balikan, Bil," rengek Lily, "Aku cinta mati sama Adam! Aku gabisa hidup tanpa Adam, Bil. Adam itu cowok paling ganteng yang pernah aku lihat, aku mau nikah sama Adam!" lanjutnya dengan mata berkaca-kaca. Mungkin memang benar kalau gadis itu cinta mati pada Adam.
Nabila tersenyum miring. Ia tahu, kalau Lily sebenarnya tidak secinta itu pada Adam. Nabila tahu, kalau sahabat-nya yang setengah gila itu sebenarnya menyukai wajah Adam yang katanya sangat-teramat tampan. Inilah kesempatan Nabila untuk menghentikan penyakit bucin akut Lily. "Lo mau gue kenalin cowo ganteng, gak?" tanya Nabila memainkan Alisnya.
"Gamau, Bil. Gada yang lebih ganteng dari Adam buat aku."
"Yakin, nih?" tanya Nabila memastikan lagi. Nabila sangat tahu sifat Lily. "Katanya, semester ini ada dosen ganteng, loh, yang ngajar di fakultas kita. Dia temen abang gue juga, kalau lo mau kenalan bisa gue atur," ujar Nabila mengerlingkan mata.
"Ga usa ...."
"Itu orangnya." Tunjuk Nabila menggunakan dagu. Lily refleks menoleh ke arah yang ditunjuk.
"Gila, Bil." Lily menutup mulutnya menggunakan tangan, sedangkan matanya terus menatap ke arah pemuda yang sedang minum air mineral di dekat kulkas yang berisi berbagai macam minuman dingin. "Ganteng banget. Aku mau pingsan, Bil. Ganteng banget," lirih Lily.
Pemuda yang merasa ditatap terus-menerus menoleh ke arah Lily. Pemuda yang berstatus dosen itu tersenyum tipis melihat Lily. Seketika gadis itu melotot dan mengalihkan pandangannya. "Gila, rasanya gue mau mati," ucap Lily memegang tangan Nabila. Penyakit lebay Lily kambuh lagi membuat Nabila mengeleng-geleng.
"Lo mau guekenalin sama dia, gak?"
Lily mengangguk cepat. "Kalau mati setelah kenalan sama Abang itu, gue gak akan menyesal," ujar Lily.
"Abang?"
"Abang ganteng," ujar Lily melihat pemuda itu berjalan keluar dari kantin. "Ternyata kupingnya merah, imut banget," gumam Lily senyam-senyum sendiri melihat pintu kantin yang dilalui banyak orang.
"Gila," pikir Nabila.
Bab 1 1. Galau
09/02/2022