Menyandang nama Artharwa Al Rasyid-- yang merupakan milyarder kenamaan negeri ini, tidak menjadikan Isabelle Artharwa Al Rasyid--putri sulung dari Raven Artharwa Al Rasyid hidup mewah dalam gelimang harta.Yang terjadi justru sebaliknya. Ia hidup sengsara sejak memutuskan tinggal bersama dengan ibunya, Celine BrataKesuma yang baru saja keluar dari penjara. Hidup dengan predikat anak mantan narapidana dan wanita panggilan kelas kakap, menjadikan Ibell bahan bullyan dan cibiran orang terkait dosa warisan ibunya. Belum lagi setiap waktu, ia harus bermain kucing-kucingan dengan para rentenir akibat dari hutang-hutang ibunya. Semua perbuatan masa lalu ibunya yang suram, seakan dilampiaskan semua orang padanya. Termasuk dendam Arkansas Delacroix Bimantara--dosennya sendiri. Arkan mengira sifat Ibell itu mengcopy paste ibunya, yang pernah di penjara selama tiga tahun, akibat percobaan pembunuhan terhadap Oryza Sativa Dewangga. Mantan gebetannya dulu saat semasa kuliah. "Aku akan membuat hidupmu sengsara sampai kamu akan menyesal pernah dilahirkan dari rahim seorang pelakor, seumur hidupmu!" -Arkansas Delacroix Bimantara- "Saya tidak bisa memilih dari rahim siapa saya akan dilahirkan.Tapi siapapun itu yang menjadi ibuku, maka surgaku adalah di bawah telapak kakinya." -Isabelle Atharwa Al Rasyid-
"Mbok mohon dengan sangat Den Raven, tolong bawa Bu Celine ke rumah sakit. Ibu sedang sakit keras, Den. Sudah seminggu ini badannya panas seperti terbakar api. Hidungnya juga mimisan. Mbok rasa penyakit Bu Celine ini bukan penyakit biasa. Ibu perlu di opname di rumah sakit sepertinya, Den," mohon Mbok Darmi pada mantan majikannya. Saat ini ia berada di rumah Raven Atharwa Al Rasyid. Mantan majikan laki-lakinya. Setelah Celine Brata Kesuma bercerai dengan Raven, ia tetap ikut dengan Celine. Karena sedari bayi merah pun, ia telah mengasuh Celine.
Dan hari ini ia khusus ke rumah Raven, karena Celine jatuh sakit. Ia ingin meminta bantuan Raven. Ia tidak tau lagi harus mencari bantuan ke mana. Karena keluarga besar Brata Kesuma telah memutuskan hubungan keluarga dengan Celine.
"Maaf ya, Mbok. Saya sudah capek selama dua tahun ini terus saja dibohongi oleh Celine. Mbok ingat tahun lalu, sewaktu dia bilang Ibell sakit keras dan butuh dana seratus juta? Apa yang terjadi setelah saya mentransfer dananya? Dia malah menggunakan uang itu untuk pelesiran keluar negri," geram Revan.
"Lantas tahun lalu. Saat dia bilang dia sedang sakit parah dan minta bantuan pengobatan lima puluh juta. Tapi apa hasilnya? Uangnya dia pakai berjudi dan mabuk-mabukkan. Makanya saya tidak mau lagi mentransfer biaya bulanan Ibell padanya. Tetapi langsung meminta Ibell mengambilnya ke sini setiap bulan. Apa yang terjadi? Anak itu hanya datang tiga kali dan selanjutnya si Mbok lah yang mengambil. Lama-lama anak itu makin mirip dengan sifat ibunya. Keras kepala sekali," keluh Revan geram. Ia capek menghadapi tingkah ibu dan anak yang selalu saja membuatnya naik darah.
"Kalau saya yang menjenguknya ke sana 'kan tidak baik. Saya ini sudah bercerai dari ibunya. Takutnya akan timbul fitnah yang tidak-tidak kalau saya keseringan ke sana."
Curahan hati Revan ditanggapi Mbok Darmi dengan helaan napas berat. Beginilah nasib seorang anak yang kedua orang tuanya bercerai. Di bola ke sana ke mari dan dijadikan pelampiasan kekesalan orang tuanya.
"Walaupun Den Raven sudah cerai dari Bu Celine, tapi Ibell 'kan tetap anak Aden. Aden wajib menjenguknya di rumah. Ibell masih 10 tahun. Masih anak-anak. Mungkin dia malu kalau dia yang terus datang ke sini menemui Aden kalau dia rindu." Mbok Darmi berusaha memberi pengertian pada mantan majikannya.
"Siapa suruh dia dulu malah memilih tinggal bersama ibunya setelah Celine keluar dari penjara? Reksi begitu sayang padanya dan sudah menganggapnya seperti anak sendiri. Tapi dia malah mempersulit diri sendiri. Anak itu sekarang susah sekali diatur. Memang punya anak dari orang seperti Celine itu adalah suatu kesalahan besar."
Ibell yang berdiri di pagar rumah mendengarkan semuanya dalam diam. Ia memang tidak ikut dengan Mbok Darmi ke teras rumah. Namun ia mengintip dari sela-sela pagar. Makanya ia bisa mendengar pembicaraan mereka dengan jelas. Ibell mengusap matanya yang kini berair. Berarti di mata daddynya dia adalah sebuah kesalahan. Ibell sedih. Ia bukannya mau mencari susah dengan ikut mommynya setelah mommynya bebas dari penjara. Ia hanya kasihan pada mommynya. Opa dan omanya sudah membuang mommynya dari daftar silsilah keluarga Brata Kesuma. Teman-teman mommynya juga semua ikut-ikutan menjauhi mommynya. Ibell tidak tega melihat mommynya terpuruk seorang diri. Oleh karena itulah dia memutuskan untuk ikut dengan mommynya.
Mengenai dia tidak mau mengambil jatah bulanan ke rumah daddynya. Itu semua karena ibu mama tirinya, Oma Astri, selalu saja menyebutnya si penagih hutang. Karena dia selalu datang ke sana untuk mengambil uang, setiap tanggal satu setiap bulannya. Makanya ia segan kalau harus ke sana. Ia malu.
"Pulanglah, Mbok. Maaf saya dan suami tidak bisa membantu Celine, karena dia bukan apa-apa kami lagi. Lain kalau itu masalah Ibell. Kami pasti akan turun tangan. Karena apapun yang terjadi, Mas Raven adalah ayahnya. Tetapi kalau masalah Celine, maaf saja, kami tidak bisa membantu."
Reksi menghampiri suaminya dan memintanya masuk ke dalam rumah. Sedari tadi ia hanya menjadi pendengar yang budiman.
"Tolonglah, Den. Bu Celine benar-benar sakit keras. Ibu bahkan -"
"Ayok, Mbok. Kita pulang saja. Mommy dan Ibell cuma kesalahan dalam hidup daddy."
Ibell yang sedari tadi mendengarkan dalam diam menerobos masuk. Ia tidak tahan lagi melihat si mboknya terus memohon-mohon. Ia kasihan pada si mboknya.
"Daddy tidak usah khawatir. Ibell janji, mulai hari ini dan seterusnya, Ibell tidak akan pernah ke rumah ini lagi untuk menemui Daddy. Ibell tidak mau kalau setiap kali Daddy melihat Ibell, Daddy akan teringat kembali pada kesalahan Daddy. Permisi."
Ibell menghela lengan Mbok Darmi. Mengajaknya keluar rumah. Saat tiba di perempatan jalan, ia mengajak Mbok Darmi naik ke dalam angkot yang kebetulan sedang melintas. Ia meninggalkan rumah daddynya dengan satu tekad. Bahwa untuk seterusnya ia tidak akan sudi kembali ke rumah daddynya lagi. Mulai hari ini ia hanya punya mommynya dan Mbok Darmi.
Akan halnya Raven, ia baru tersadar saat Ibell telah berlalu. Ia merasa bersalah. Ibell memang masih kecil. Tapi ia pasti mengerti tentang penolakan. Makanya Ibell pergi. Raven sadar ia telah terpeleset kata. Tidak seharusnya ia berucap seperti itu. Ketika Raven tersadar dan mulai berlari ingin mengejar angkot tersebut, Reksi menahan tangannya.
"Mas, aku tidak keberatan kalau Mas menemui Ibell, menafkahi Ibell dan menyayangi Ibell. Karena Mas itu memang ayahnya. Aku juga menyayanginya, Mas. Walaupun aku ini hanya ibu sambungnya. Tetapi kalau Mas menemui Celine, itu lain cerita. Aku tidak akan mengizinkan. Mas ingat 'kan kejadian saat Celine mencium paksa Mas dan menyebarkannya di medsos dengan caption rindu mantan?"
Revan terdiam. Celine memang keterlaluan. Itulah makanya ia tidak mau lagi menemui Ibell di rumah Celine. Celine itu licik seperti ular.
"Mas ingat 'kan betapa sakit hati dan malunya Aku ditertawakan semua. Belum lagi mama yang terus saja memarahiku karena mengganggap aku ini tidak becus menjaga suami.
Jangan jatuh di lubang yang sama sampai dua kali, Mas. Itu konyol namanya. Kalau Mas ingin minta maaf pada Ibell atas kata-kata yang tidak sengaja Mas ucapkan tadi, Aku setuju Mas. Kita memang tidak pantas berbicara seperti itu. Karena apapun yang terjadi dalam hubungan kalian dulu, Ibell tidak pernah minta dilahirkan. Besok saja kita sama-sama menemui Ibell di rumahnya. Ayo sekarang kita masuk Mas. Sudah malam."
Dengan apa boleh buat, Raven mengikuti saran istrinya untuk kembali ke rumah.
Tapi yang terjadi keesokan harinya adalah, anak mereka, Raphael, terserang typhus. Mereka sekeluarga pun sibuk mengurus Raphael seharian di rumah sakit. Masalah Ibell akhirnya terlupakan.
***
Seminggu telah berlalu. Raphael telah sembuh. Dan hari ini Raven dan Reksi bermaksud mengunjungi Ibell untuk meminta maaf.
Saat ini mereka tengah mencari rumah kontrakan Celine yang baru. Karena ternyata Celine telah pindah kontrakan sejak setahun yang lalu. Untung saja tetangga Celine tau alamat Celine yang baru. Kalau tidak, entah ke mana mereka akan mencari Ibell. Nomor ponsel Celine selalu berganti, dan Mbok Darmi tidak mempunyai ponsel.
Dan di sini lah sekarang mereka berada. Di jalan sempit kavling kontrakan Celine yang baru. Jujur,
Raven merasa sangat bersalah saat melihat betapa kumuhnya tempat tinggal anaknya, sementara rumahnya sendiri laksana istana. Reksi juga bereaksi sama. Wajahnya mendung saat melihat betapa menyedihkan kehidupan anak tirinya.
"Maaf, Bapak mencari siapa?" Seorang ibu-ibu berdaster dan anaknya yang masih SD, heran melihat ada orang kaya yang singgah dikontrakkan mereka yang kumuh.
"Saya mencari rumah Bu Celine. Rumahnya yang mana ya?" tanya Revan gelisah. Wajah sang ibu mendadak terlihat sedih.
"Bapak sudah terlambat. Bu Celine sudah meninggal dunia lima hari yang lalu."
Innalilahi wainalilahirojiun.
Raven dan Reksi tersentak kaget. Ternyata Mbok Darmi memang tidak berbohong.
"Bu Celine sakit apa ya, Bu?" Terbata-bata Raven akhirnya bisa bersuara juga.
"Sakit demam berdarah, Pak. Tetapi tidak dibawa ke rumah sakit. Soalnya mereka tidak mempunyai biaya, Pak. Kasihan, Ibell sampai berulang kali tidak sadarkan diri. Ayahnya entah di mana, eh ibunya meninggal pula? Bukannya kami semua mensyukuri orang yang sudah meninggal ya, Pak. Tetapi Bu Celine itu menang selalu membuat masalah. Membawa laki-laki ke rumah, mabuk-mabukan, belum lagi kalau rentenir-rentenir itu datang. Habislah Mbok Darmi dan Ibell yang dimaki-maki. Karena biasanya Bu Celine melarikan diri setiap dikejar hutang," adu si ibu semangat.
Hati Raven remuk. Dia sangat menyesal karena terlambat mengetahui neraka seperti apa saja yang telah dilalui oleh putri kecilnya. Celine memang brengsek!
"Se--sekarang Ibell dan pengasuhnya ada di rumah Bu?"
"Nah, itu dia hal yang membuat kami semua semakin tidak tega melihat nasib Ibell. Pemilik kontrakan kemarin mengusir mereka karena tidak mampu membayar uang kontrakan. Kami semua juga tidak tau merek pindah ke mana. Para rentenir sudah dari kemarin bolak balik ke sini mencari Mbok Darmi dan Ibell. Kami mendengar rentenir itu bilang akan menjual Ibell pada salah satu agen perdagangan anak di luar negri untuk menebus hutang Bu Celine."
"Apa? Kurang ajar sekali mereka. Akan saya binasakan mereka semua kalau berani-berani menyentuh Ibell," geram Revan.
"Bapak siapanya?" Si ibu heran melihat Raven yang tiba-tiba emosi.
"Dia ayahnya, Bu," sela sang anak berseragam merah putih yang berdiri di samping sang ibu.
"Bagaimana kamu tahu kalau saya ayahnya?" ucap Raven heran.
"Warna mata kalian sama. Juga karena photo yang dibuang Ibell minggu lalu. Dia menyobek photo ini separuh. Dan membuang bagian wajah Om dan istri Om ke tong sampah. Saya memunggutnya ."
Anak SD itu pun kemudian mengeluarkan potongan photo dari saku celana merah putihnya. Menyerahkan potongan photo yang sudah disobek itu kepada Raven.
Raven tergugu. Ia ingat photo itu. Photo itu diambil saat Ibell merayakan ulang tahunnya yang kedelapan. Photo itu sebenarnya berlima. Ibell berdiri di tengah. Diapit oleh Ory dan Dewa, di sebelah kiri dan dirinya serta Reksi di sebelah kanan. Rupanya Ibell hanya menyimpan photonya beserta Ory dan Dewa saja. Ibell membuang photonya dan Reksi!
***
Delapan tahun kemudian.
"Neng, itu kue-kuenya udah Mbok susun semua ya? Yang keranjang merah untuk warung Cang Rohim, dan yang keranjang biru punya Bude Ratih. Jangan sampai ketuker ya, Neng? Terus nanti singgah ke warungnya Ceu Esih. Minta uang hasil penjualan kue kemarin. Mbok mau belanja. Bahan-bahan untuk membuat kue kita sudah habis," seru Mbok Darmi. Beginilah kehidupan mereka sekarang. Demi menyambung hidup mereka berdua berjualan kue-kue basah yang dititipkan ke warung-warung. Mereka bekerja keras berdua demi menyambung hidup. Pertama-tama memang tidak mudah. Namun lama kelamaan mereka terbiasa juga. Hidup memang keras.
"Siap, Mbok."
"Emangnya si Eneng mau diplonconya jam berapa?" tanya Mbok Darmi sembari menguleni adonan kue.
"OSPEK namanya sekarang, Mbok. Bukan plonco lagi. Jam delapan pagi, Mbok. Mbok sekarang harus belajar jadi orang tua zaman now. Biar gaul dan nggak kudet gitu lho, Mbok," goda Ibell. Ia senang sekali mencandai pembantu rumah tangga yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri.
"Oalah, Neng. Si Mbok sudah tua. Nggak perlu nganeh-nganehi. Mbok ya berangkat sekarang aja tho Neng. Selak kesiangan nanti di OSEPEKnya."
Ibell tertawa mendengar cara Mbok Darmi menyebut OSPEKnya dengan logat jawa medok.
"Siaaap Mbok. Ibell berangkat ya?Assalamualaikum." Setelah menyalim tangan keriput Mbok Darmi, gadis remaja berusia delapan belas tahun itu pun siap menyongsong hari dengan penuh semangat. Mengantarkan keranjang-keranjang kue setiap pagi dan sore, sudah menjadi tugasnya sehari-hari. Demi menyambung hidup Ibell telah terbiasa bekerja keras sejak ia berumur 10. Bersama Mbok Darmi mereka berdua bahu membahu belajar mempertahankan hidup.
Keesokan harinya, Ibell tiba di kampus pada pukul 07.30 WIB. Masih ada waktu setengah jam lagi sebelum acara pengenalan mahasiswa baru dimulai. Ibell buru-buru melipir ke kantin. Ia bermaksud merayu si pemilik kantin agar bisa menitipkan kue-kue buatannya di situ.
Saat tiba di kantin, Ibell memperhatikan kalau kantin sangat ramai. Sepertinya peluang untuk menitip kue akan disetujui si pemilik kantin. Mudah-mudahan saja usulnya diterima.
"Selamat pagi, Bu. Saya mahasiswi baru di kampus ini. Saya lihat kantin Ibu cukup ramai ya, Bu? Saya boleh tidak menitip kue-kue basah saya di sini?" Ibell menampilkan senyum iklan pasta gigi terbaiknya pada si ibu pemilik kantin.
"Memangnya si Non mau nitip kue-kue apa saja?"
"Saya punya banyak jenis kue-kue basah yang super enak dan juga murah meriah, Bu. Ada kue lapis, pukis, lemper, klepon, putu ayu, pai susu, pancake durian, cup cake, muffin semua juga ada, Bu. Ibu juga bisa request kalau ada yang mau pesan banyak untuk acara-acara ulang tahun, aqiqah atau kawinan dan lain-lain. Ini kartu nama saya. Kalau Ibu berminat, jangan sungkan-sungkan untuk menghubungi saya ya Bu? Oh ya, perkenalkan, nama saya Ibell, Bu."
Ibell menyalami si ibu dengan hangat. Saat memindai jam di pergelangan tangannya, Ibell baru sadar kalau ia nyaris terlambat. Ia pun segera meminta diri.
Karena takut terlambat, Ibell berlari-lari kecil menuju aula. Karena di sanalah semua mahasiswa baru akan berkumpul.
"Aduh!" Ibell merasa tiba-tiba saja dia membentur tembok. Ia nyaris sukses terjengkang, kalau saja sepasang lengan kuat tidak menahan kedua bahunya.
"Mata kamu ke mana hah? Kalau jalan itu, matanya difungsikan dengan baik. Jangan cuma dipakai untuk cuci mata melihat senior-senior ganteng saja. Mengerti kamu, Cami?"

Bab 1 Chapter 1
16/11/2021
Bab 2 Chapter 2
16/11/2021
Bab 3 Chapter 3
16/11/2021
Bab 4 Chapter 4
16/11/2021
Bab 5 Chapter 5
16/11/2021
Bab 6 Chapter 6
19/11/2021
Bab 7 Chapter 7
20/11/2021
Bab 8 Chapter 8
22/11/2021
Bab 9 Chapter 9
22/11/2021
Bab 10 Chapter 10
22/11/2021
Bab 11 Chapter 11
22/11/2021
Bab 12 Chapter 12
22/11/2021
Bab 13 Chapter 13
22/11/2021
Bab 14 Chapter 14
22/11/2021
Bab 15 Chapter 15
22/11/2021
Bab 16 Chapter 16
22/11/2021
Bab 17 Chapter 17
22/11/2021
Bab 18 Chapter 18
22/11/2021
Bab 19 Chapter 19
22/11/2021
Bab 20 Chapter 20
22/11/2021
Bab 21 Chapter 21
22/11/2021
Bab 22 Chapter 22
22/11/2021
Bab 23 Chapter 23
22/11/2021
Bab 24 Chapter 24
22/11/2021
Bab 25 Chapter 25
22/11/2021
Bab 26 Chapter 26
22/11/2021
Bab 27 Chapter 27
22/11/2021
Bab 28 Chapter 28
22/11/2021
Bab 29 Chapter 29
22/11/2021
Bab 30 Chapter 30
22/11/2021
Bab 31 Chapter 31
22/11/2021
Bab 32 Chapter 32
22/11/2021
Bab 33 Chapter 33
22/11/2021
Bab 34 Chapter 34
22/11/2021
Bab 35 Chapter 35
22/11/2021
Bab 36 Chapter 36
22/11/2021
Bab 37 Chapter 37
22/11/2021
Bab 38 Chapter 38
22/11/2021
Bab 39 Chapter 39
22/11/2021
Bab 40 Chapter 40
22/11/2021
Buku lain oleh Suzy Wiryanty
Selebihnya