Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Terjerat Gairah Sahabat

Terjerat Gairah Sahabat

Dhanz

5.0
Komentar
591
Penayangan
5
Bab

Renata memperhatikan kedua netra Adrian yang tampak sendu. "Kamu ada masalah apa lagi sama Mika?" "Jangan bahas dia dulu, bisa?" Memaksakan diri berhubungan dengan Mika, perempuan pilihan orang tua membuat Adrian sedikit tertekan. "But ... why? I just wanna know." Alih-alih menjawab, Adrian justru membalas tatapan lekat Renata dan mendekatkan wajahnya. "I have nothing important to tell. I just need you tonight." "Adrian, mmhhh ...." Adrian membungkam Renata dengan kecupan lembut di bibir tipis sahabatnya, tapi tidak lama hingga Renata mendorong dada bidang Adrian. "Temenin aku malem ini." Adrian kembali mengecup bibir Renata dengan ganas. Renata yang telah bersusah payah memendam rasa pada Adrian, pada akhirnya tergoda saat lelaki itu mulai melancarkan aksinya. Apakah Renata akan membuka hati untuk Adrian atau membiarkan sahabatnya tetap bersama Mika, sementara Adrian telah mengambil keperawanannya? Image source : Couple Photo by : Canva Pro :edite By Dhanz

Bab 1 Jangan,Adrian!

"Adriaaan ... kamu pulang aja, gih! Aku

capek banget hari ini. Pengen tidur

cepet" ulang Renata, entah sudah ke

berapa kalinya.

Sementara Adrian, sahabat kecil Renata

itu masih merebah di sofa dengan

santainya. Dia sengaja abai dengan apa

pun kalimat yang sudah dilontarkan

Renata, seolah perempuan itu tidak

mengatakan apa-apa.

Renata mendesah lelah, lalu dengan

cepat mengempaskan badannya di

sofa

yang kosong. Dia kesal dengan sikap

Adrian yang selalu seenaknya sendiri.

"Adrian, do you hear me? Aku ngomong

sama kamu loh, udah dari setengah jar

yang lalu, tapi kamu masih diem aja di

situ dengan santainya. Kamu tuh lagi di

apartemen aku loh, Adrian. Enggak lucu

banget kalau Jovan tiba-tiba dateng.

Kamu tahu sendiri 'kan, kalau dia engga

begitu respect sama kamu?" tutur Renata

panjang lebar.

Adrian bergerak cepat, berpindah tempat,

tepat di samping Renata dan

menyandarkan kepala pada bahu

sahabatnya.

"Kamu kenapa, sih?" tanya Renata yang

penasaran dengan diamnya Adrian. "Apa

kamu lagi ada masalah sama Mika?"

"Jangan bahas dia sekarang, oke?" pinta

Adrian setengah berbisik di telinga

Renata.

"Enggak ada salahnya aku tanya gitu

kalau kamu masih anggep aku sebagai

sahabat kamu' tegas Renata.

"Mana ada sahabat yang tega ngusir

sahabatnya sendiri?" tukas Adrian

dengan cepat sembari bergelayut manja

di bahu Renata.

Ya Tuhan, demi apa? Renata sudah mati-

matian membunuh rasa yang pernah ada

untuk lelaki di sampingnya itu dengan

alasan tidak ingin merusak persahabatan

yang terjalin di antara mereka. Bahkan,

Renata telah bersusah payah pula

membuka hati untuk Jovan-kekasihnya

-yang saat ini sedang ada tugas kerja di

luar negeri.

Namun, jika Adrian saja masih bersikap

seperti itu terhadap Renata meski dia

sudah memiliki perempuan yang

digadang-gadang keluarganya sebagai

calon istri, apa iya, Renata masih harus

menanggapi sikap manja Adrian padanya

yang belum juga bisa hilang sejak lama?

"Gini ya, Adrian. Masalahnya, hari ini aku

capek banget. Banyak pesenan masuk,

sementara dua pegawai aku tuh izin

karna ada acara penting barengan. Jadi

aku butuh istirahat sekarang" desis

Renata sambil mencubit pipi Adrian

karena merasa kesal.

"Aduh! Sakit, Baby. Kamu jangan kasar

gitu, kenapa?" protes Adrian yang sontak

mengangkat kepalanya dari bahu Renata.

Mau tidak mau, Renata terkikik melihat

raut lucu Adrian saat menunjukkan rasa

sakit sekaligus rasa kesalnya. "Sorry,

sorry. Emang sakit banget, ya? Sampai

merah gitu pipi kamu' ujar Renata sambil

mendekati Adrian dan memperhatikan

warna merah yang tercetak jelas di wajah

putih sahabatnya.

"Aku tahu kamu capek body. That sucks!

Tapi asal kamu tahu, Rena. Aku juga lagi

capek. Capek hati."

"Serius, kamu?" Renata memperhatikan

kedua netra Adrian yang tampak sendu.

"Kamu ada masalah apa lagi sih, sama

Mika?"

"Jangan bahas dia dulu, bisa?"

Memaksakan diri berhubungan dengan

Mika, perempuan pilihan orang tua

membuat Adrian sedikit tertekan.

"But ... why? I just wanna know."

Alih-alih menjawab, Adrian justru

membalas tatapan lekat Renata dan

mendekatkan wajahnya. "I have nothing

important to tell. I just need you tonight."

"Adrian, mmhhh ..."

Adrian membungkam Renata dengan

kecupan lembut di bibir tipis sahabatnya,

tetapi tidak lama hingga Renata

mendorong dada bidang Adrian.

"Temenin aku malem ini" Adrian kembali

mengecup bibir Renata dengan ganas.

Renata tidak bisa memungkiri bahwa

kecupan lembut Adrian adalah satu-

satunya kecupan yang bisa dia nikmati.

Yah, Renata tidak pernah bisa

membohongi diri bahwa dia selalu

merasa biasa saja saat menyatukan

bibirnya dengan Jovan. Namun, entah

kenapa rasanya begitu berbeda saat

bibirnya bertemu dengan bibir lembut

Adrian.

"Stop, Adrian! Don't be crazy!" Renata

kembali mendorong dada bidang Adrian.

"Kita enggak boleh lakuin ini."

"Kenapa enggak? Aku maunya sama

kamu." Adrian melingkarkan kedua

tangannya di pinggang ramping Renata

dengan setengah memaksa.

"Kamu jangan ngacau, Adrian! Kita

enggak boleh kayak gini. Aku enggak

mau kalau sampai Jovan sama Mika

tahu, mereka pasti bakal kecewa."

Renata masih bertahan dengan akal

sehatnya.

"Mereka enggak perlu tahu!" Adrian

menyahut dengan santai. "Cukup kita aja

yang tahu, Rena. Please" pintanya

dengan sangat.

Renata terdiam. Rasa tidak enak

mendadak berkecamuk dalam dada.

Perempuan itu tidak pernah bisa

membohongi diri bahwa selama ini, rasa

cintanya pada Adrian tidak pernah redup

sedikit pun meski telah ada sosok Jovan

yang menjadi kekasihnya.

Pun dengan Adrian. Dia yang bodoh,

menerima begitu saja perjodohan dari

orang tuanya dengan dorongan Renata

hanya karena tidak ingin persahabatan

mereka rusak karena adanya cinta di

antara mereka.

Renata terdiam, tidak menyangka Adrian

akan punya pemikiran seperti yang baru

saja dia katakan. Perempuan itu bingung

bagaimana harus mengambil sikap.

Ingin menolak, tapi pada kenyataannya,

hati yang dimiliki Renata telah lama

diambil Adrian. Sedangkan Jovan? Dia

adalah lelaki yang terpaksa diterimanya

sebagai kekasih atas usahanya untuk

menghapus nama Adrian dari dalam

lubuk hati yang paling dalam.

"Kita emang udah punya jalan masing-

masing, Rena. Tapi apa enggak bisa

kalau kita tetap bersama? Terutama

kalau aku lagi kalut kayak gini, aku

enggak tahu harus cari siapa kalau

bukan kamu," aku Adrian.

Renata mendesah lelah, lantas menoleh

ke arah Adrian yang masih terduduk di

sampingnya, menatapnya dengan

tatapan sendu.

"Ya udah, kalau emang kamu suntuk di

rumah dan enggak pengen pulang, kamu

boleh nginep di sini malem ini. But

without touching each other. Gimana?"

Renata mengambil keputusan sepihak.

Dia tidak tega jika harus terus memaksa

Adrian untuk pulang, karena memang

tidak ada tanda-tanda sedikit pun dari

Adrian untuk segera pergi dari

apartemennya.

Adrian terdiam cukup lama sambil terus

menatap lekat kedua netra sahabatnya.

Akan tetapi, isi di kepala menolak apa

yang diminta Renata.

"Aku enggak bisa, Rena. I want you." bisik

Adrian yang sontak mendekatkan dirinya

dengan Renata dan mengungkung

perempuan itu hingga punggungnya

menekan sandaran sofa. tidak bisa

berkutik sedikitpun.

"Adrian, kamu jangan macem-macem!

Kamu... mmmhhh...."

Adrian membungkam bibir Renata

dengan cepat dan panas, hasratnya

begitu menggebu dan tidak sedikit pun

membiarkan Renata lepas dari

kungkungannya.

"Adrian... stop it!" racau Renata yang

tidak bisa melawan karena tubuh Adrian

telah menindihnya, sedang bibir lelaki itu

terus menghujani leher dengan tanda

cinta yang dipastikan, tidak akan pernah

bisa dilupakan karena memang baru

pertama kalinya bagi mereka.

"Jangan, Adrian lirih Renata dengan

cairan hangat yang telah menggenang di

pelupuk mata. Bukan karena sentuhan

yang dilakukan Adrian, melainkan karena

luka baru yang kemungkinan akan

datang menambah deretan luka dalam

hatinya karena selalu berusaha

membohongi diri dengan perasaannya

terhadap Adrian.

Adrian melepas satu per satu kancing

kemeja yang melekat pada tubuh Renata,

hingga bisa terlihat jelas dua padatan

yang tidak cukup digenggam hanya

dengan satu tangan saja. Lelaki itu

kembali menghujani leher sahabatnya

dengan kecupan panas yang semakin

lama semakin turun pada kedua padatan

besar yang menantang di hadapan.

Sama sekali tidak dihiraukannya Renata

yang melenguh bersamaan dengan

luruhnya air mata yang menghiasi wajah

cantik perempuan itu.

"Kamu tenang aja, rahasia ini cuma kita

yang tahu." Adrian kembali bersuara

sambil melepas pengait kain yang

menutup dada Renata, lalu mulai

memainkan puncak yang telah

mengeras sempurna.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku