icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
My Son is My Hero

My Son is My Hero

elzo

4.4
Komentar
674
Penayangan
1
Bab

Nadine Isabella menjadi seorang ibu karena sebuah kejadian. Ia hampir gila, tapi ia berhasil melewati itu semua. Nadine bertemu dengan Raka, seorang pria baik yang mau membantunya. Raka ingin menikahi Nadine tapi Nadine menolak dan memutuskan untuk menjadi ibu tunggal yang sukses kelak. Benar saja, karena kegigihannya dalam berusaha. Nadine kini memiliki sebuah perusahaan. Selama hampir 21 tahun hidup hanya bersama Alden. Hingga akhirnya ayah biologis Alden berhasil menemukan mereka. Bagaimana perjuangan Nadine menjadi ibu sekaligus ayah untuk Alden? Bagaimana pula kisah cinta dari kedua orang tua Alden? Ikuti kisah lengkapnya.

Bab 1 Hari pertama ke kantor

Menjadi orang tua tunggal bukanlah hal yang mudah. Tapi, ia dipaksa kuat oleh keadaan. Melihat tumbuh kembang putra semata wayangnya, menjadi kepuasan tersendiri bagi Nadine. Nadine menjadi ibu tanpa harus menikah. Ia mengandung karena sebuah peristiwa dan lahirlah seorang bayi laki-laki bernama Alden

Perjuangan Nadine membesarkan Alden, putra semata wayangnya 20 tahun terakhir perlu diapresiasi. Sangat sulit bagi Nadine memutuskan untuk menjadi ibu tunggal bagi Alden. Terlebih dia yatim piatu dan tidak ada yang membantunya. Beginilah adanya, hanya dengan Alden lah Nadine memulai semuanya dari nol dengan mengasingkan diri ke negara lain. Dari yang awalnya menyewa tempat tinggal hingga beberapa kali diusir, sekarang Nadine bahkan memiliki lebih dari satu rumah mewah. Nadine memiliki tekad yang kuat memberikan kehidupan yang layak bagi putranya.

Beruntungnya Nadine melahirkan Alden yang sangat mengerti keadaan ibunya. Alden tak pernah mengeluh tentang apapun dan selalu menuruti perkataan Nadine hingga kini. Alden sama sekali tidak pernah membantah ucapan Nadine dan tak pernah melanggar apapun yang dilarang oleh Nadine. Alden paham betul bagaimana perjuangan sang ibu membesarkan dirinya seorang diri. Tapi hanya satu yang ia ingin tahu, siapa ayahnya?

"Morning, mom." Ucap Alden seraya memeluk Nadine yang sedang menyiapkan sarapan untuknya

"Morning, sayang,"

"Hari ini aku akan mulai ke kantor, mom," Ucap Alden

"Duduk dulu, sayang,"

Alden pun duduk di meja makan berhadapan dengan Nadine

"Kau yakin?" Tanya Nadine

"Yakin, mom,"

"Tapi, kuliahmu?"

"Aku tetap kuliah,mom. Lagi pula tahun depan aku sudah wisuda,"

"Baiklah, terserah kau saja,"

Nadine menyerah, ia hanya bisa menuruti keinginan putranya untuk memulai pekerjaannya di perusahaan milik Nadine. Meskipun tanpa seorang ayah, Alden tumbuh menjadi anak yang cerdas. Alden masuk universitas 1 tahun lebih awal karena Alden sempat mengikuti sekolah akselerasi. Dan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh Nadine, perusahaan akan jatuh ke tangan Alden pada saat Alden genap berusia 20 tahun.

Setelah selesai sarapan, Alden berangkat menuju kantor bersama Nadine diantar oleh seorang sopir. Keduanya tampak serasi bahkan seperti saudara bukan ibu dan anak

Sesampainya di kantor, Nadine dan Alden disambut hangat oleh para karyawan. Alden mengikuti Nadine masuk ke ruangan pribadi Nadine yang berada di lantai paling atas gedung tersebut.

"Selamat pagi Nyonya, Tuan muda," sapa Gavin, asisten pribadi Nadine sekaligus orang kepercayaan Nadine

"Selamat pagi, Gavin. Mulai hari ini Alden akan mulai aktif di kantor. Tolong kamu bantu, ya?" Ucap Nadine

"Baik, Nyonya."

"Hai, uncle," sapa Alden

"Panggil Gavin saja, Tuan muda,"

"Kau boleh panggil dia 'uncle' diluar jam kantor, sayang," saut Nadine

"Baiklah, mom,"

Nadine tak pernah mengajarkan Alden untuk membeda-bedakan kasta seseorang karena Nadine pernah berada di posisi itu.

Alden mulai belajar tentang perusahaan bersama Gavin . Meskipun ia juga berkuliah di bidang yang sama tapi setidaknya ia harus mengenal dulu bagaimana seluk beluk perusahaan yang didirikan oleh ibunya itu.

Gavin membawa Alden ke ruangannya untuk mengenal lebih jauh perusahaan yang akan jatuh ke tangan Alden sebentar lagi. Alden yang cerdas cepat menangkap apapun yang dijelaskan oleh Gavin.

"Uncle.. eh maksudku, Gavin," ucap Alden

"Ada yang perlu saya jelaskan lagi, tuan muda?" Tanya Gavin

"Aku ingin bertanya, apa kau tidak pernah tahu siapa ayahku? Kau bekerja dengan mommy sudah lama,"

"Maaf, tuan muda. Saya tidak tahu tentang hal pribadi Nyonya Nadine,"

"Jika aku ingin tahu siapa ayahku, apa kau bisa membantu?" Tanya Alden lagi

"Tentu, Saya akan membantu anda,"

"Terimakasih,"

Setelah lama berbincang, Gavin mendapat panggilan dari Nadine. Akan ada klien besar yang datang dan melakukan kerja sama dengan perusahaan Nadine. Nadine memerintahkan Gavin untuk membawa Alden ikut meeting menggantikan dirinya.

"Mom sakit?" Tanya Alden

"Tidak, nak. Kau saja yang ikut meeting. Kau akan belajar banyak nanti," ucap Nadine

"Tapi, mom baik-baik saja, 'kan?" Tanya Alden lagi untuk memastikan

"Mommy baik-baik saja, Alden. Cepat ikut Gavin ke ruangan meeting!" Titah Nadine

"Baiklah, mom." Alden beranjak keluar dari ruangan Nadine menuju ruang meeting

Gavin telah menunggu Alden dan juga klien yang sebentar lagi akan tiba

"Mereka belum datang?" Tanya Alden

"Sebentar lagi, Tuan muda,"

Gavin dan Alden duduk bersebelahan. Dan benar saja, tak lama datang dua orang pria berpakaian formal.

"Selamat pagi, maaf saya terlambat," sapa salah satu klien

"Tidak apa, Tuan. Perkenalkan saya Gavin sekretaris disini. Dan disamping saya Tuan Alden, CEO Althan Group," ucap Gavin

"Baik. Saya Andrian dan ini Tuan Edgar, CEO Harison Corp."

Gavin dan Andrian sibuk membicarakan perihal proposal dan juga perencanaan kontrak. Sementara Alden hanya menyimak. Tapi lain halnya dengan Edgar. Ia malah sibuk memandangi Alden yang duduk tepat di hadapannya. Melihat Alden, ia merasa berkaca. Alden mirip dengan Edgar di masa muda dulu.

"Bagaimana, Tuan?" Tanya Gavin pada Edgar

Edgar tak bergeming, ia masih tetap memandangi Alden

"Tuan," panggil Gavin lagi

"Ah.. iya?"

Dengan sigap Andrian membisikkan sesuatu pada Edgar

"Baiklah, saya setuju," ucap Edgar

Kedua CEO itu membubuhkan tanda tangan diatas kertas perjanjian kontrak. Setelah semuanya selesai, Alden menawarkan untuk melihat-lihat perusahaannya tapi Edgar menolak. Edgar pamit karena masih ada meeting yang harus ia hadiri lagi.

"Lain waktu saya akan kemari lagi." ucap Edgar hendak bersalaman

"Baiklah." Alden menyambut tangan Edgar

Edgar merasakan ada sesuatu yang aneh pada dirinya saat bersalaman dengan Alden untuk kedua kalinya. Tapi, Edgar berusaha menampik semua pikirannya

"Tuan muda, Tuan Gavin, Nyonya besar.. huh huh huh," ucap salah seorang karyawan

"Mommy? Kenapa?" Tanya Alden

"Nyonya besar pingsan di ruangannya," jelas karyawan itu

Tanpa menunggu lama Alden dan Gavin berlari sekuat tenaga menuju ruangan Nadine meninggalkan Edgar begitu saja. Edgar yang paham akan keadaan langsung melanjutkan langkahnya menuju lift. Lift hendak menutup, seseorang menahannya, lalu masuklah Alden dengan membopong Nadine.

Alden tak menyapa bahkan tak sadar jika di lift itu ada orang lain karena panik. Yang ia pikirkan hanyalah menuju rumah sakit secepatnya

Edgar sedang memainkan ponselnya sehingga tak memperhatikan Alden yang tengah berdiri di depannya dengan membopong seorang wanita. Dalam hati, Edgar merasa aneh karena mengira Alden bekerja dengan membawa ibunya.

Saat hendak keluar dari lift, Edgar melihat dengan jelas wanita yang tengah dibopong oleh koleganya itu. Wajahnya tidak asing bagi Edgar. Tiba-tiba Edgar refleks mengikuti langkah Alden dengan cepat untuk memastikan sekali lagi.

Edgar menghentikan langkahnya ketika Alden memasukkan Nadine kedalam mobil. Edgar tertegun, wanita inilah yang selama ini ia cari

Andrian menyusul Edgar dengan nafas yang terengah-engah. Edgar memandangi mobil Alden yang sudah berjalan menjauh dari halaman gedung Althan Group

"Ada apa, tuan?" Tanya Andrian

"Nadine,"

Bersambung ...

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku