Hidup Alina selalu dipenuhi duri. Di malam ulang tahunnya, ia menemukan tunangannya berselingkuh dengan sahabat yang ia anggap seperti saudara sendiri. Tidak cukup sampai di situ, malam kelam itu berubah menjadi mimpi buruk ketika ia dipaksa menyerahkan kehormatannya kepada seorang pria asing demi melunasi hutang keluarganya. Namun, takdir membawa Alina ke pernikahan tanpa cinta dengan seorang pria misterius bernama Nathaniel, seorang miliarder dingin yang menyembunyikan masa lalu kelamnya. Pernikahan ini bukan hanya tentang mengikat janji, tetapi juga tentang pertarungan harga diri, balas dendam, dan rahasia besar yang perlahan terkuak. Ketika Nathaniel mulai mematahkan tembok keras hatinya, Alina harus memilih: membalas semua rasa sakitnya atau menyerahkan hatinya sekali lagi.
Malam itu, langit gelap dan berawan, seakan merasakan kepedihan yang menyelimuti hati Alina. Angin malam yang dingin menderu melalui lorong-lorong sempit apartemennya di pusat kota, seakan berbisik tentang kekecewaan dan penyesalan. Di balik jendela, siluet kota bercahaya dengan gemerlap lampu yang seolah menertawakan kesedihannya.
Alina memandang cermin di hadapannya, melihat wajahnya yang pucat, mata yang bengkak karena menangis, dan rambut yang berantakan seperti tak peduli lagi. Malam itu, seharusnya menjadi malam yang penuh kebahagiaan-hari di mana ia seharusnya merayakan ulang tahunnya bersama orang-orang terdekat. Namun, semua itu hanyalah mimpi buruk yang tak pernah ingin ia alami.
"Ini semua salahku," gumamnya, suaranya seperti angin yang merintih. Namun, saat ia mengingat wajah tunangannya, Dimas, bersama sahabatnya yang ia anggap saudara, Pratama, yang berusaha mendekapnya di dalam pelukan pria itu, amarahnya meledak, meluap seiring air mata yang kembali mengalir.
Malam itu, saat ia memutuskan untuk keluar dari apartemen kecilnya, dunia seolah berhenti. Langkahnya yang terhuyung-huyung menapaki jalanan basah di bawah cahaya lampu jalan yang redup. Ia tak tahu harus kemana, tak tahu harus berbuat apa. Pikiran-pikiran gelap menyelimuti, menghantui, dan menuntut jawaban atas kenyataan pahit yang baru saja dihadapinya.
Hingga malam yang semakin larut, langkahnya berhenti di sebuah taman kecil yang terletak di ujung jalan. Bangku kayu yang sudah usang di taman itu menantangnya untuk duduk, menunggu apapun yang akan terjadi. Ia memejamkan mata, mencoba mencari ketenangan di antara desiran angin dan suara dedaunan yang bergesekan.
Tiba-tiba, suara derap langkah kaki yang berat mendekat, menyadarkannya. Alina membuka matanya perlahan, memandang ke arah sumber suara. Seorang pria berdiri di hadapannya, mengenakan jas hitam yang rapi, dengan ekspresi yang sulit dibaca. Wajahnya yang tajam dan mata sehitam malam, penuh dengan misteri.
"Maaf, apakah kamu baik-baik saja?" Suara pria itu, dalam dan serak, membawa sesuatu yang aneh. Entah apa itu-rasa perhatian, kekhawatiran, atau mungkin hanya rasa ingin tahu yang kosong.
Alina menelan ludah, mencoba menahan isak yang semakin memuncak di tenggorokannya. Tanpa sadar, ia mengangguk, namun tubuhnya mulai gemetar. Ia tahu, hanya dalam sekejap, dunia telah berubah begitu cepat.
Pria itu memandangnya dengan tajam, seolah berusaha menembus dinding yang dibangun di sekeliling hatinya. "Malam ini, kamu tak sendirian," katanya, seolah ia memahami penderitaan di balik tatapan Alina.
Alina membuka mulutnya untuk berkata sesuatu, namun kata-kata itu terhenti di ujung bibirnya. Apa yang bisa ia katakan? Apa yang bisa menjelaskan semua kebingungannya? Kepedihan itu menyesakkan dada, membuatnya tak bisa berpikir jernih.
Pria itu menghela napas, seolah sudah membuat keputusan besar dalam hati. "Aku bisa membantumu. Tapi, ada harga yang harus dibayar."
Alina menatapnya, bingung dan takut. Harga apa yang dimaksud? Dan apakah ia benar-benar siap untuk membayar harga itu, untuk keluar dari kegelapan malam yang menjeratnya? Namun, sebelum ia bisa bertanya, pria itu meraih tangannya, lembut namun tegas, seakan mengajaknya melangkah ke arah yang tak pasti.
Di saat itu, di malam yang gelap dan penuh dengan kesedihan, Alina tahu satu hal pasti: hidupnya tak akan pernah sama lagi.
Bab 1 Malam yang Membekas
10/12/2024
Bab 2 ruangan yang seharusnya terasa asing
10/12/2024
Bab 3 Ruangan itu terlalu mewah
10/12/2024
Bab 4 ketenangan itu hanyalah ilusi
10/12/2024
Bab 5 Nathaniel tidak berkata apa-apa
10/12/2024
Bab 6 mulai menerima kenyataan
10/12/2024
Bab 7 masih terjalin dalam simpul yang rapat dan rapuh
10/12/2024
Bab 8 mengirimkan aliran kehangatan melalui tubuh Alina
10/12/2024
Bab 9 kehadiran Aaron di rumah mereka menjadi semakin sering
10/12/2024
Bab 10 Pikiran tentang Alex
10/12/2024
Bab 11 sedang bertarung melawan badai
10/12/2024
Bab 12 seluruh dunia sedang menunggu jawaban
10/12/2024
Bab 13 menghantamnya seperti petir yang tak terduga
10/12/2024
Bab 14 Suara langkah kaki yang cepat
10/12/2024
Bab 15 Pintu mobil terbuka lebar
10/12/2024
Bab 16 Ketika pria itu melangkah maju
10/12/2024
Bab 17 Malam semakin larut
10/12/2024
Bab 18 Detik-detik terasa terhenti
10/12/2024
Bab 19 Mereka terus berlari
10/12/2024
Bab 20 Ketika suara langkah kaki yang terus mengejar itu mendekat
10/12/2024
Bab 21 berusaha mencari secercah harapan
10/12/2024
Bab 22 Semakin dekat Alina
10/12/2024
Bab 23 suara senjata yang beradu
10/12/2024
Bab 24 setiap gerakan seakan menarik tenaganya
10/12/2024
Bab 25 bahwa mereka tidak hanya bertarung untuk bertahan hidup
10/12/2024
Bab 26 Jalan yang mereka tempuh menuju kebebasan
10/12/2024
Bab 27 Alina menatap pria misterius
10/12/2024
Bab 28 Alina tidak membantah
10/12/2024
Bab 29 Nathaniel terhuyung ke depan
10/12/2024
Bab 30 penderitaan yang mereka alami
10/12/2024
Buku lain oleh Dannisa Cahya
Selebihnya