Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Istri Cacatku, Kembalilah!

Istri Cacatku, Kembalilah!

AgathaQuiin20

5.0
Komentar
17
Penayangan
11
Bab

Sophia Eleanor terpaksa menikah dengan orang asing hanya karena sebuah tanggung jawab. Di usianya yang baru saja menginjak lima belas tahun Sophia baru saja mengalami kecelakaan hebat yang mengakibatkan kakinya pincang. Ayah Sophia tidak terima dengan semua ini, dan menuntut orang yang membuat laku Sophia pincang untuk menikahinya. Hati seorang ayah mana yang tidak hancur, setelah dewasa tidak ada satu pria pun yang mau menikah dengan wanita cacat? Masa depan Sophia sudah hancur saat melihat kakinya yang tidak secantik dulu lagi. Hanya saja, setelah menikah dengan Shaka Adijaya, orang yang membuat Shopia pincang pria itu menunjukkan sifat arogan dan tidak sukanya terhadap Sophia. Sifatnya yang suka seenaknya dan juga cara bicaranya selalu menyakiti hati Sophia. Belum lagi ibu pria itu yang menunjukkan sifat tidak sukanya pada Sophia. Lalu, mampukan Sophia bertahan dalam rumah tangganya?

Bab 1 1. Kontrak Nikah

"Apa ini?"

Sophia Eleanor mengerutkan keningnya ketika dia menerima satu map yang baru saja diberikan oleh Shaka Adijaya. Pernikahannya baru saja selesai dua jam yang lalu, dan wanita itu baru saja menyelesaikan ritual mandinya. Tubuhnya yang begitu lengket membuat Sophia tidak nyaman. Belum lagi gaun yang dikenakan juga begitu berat, sehingga beberapa kali Sophia mengalami kesulitan untuk bergerak.

"Baca aja sendiri!!" cetus Shaka.

Sophia langsung diam, tangannya dengan pelan membuka map hijau itu dengan pelan. Lalu, membaca satu persatu kata yang tertulis. Dimana Shaka menuliskan banyak hal tentang pernikahan mereka yang tidak diinginkan satu sama lain.

Ya, Shaka dan juga Sophia sama-sama tidak menginginkan pernikahan ini terjadi. Hanya saja karena ayah Sophia yang tidak bisa menerima kejadian itu, membuat Shaka berjanji untuk menikahi Sophia ketika mereka dewasa nanti. Sophia juga tidak ingin mengingat siapapun, dia tidak mengenal Shaka bahkan tidak menikah dengan Shaka pun tidak akan membuat hidupnya menderita. Meskipun keadaan Sophia membuat beberapa pria jijik melihatnya, kakinya pincang bahkan berjalan pun Sophia sedikit menyeret kaki kirinya.

"Banyak sekali aturannya." komentar Sophia.

Shaka menatap Shopia sejenak, "Kenapa? Tidak bisa menerima?"

Jika dilihat ini hanya menguntungkan Shaka saja. Disana tertulis Sophia tidak boleh ikut campur dalam urusan pribadi Shaka. Pria itu juga sudah memiliki kekasih yang dia cintai, yang dimana Shaka dan juga kekasihnya akan segera menikah. Dan Sophia harus memberi izin sebagai istri pertama, Sophia juga tidak boleh tidur dalam satu ruangan dengan Shaka meskipun mereka adalah suami istri. Ingat pernikahan ini tidak ada yang menginginkannya, mereka menikah juga karena ayah Sophia yang menuntut dan membuat Shaka berjanji untuk menikahi wanita cacat.

Perlu diingat, Sophia cacat fisik juga karena Shaka. Waktu itu Shaka berusia delapan belas tahun, Shaka meminta salah satu sopir papanya untuk mengajari mengendarai mobil. Hampir setiap teman Shaka sudah bisa mengendarai mobil, dan pergi ke sekolah pun juga sudah ada yang membawa mobil. Sedangkan Shaka kemanapun dia masih menggunakan sopir. Itu sebabnya, setelah pulang sekolah Shaka memiliki sopir ayahnya untuk mengajari mengendarai mobil. Naasnya, mobil yang Shaka kendarai malah menabrak Sophia, yang waktu itu sedang mengantar bunga untuk pelanggannya. Shaka tampak panik, mau melarikan diri pun juga rugi karena kecelakaan itu tak jauh dari kios bunga milik keluarga Sophia.

Ayah Sophia yang mengetahui lebih dulu, apalagi ketika melihat putrinya yang tak sadarkan diri. Ada beberapa luka di tubuh Sophia, hingga di bawah ke rumah sakit pun dokter memberitahu jika kaki Sophia mengalami cacat fisik. Dan sekarang Shaka bilang tidak terima? Bukannya tidak Terima dengan apa yang Shaka berikan, bahkan Sophia juga tidak begitu peduli, sehingga apa yang terjadi kedepannya Sophia tidak mau tahu apapun.

"Aku terima!!" Sophia mengembalikan map itu pada Shaka, untuk menyimpan dokumen itu dengan baik. Dia tidak akan lupa dengan apa yang Shaka tulis. Hanya saja, Sophia juga memiliki permintaan satu hal untuk Shaka, "Aku tidak peduli apapun tentang kamu, dan tolong jangan libatkan aku dalam masalah kamu. Ingat satu hal, jangan pernah saling jatuh cinta. Kamu lupa menulis itu di perjanjian kita."

Shaka langsung diam, memangnya siapa juga yang mau jatuh cinta dengan wanita cacat seperti Sophia? Jika bukan karena ayah wanita itu, yang ada di kamarnya saat ini bukanlah Sophia wanita cacat yang beberapa jam lalu menjadi istrinya. Tapi wanita yang sangat Shaka cintai sampai saat ini.

Untuk malam ini Shaka membiarkan Sophia tidur satu ruangan dengannya. Melempar bantal dan juga selimut, Shaka meminta Sophia untuk tidur di sofa. Keesokan harinya mereka akan pindah dari rumah ini, Shaka tidak suka tinggal dengan ayahnya yang sangat cerewet. Apapun yang Shaka lakukan akan selalu salah dimata ayahnya, yang benar hanyalah wanita cacat yang saat ini tengah memejamkan matanya tidur di sofa.

Shaka akui ayahnya juga terlibat dalam hal ini. Tanpa merundingkan semuanya ayah Shaka menyetujui perjanjian konyol yang ayah Sophia berikan. Bahkan selama masa hukuman Shaka tidak bisa keluar kota atau mungkin keluar negeri. Ayahnya takut jika Shaka akan mundur dari tanggung jawabnya. Kata ayah, menjadi seorang laki-laki harus memiliki tanggung jawab yang tinggi. Tapi kan masalahnya bukan tanggung jawab seperti ini, hidup Shaka benar-benar hancur banyak karena Sophia. Untung saja pernikahan ini tidak ada satu orang pun yang tahu kecuali keluarga besar Shaka dan juga Sophia. Dan sekarang pria itu benar-benar menyandang status suami di usianya yang baru saja dia puluh delapan tahun. Sedangkan Shaka berniat jika dia ingin menikah jika usianya sudah kepala tiga, tapi karena wanita itu semuanya hancur dalam hitungan menit.

Membaringkan badannya, Shaka pun memutuskan untuk tidur. Jika terus menerus memikirkan wanita cacat itu tidak akan ada habisnya. Dan Shaka akan kesal dengan sendirinya. Setidaknya dengan tidur, Shaka bisa sejenak melupakan apa yang terjadi dengan hidupnya.

***

Bangun terlalu lagi, Sophia pun melihat Shaka yang masih terlelap dalam tidurnya. Wanita itu segera membersihkan diri sebelum dia turun ke bawah, untuk menyambut keluarga barunya. Sophia juga harus pergi ke toko bunga yang dinaungi sejak kecil hingga sekarang. Jangan hanya karena sudah menikah, Sophia melupakan siapa dirinya selama ini. Dia juga tidak boleh terlambat untuk membuka toko bunganya, yang ada semua pelanggannya akan kabur setelah tahu jika Sophia tutup.

Membutuhkan waktu dua puluh menit, akhirnya Sophia pun bisa menyelesaikan mandinya dengan cepat. Dia mengenakan dress biru muda yang sangat cocok dengan kulitnya yang bersih. Menuruni anak tangga dengan pelan, sesekali Sophia pun merapikan penampilannya. Dia hanya menggunakan baju seadanya, karena Sophia tidak membawa banyak baju untuk tinggal dengan suaminya.

Sesampainya di bawah, Sophia melihat banyak sekali orang yang mulai menyapa dirinya. Begitu juga dengan ayah mertuanya yang langsung tersenyum lebar ketika melihat Sophia.

"Selamat pagi." sapa Sophia sopan.

"Selamat pagi juga, Phia. Apa tidurmu nyenyak?" kekeh Petra.

Sophia ikut terkekeh mendengar hal itu, dia pun memberitahu Petra jika tidurnya cukup nyenyak malam ini, sampai-sampai Sophia tidak ingin meninggalkan tempat tidurnya karena kecapekan. Banyak saja Sophia memiliki tanggung jawab dengan kios miliknya, apalagi nanti ada beberapa pelanggan yang datang ke kios bunganya.

"Jelas lah nyenyak, kasurnya empuk beda dengan kasur miliknya yang terbuat dari kapas. Selain bikin tidak nyaman, kasur kapas juga bikin sakit pinggang." cibir Mia. Ibu mertuanya.

Sophia hanya menundukkan kepalanya pelan, di rumahnya tidak ada tempat tidur yang terbuat dari kapas. Meskipun miskin, Sophia masih bisa tidur di kasur spong. Meskipun tidak mahal atau tidak mewah, nyatanya juga bisa membuat Sophia bersahabat dengan tempat tidurnya. Sophia memang suka tidur, dia bisa tidur satu hari dan bangun esok pagi. Tapi perubahan itu mungkin berangsur-angsur akan menghilang, setelah Sophia menikah dia pasti sibuk mengurus dirinya dan juga suaminya. Itu pun jika Shaka mau diurus, jika tidak sudah dipastikan hidup Sophia akan bahagia lahir batin.

Petra meminta Sophia untuk duduk dan ikut sarapan dengan mereka. Meskipun Mia menunjukkan wajah tidak sukanya, tapi sebagai menghargai Petra, Sophia pun duduk di depan Mia.

"Kita tunggu Shaka dulu, ada sesuatu yang ingin saya sampaikan pagi ini." ucap Petra yang mulai serius.

"Tentang apalagi! Ini pernikahan juga sudah terjadi kan sesuai dengan apa yang kamu inginkan. Terus sekarang mau apalagi coba!" cetus Mia.

Petra tidak menjawab, matanya terus menatap ke arah tangga dan berharap Shaka turun dengan cepat. Sekitar lima belas menit, akhirnya Shaka pun turun dengan kondisi yang sudah rapi dan wangi. Tentu, hal itu membuat Sophia mencium dirinya sendiri yang tidak menimbulkan aroma wangi. Dia lupa untuk membawa benda keramat itu di dalam tasnya.

Shaka duduk di samping ibunya dan mengecup pipi ibunya. Lalu menatap Sophia yang sudah duduk manis di hadapan ibunya. Wanita itu tak henti-hentinya menatap Sophia yang terlihat aneh, padahal semalam dia tidak melihat wanita itu tersenyum sedikitpun di hadapannya. Tapi kali ini ...

"Kamu nggak mau mencium kening istri kamu, Shaka?" kata Petra sedikit menyindir. Dia hanya mengingatkan jika Shaka sudah memiliki istri, tidak mungkin kan jika dia harus terus menerus mencium ibunya, sedangkan istrinya di abaikan?

Shaka berdecak kesal, "Nggak deh Pi. Takut Sophia nggak kebiasaan dicium dan risih. Mending cium Mami aja yang udah jadi kebiasaan dari dulu."

Sophia juga tidak berharap dicium oleh Shaka. Bahkan Sophia merasa bersyukur dengan hal ini, setidaknya Shaka tidak menyentuhnya sedikitpun. Apakah yang terjadi kedepannya, Sophia akan mempertahankan hal ini sampai dia mati nanti.

"Begitu ya?" Shaka mengangguk, dia pun langsung meneguk air putih yang ada di sampingnya dengan cepat. Dia harus segera pergi ke kantor, karena ada klien dari luar negeri yang ingin bertemu dengannya. Shaka tidak ingin mengecewakan klien hanya karena datang terlambat, "Tunggu sebentar, Papi punya hadiah untuk kamu Shaka dan juga Sophia." ujar Petra kembali.

"Apa?"

Petra mengeluarkan satu kunci satu saku celananya, lalu mendorongnya pada Shaka, "Rumah ini sudah Papi beli jauh-jauh harus sebelum kalian menikah. Ini hadiah dari Papi untuk pernikahan kalian, dan semoga kalian bisa akur dan saling mengenal satu sama lain."

Mata Shaka mendelik sempurna, dia pikir bapaknya ini akan memberikan saham pada perusahaan dengan jumlah yang besar tapi yang ada Shaka malah dikejutkan dengan kunci rumah sebagai hadiah. Itu tandanya Petra sedang mengusir Shaka kan dari rumahnya sendiri?"

"Ini Papi lagi ngusir aku?"

"Enggak. Siapa yang bilang?" jawab Petra sambil menggelengkan kepalanya.

"Terus kunci ini?"

"Itu hanya kunci rumah, hadiah dari Papi untuk kamu. Kan nggak mungkin kamu mau tinggal dengan Papi, sedangkan kamu sudah menikah. Di rumah ini tidak boleh ada dua ratu, bukannya Papi nggak suka tapi Papi cuma mau menjaga perasaan Sophia saja." jelas Petra panjang lebar.

Bilang saja jika Petra telah mengusir Shaka dari rumah ini. Tidak perlu bilang jika dia memberikan kunci rumah untuk Sophia dan juga dirinya. Tapi ... jika Shaka pergi dari rumah ini, bukankah hal ini baik menurut Shaka? Dia bisa keluar dari rumah ini dengan Sophia dan bisa melakukan apa yang dia suka bukan?

***

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh AgathaQuiin20

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku