Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
3.3K
Penayangan
36
Bab

Wanita yang ku nikahi ternyata serakah, dia tidak hanya ingin mengusai hartaku, tapi juga hidupku. Tapi semua kusadari setelah aku kehilangan segalanya.

Bab 1 Berasa Ditampar

Ku parkirkan, mobilku di pinggir jalan, tepat di sebrang jalan rumah lamaku, yang sekarang ditempati oleh mantan istri dan kedua anakku.

Enam bulan kutinggalkan, rumahku tak banyak berubah, hanya bagian garasi beralih fungsi menjadi toko kelontong. Ada tumpukan tabung gas, galon air mineral berjejeran di sana.

Kulihat ada beberapa pembeli yang datang, nampak Frida, mantan istriku, sedang melayani mereka. Laris juga tokonya, gumamku dalam hati.

"TOKO BAROKAH"

SEDIA GAS, AIR MINERAL, SEMBAKO, DAN KEBUTUHAN RUMAH TANGGA LAINNYA. JUAL PULSA ALL OPERATOR DAN TOKEN LISTRIK.

Begitu yang tertulis di baner depan toko Frida. Dia memang patut kuacungi jempol, pekerja keras dan pantang menyerah. Dia juga yang sudah setia mendampingiku dari nol hingga sesukses sekarang.

Tapi sayang, pernikahan kami dihantam badai perceraian. Aku dan Frida berpisah enam bulan yang lalu.

"Assalamu'alaikum ... " sapaku ramah.

Setelah toko sepi pembeli, aku mengumpulkan segenap keberanian untuk menemui Frida. Tak mudah memang, karena aku pergi meninggalkan luka yang dalam.

"Waalaikum salam ..., eh ada Bang Farhan," ucap Frida salah tingkah.

"Boleh Abang duduk, Da?" ucapku pelan.

"Oh iya, Bang. Saya ambilkan kursi dulu, tunggu sebentar," ucap Frida, lalu masuk ke dalam, kemudian keluar membawa kursi plastik.

"Maaf duduknya di sini aja ya, Bang. Kita sudah bukan mahram, nggak enak dilihat tetangga nanti jadi fitnah, kan saya sendirian di rumah," ucap Frida sambil meletakkan kursi di depan etalase.

Sekarang aku duduk di depan etalase, sementara Frida berdiri di belakang etalase, kami ngobrol di batasi oleh lemari kaca itu.

Benar-benar Frida menjaga kehormatannya, tidak sepertiku yang suka menuruti hawa nafsu.

Kuperhatikan Frida terlihat lebih cantik dan segar, badannya lebih berisi sekarang, tidak seperti dulu, kurus kering.

"Kamu gemukan sekarang," ucapku basa-basi, tapi sebenarnya berkata jujur.

"Iya Bang, sekarang aku makan nasi, nggak makan hati lagi," ucap Frida membuatku merasa ditampar.

Sejak Frida tahu perselingkuhanku, dengan Freya mantan pacarku, yang sudah menjanda. Frida menjadi pemurung, pendiam, dan sering menangis sendiri, hingga badannya kurus tak terurus.

.

Tapi kini dia terlihat lebih menarik, wajahnya terlihat cerah, mungkin karena dia sudah bahagia.

Mendengar jawaban Frida, aku pun hanya bisa diam, apa yang dia ucapkan memang benar, aku sudah membuatnya makan hati.

"Tokomu ramai ya, Da?" ucapku lagi, mengalihkan pembicaraan.

"Iya Bang, alhamdulillah ... cukup untuk memberi makan dua anak yatim," sindirnya.

"Kok kami ngomong begitu, Da? Kan aku masih hidup? Masak kau bilang anak kita, yatim?" sanggahku, tak terima dengan ucapan Frida barusan.

"Hidup juga percuma, Bang. Orang Abang nggak pernah perduli sama anak-anak. Gak pernah kasih nafkah, kan lebih baik jadi yatim, Bang. Banyak yang menyantuni," sindir Frida.

Frida kok berubah gini, kata-katanya pedas, sepedas cabai rawit setan. Omongannya seperti sengaja menyerangku, dendam kali ya?

"Ya nggak gitu juga, Da. Aku bukan nggak perduli, atau nggak mau menafkahi anak-anak, aku sedang banyak kebutuhan," ucapku beralasan.

.

"Iya Bang, aku ngerti. Kebutuhan Abang memang banyak, Istri cantik perawatannya mahal, masih harus membiayai anaknya pula. Miris ya Bang? Anak sendiri dilantarkan, anak orang disayang-sayang," ucap Frida pelan, tapi terasa bagai tusukan pedang, menyakitkan.

Aku hanya bisa diam tanpa membalas ucapan Frida. Lebih baik aku mencari kata yang tepat untuk menyampaikan maksud dan tujuanku sini, agar Frida tidak tersinggung.

Belum apa-apa saja aku sudah diserang sedemikian rupa, bagaimana kalau aku mengatakan yang sebenarnya?

"Abang ke sini pengen ketemu anak-anak, ya?" tanya Farida memecah keheningan, di antara kami.

"Sayangnya anak-anak belum pulang, Bang. Ferina pulangnya jam dua belas, kalau Firni, jam dua, dia kan kelas enam, sudah mau ujian, jadi ada tambahan pelajaran," terang Frida tanpa kutanya.

Padahal kedatanganku bukan untuk menemui anak-anakku, melainkan menjalankan misi dari Freya, istri baruku. Entah mengapa merasa tidak kangen pada mereka, padahal sudah enam bulan tidak berjumpa.

Mungkin karena selama ini aku tidak perduli pada mereka, aku lebih suka bersenang-senang dengan Freya, apalagi setelah menikahi mantan pacarku itu, aku makin tidak perduli, toh ada anak-anak Freya, dan Freya sekarang juga sedang mengandung anakku, buah cinta terlarang kami.

"Nggak pa-pa, yang penting aku bisa ketemu kamu, ada hal penting yang ingin Ku bicarakan," balasku kemudian.

"Oh, hal penting apa ya Bang?" tanya Frida penasaran.

"Aku ingin menjual rumah ini," ucapku pelan, dengan kepala tertunduk.

Jujur aku takut mendapat murka dari Frida, tapi semua terpaksa aku lakukan. Ini semua permintaan Freya, yang tidak terima rumah ini ditempati Frida dan anak-anakku.

"Apa kamu bilang, Bang? Ingin menjual rumah ini? Lalu anak-anakmu mau tinggal di mana, Bang? Kolong jembatan?" ucap Frida tajam, membuat nyaliku surut seketika.

"Aku butuh uang untuk biaya renovasi rumah," lirihku.

"Bang, kamu masih punya otak kan? Coba pikir Bang! Apa yang sudah kamu berikan untuk kami setelah kita bercerai?" Aku yang tak berani menatap Frida, justru semakin menundukkan kepala.

"Sejak kau selingkuh dengan mantan pacarmu itu, apa pernah kasih nafkah ke aku?" Lagi-lagi aku hanya diam.

Hasil kerjaku sejak berselingkuh, kuhabiskan untuk menyenangkan Freya, yang punya selera tinggi itu.

"Mobil kau bawa, warung kau kuasai! Tabungan yang sedianya untuk kita naik haji sekeluarga, dan beli rumah yang lebih besar, kau habiskan untuk menyenangkan selingkuhanmu itu, sekarang rumah yang luasnya tak seberapa ini, kau minta juga?"

Aku dan Frida punya warung soto dengan tiga cabang, semuanya dalam penguasaanku sekarang. Uang tabungan yang Frida bicarakan, sudah kugunakan untuk membelikan rumah Freya, yang lebih besar dan lebih mewah dari rumah yang Frida tempati.

"Ta--- tapi, Freya menginginkan rumah ini juga, Da. Dia memintaku untuk menjualnya," ucapku terbata.

"Serakah sekali istrimu itu, Bang. Setelah dia merebut kebahagiaan kami, sekarang dia ingin merebut satu-satunya milik kamu yang tersisa? Dan kau hanya nurut saja, kayak kebo yang dicucuk hidungnya?

Baiklah kalau begitu, kalau kau minta hitung-hitungan, mari kita buat perhitungan," ucap Frida lembut dengan tatapan menusuk. Tak ada lagi Frida istriku yang lemah lembut, dan selalu mengalah padaku.

"Perhitungan, Da?"

"Iya, dan aku yakin, kau bakal menyesal karena menuntut lebih dariku, Bang," ucap Frida.

"Maksudmu apa, Da?"

"Tadinya aku tidak mau mengusik hidupmu, Bang. Tapi setelah kupikir-pikir, aku tidak mau menderita sendiri, Bang. Aku juga ingin Abang dan Freya, istri tersayang Abang itu, merasakan apa yang kami rasakan."

Kira-kira si Frida mau bikin perhitungan apa ya, Mak?

Bersambung dulu ya Mak .... Biar penisirin

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Muzdalifah Muthohar

Selebihnya

Buku serupa

Pemuas Nafsu Keponakan

Pemuas Nafsu Keponakan

Romantis

5.0

Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku