Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
My Sugar Daddy is a Monster

My Sugar Daddy is a Monster

fishycattos

5.0
Komentar
2.5K
Penayangan
67
Bab

Seorang gadis polos yang bertahan hidup dari perputaran nasib yang memaksanya untuk menjadi seorang Sugar Baby dari seorang pengusaha yang terkenal sebagai monster berdarah dingin di dunia bawah tanah bernama Dante Prime. Akankah Lylia Prozky dapat bertahan dalam melewati banyak cobaan atas petualangannya menemukan cinta pertamanya? Belum lagi obsesi dan sifat posesif sang Sugar Daddy ketika Lylia dihadapkan dengan beberapa pria yang ternyata jatuh hati padanya. Akankah Lylia bisa selamat dari orang-orang yang mencoba menyakitinya dan menjauhkannya dari jeratan hati sang monster? Ikuti terus perjalanan dan perjuangan cinta antara Baby Lylia dan Daddy Dante

Bab 1 MSDiaM - 01

Lylia POV

"Harusnya kau memilih jurusan manajemen bisnis, Adikku sayang!" Ucap Kakaku, Taylor. Sembari menunjukku dengan sendok makannya.

"Aku tau yang aku lakukan kak, aku memilih jurusan tata boga karena aku ingin pintar masak seperti Ibu, ya kan Bu?" Ucapku sembari menatap Ibuku dengan tatapan manis mengharap pembelaannya.

"Taylor, sudahlah berhenti mengganggu Adikmu. Apapun pilihannya nanti itu haknya, dia juga tidak begitu tertarik dengan dunia bisnis. Jadi sudahlah." Bela Ibu.

"Tolong setidaknya Ibu bela aku sedikit saja." Rajuk Taylor.

"Alangkah mudahnya kalau suatu saat nanti aku meneruskan bisnis Ayah dengan bantuan adikku yang juga ada di dunia bisnis." Tambahnya.

"Nggak mau! Dunia bisnis itu membosankan, Kak!" Ucapku menghentikan lamunan Kakakku.

"Ck! Adik tidak pengertian." Kata Taylor sembari menggelengkan kepalanya.

Aku menertawakannya lalu menjulurkan lidah begitu dia melihatku. Kami kemudian melanjutkan makan malam kami yang seru, sama seperti makan malam sebelumnya.

.

.

.

Setelah acara makan malam selesai aku segera berlari menuju kamarku yang berada di lantai dua. Iya. Rumah kami memang sedikit agak luas, jadi aku harus berlari kalau tidak mau terlambat menonton film kesukaanku. Ayah memang memiliki perusahaan yang bisa di katakan lumayan besar. Jadi aku sudah terbiasa hidup dengan berkecukupan sedari lahir. Tak masalah, aku juga tidak pernah memanfaatkannya secara berlebihan karena aku sadar harta ini bukan milikku, tapi hasil kerja keras Ayah.

Tok.

Tok.

"Masuk!" Ucapku setelah mendengar suara pintuku di ketuk oleh seseorang.

"Lagi ngapain?" Tanya Taylor di ujung pintu.

"Nonton film Korea kak, mau nobar?" Tanyaku sekilas menatapnya, ia kemudian berjalan mendekatiku yang sedang asik nenonton sambil duduk bersandar di headboard kasurku.

"Nggak!" Jawabnya singkat.

Kini Taylor duduk di sebelahku. Ia mengangkat lengan kanannya dan mencoba untuk merangkulku. Aku lalu mendorong badanku sedikit kedepan dan mengizinkan lengannya merengkuh bahuku. Ada keheningan yang aneh setelah dia berhasil merangkulku. Saat aku mencoba menoleh kearahnya. Taylor segera memiringkan kepalanya hingga bersandar di atas kepalaku. Aku bisa mencium dengan jelas aroma collogne Taylor. Tak lama tangan yang tadinya merangkul bahuku kini sudah mengelus rambutku. Aku terdiam kebingungan saat Taylor melakukannya.

'Hm, ada masalah apa di kantor Ayah sampai kakak seperti ini?' Batinku.

Kubiarkan Taylor melakukan apa yang bisa menenangkannya. Sudah kebiasaannya memang setiap ada masalah, akulah yg akan menjadi tempatnya pelampiasan emosinya. Kuhentikan filmku, lalu menutup dan meletakkan laptopku menjauh dari kami. Aku bergerak keatas pangkuan Taylor. Posisi kami sekarang saling berhadapan sekarang. Aku menatapnya sekilas, lalu memeluk lehernya. Taylor hanya terdiam membiarkanku melakukannya. Aku menepuk punggungnya hingga Taylor mulai merasa tenang dan membalas pelukanku sambil ikut menepuk nepuk punggungku dengan lembut.

"Maafkan Kakakmu ini ya." Ucapnya tiba tiba.

"Iya, Kak. Aku tidak pernah sepenuhnya marah sama Kakak. Yah, meskipun Kakak menyebalkan sih." Kataku dengan suara kecil.

Taylor mendengus dan tertawa kecil di pelukanku. Ia menghirup udara di ceruk leherku dan kemudian menyandarkan dagunya di bahuku denga manja.

"Aku tidak tau kenapa kamu selalu baik." Ucap Taylor.

"Maafkan Kakakmu ini." Taylor mengeratkan pelukannya padaku.

'Hm? Perkataan yang sama. Kan sudah kubilang aku memafkanmu Kak.' Kekehku sembari menganggukkan kepala dan tetap mengelus punggung kakakku.

"Ya sudah lanjut gih! Makasih ya, sudah nemenin Kakakmu yang tidak bisa di andalkan ini." Ucapnya setelah dia melepaskan pelukannya dan mengangkatku lalu mendudukkanku kembali keposisi awal.

"Hah? I-iya Kak. Kalau ada apa apa nanti datang aja lagi." Ucapku kikuk.

Taylor mengeluarkan senyuman aneh yang tidak bisa ku artikan, lalu mengacak rambutku sekilas sebelum pergi menjauh.

"Apa sih! Selamat malam, Kak." Kataku dengan penuh rasa riang.

Aku berharap kakakku juga ikut bahagia melihat senyumanku.

"Selamat malam." Balasnya masih dengan senyuman yang tidak bisa diartikan itu, sebelum menutup pintu.

'Kenapa dia sunyum menakutkan seperti itu sih?' Takutku yang membayangkan kembali senyuman Taylor yang terlihat menyedihkan itu.

.

.

.

Brak!!

Prang!!!

Gubrakk!!!

Aku terbangun dengan kaget saat mendengar suara gemuruh yang timbul dari luar kamarku.

"Cari mereka!" Ucap samar samar seorang pria, di lanjutkan dengan suara gaduh yang mengerikan.

Aku terdiam, tubuhku terpaku kaku tidak bisa bergerak dan aku menangis tanpa suara.

Iya.

Aku ketakutan!

'Apa maling?' Pikirku.

Jantungku berdetak tidak karuan dan kini badanku tidak bisa ku gerakkan saat suara gaduh itu terdengar semakin mendekat.

"Ayah.. Ibu.. Kak Taylor.. Tolong aku." Bisikku serak.

Pintu kamar Taylor berada tepat di depan kamarku. Harusnya dia datang menemaniku dalam kondisi mencekam seperti ini. Tapi kemana dia?

Brakkk!!!

Pintu kamarku di dobrak oleh seorang pria berjas hitam, dengan kacamatanya yang menutupi mata sipitnya tengah mengobservasi kamarku. Saat mata kami bertemu, tubuhku menegang seketika saat ia semakin mempertajam pengelihatannya padaku.

"Kami hanya menemukan seorang gadis, Tuan." Ucapnya sembari menyentuh headset di telinganya.

"Baik." Ucapnya kemudian menerobos masuk ke kamarku dan menarik paksa lenganku untuk turun dari tempat tidur dan memaksaku mengikutinya.

Aku menangis sambil memukul lengannya dengan sisa tenaga yang kupunya. Begitu kami keluar dari kamar, aku bisa melihat betapa hancurnya kondisi dalam rumahku saat itu. Vas, guci dan foto semua jatuh berserakan di lantai. Beberapa pintu dalam kondisi rusak akibat ditendang paksa dan beberapa pria berjas hitam lainnya yang menerobos masuk ke setiap ruangan. Aku melihat kamar Taylor terbuka dan berantakan. Tapi kosong?

"Lepaskan aku!" Teriakku.

Tidak bergeming, pria ini tetap menarik lenganku dan memaksaku mengikutinya ke pintu utama rumah.

"Tolong, lepaskan aku Tuan." Rintihku kemudian.

Dia hanya menoleh dan melirikku dengan matanya yang tajamnya.

"Jangan harap kau bisa lepas dari Tuan Dante, Nona." Sinisnya.

Aku bergidik ngeri melihat matanya itu.

'Dante? Siapa?' Batinku.

Aku mengikutinya masuk ke kursi penumpang di salah satu mobil hitam yang ternyata sudah banyak terparkir berserakan di pekarangan rumah kami. Aku terduduk diam bersamanya di depanku. Ya, kami duduk saling berhadapan.

'Sia sia saja aku melawan. Ternyata jumlah mereka banyak sekali. Siapa mereka? Dimana Ayah, Ibu dan Kak Taylor?' Pikirku dengan mata kosong dan sembab akibat air mata yang masih mengalir tanpa henti.

Aku hanya bisa menangis tanpa suara saat mobil berjalan meninggalkan rumahku. Mataku menatap ke arah luar jendela mobil dengan tatapan kosong. Lampu malam dan suasana dingin kota ini semakin mengaburkan pikiranku. Pria dengan kacamata di depanku saat ini masih setia memperhatikanku dengan tatapan tajamnya. Tapi aku sudah tidak peduli lagi karena sibuk dengan pikiranku yang penuh dengan pertanyaan, tanpa ada yang tau jawabannya.

"Kau..." Tegurnya.

Aku meliriknya. Suaranya yang dalam berhasil mematahkan lamunanku.

"Siapa namamu?" Tanyanya dengan ekspresi datar.

Aku terdiam sejenak untuk berpikir sebelum menjawab.

"Lylia."

"Namaku... Lylia"

Lylia POV END

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku