Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Terjerat Nafsu Pria Beristri

Terjerat Nafsu Pria Beristri

ERRI

5.0
Komentar
1.8K
Penayangan
4
Bab

Bayangan Andre yang hanya menggunakan handuk terus menari-nari di dalam otakku yang kotor. Apa yang ada di dalam pikiranku saat ini. Laki-laki yang usianya jauh di atasku itu terlihat sangat sempurna. Namaku Clara, usiaku memang sudah terbilang dewasa menjelang 20 tahun. Apalagi tubuhku yang tidak jelek jika dipoles sedikit saja mungkin sama dengan model iklan di TV. Makanya aku tidak pernah sendirian kemana-mana karena banyak laki-laki yang menggodaku.

Bab 1 Hasrat Liar

Bayangan Andre yang hanya menggunakan handuk terus menari-nari di dalam otakku yang kotor. Apa yang ada di dalam pikiranku saat ini. Laki-laki yang usianya jauh di atasku itu terlihat sangat sempurna. Namaku Clara, usiaku memang sudah terbilang dewasa menjelang 20 tahun. Apalagi tubuhku yang tidak jelek jika dipoles sedikit saja mungkin sama dengan model iklan di TV. Makanya aku tidak pernah sendirian kemana-mana karena banyak laki-laki yang menggodaku.

Jika ingat dengan Rendra teman yang menyukaiku selama ini aku merasa melambung. Dia yang selalu baik dan selalu menjagaku, aku sangat nyaman sekali. Tapi aku tidak ingin mimpi jauh yang bisa terhempaskan sewaktu-waktu. Rendra cowok yang selalu menjadi impian para cewek, bahkan aku sendiri pernah dibuli gara-gara Rendra yang selalu membelaku.

Tidak sedikitpun Rendra berani menyentuh tubuhku ini, hanya sebatas mencium tangan, aku sudah sangat senang. Mungkin karena hormon di dalam tubuhku yang ingin di sentuh lebih lanjut. Dan kini aku dihadapkan pada sosok Andra yang dewasa yang membuat mataku menjadi ternoda.

Sikap Andre yang dingin membuatku lebih tertantang untuk mengenalnya. Dalam arti aku sebagai anak angkat yang dekat dengan ayah angkat hingga tidak kehilangan komunikasi. Semua ini kerena permintaan dari istri Andre yang sedang sakit saat ini.

Setelah membersihkan diri aku menuju ke dapur. Di sana ada seorang pembantu bi sum namanya. Dia sedang menyiapkan makan untuk kami bertiga. Aku bermaksud untuk membantunya karena aku belum tahu pekerjaan apa saja yang akan aku lakukan untuk keluarga ini.

"Masak apa Bi, mari aku bantu menyiapkan," kataku melihat dia sibuk dengan alat dapur.

"Hanya masak sup kok, Non. Sudah hampir selesai," sahutnya

"Tak apa Bi, lagi pula aku gak ada kerjaan di sini. Oh ya, Tuan Andre kerja di mana, Bi?" tanyaku menyelidik.

"Tuan, neng? Bibi juga tidak tahu, saya kerja masih satu bulan sejak Nyonya sakit."

" Oh ... jadi bibi baru kerja di sin? Saya kira sudah lama. Kelihatan akrab banget sama Nyonya."

"Iya, Nyonya mah, baik banget sama Bibi. Beda dengan Tuan yang dikit bicara, tapi hatinya juga baik jangan khawatir."

"Emm, Bibi tahu kenapa aku ada di sini?"

"Tahu, itu yang bilang Nyonya sendiri yang cerita ke bibi. Karena merasa kesepian dan Tuan tidak ada yang ngurus semenjak Nyonya sakit. Kan, beda jika mereka punya anak masih ada yang ngurus Tuan."

"Kok aneh cari anak angkat cuma buat ngurus Tuan Hendra saja? Itu sama saja menggantikan posisinya?"

"Ya, mana Bibi tahu maksudnya? Nyonya cuma cerita saja terkadang malah menangis sendiri."

Aku mencerna kaka-kata Bi Sum. Mana mungkin Yessi yang begitu ramah itu malah sesedih itu cerita hidupnya. Ada perasaan yang mengganjal di dalam hatiku. Jika memang hanya untuk mengurus Andre, mengapa tidak cari pembantu? Mengapa mesti mengangkat anak yang sudah remaja sepertiku, apa tidak bahaya untuk rumah tangga mereka? Kalau aku jahat lantas menikung apa tidak terkikirkan tentang hal itu. Jangan sampai itu terjadi dari diriku. Walupun aku sangat terpesona dengan tubuh Andre saat ini. Bau harum dari parfumnya saja sangat menggoda penciumanku, menimbulkan pikiran kotor di otakku.

Aku membantu bibi untuk menyiapkan meja makan. Setelah itu aku pergi ke kamar Yessi untuk memberitahukan jika makanan sudah siap. Ternyata Yessi dan Andre terlihat sangat mesra bahkan membuat aku iri pada mereka. Membuatku iri dan ingin punya suami harus seperti Andre yang sangat menyayangi istri walaupun kondisnya sakit.

"Nyonya, Tuan, makanan sudah siap? Atau Nyonya makan di kamar biar aku antar?" sapaku menghentikan aktivitas mereka.

"Sini dulu Ra, ada yang mau aku omongin pada kamu sekarang," ajak Yessi melambaikan tangan ke arahku.

Aku mendekat sedangkan Andre sedikit bergeser, namun tetap ada didekatku. Bau parfum tubuhnya tercium, sepertinya habis mandi. Kembali pikiranku traveling dengan imajinasi kotor. Aku akan gila jika terus-terusan berada di dekat Andre.

"Ra, sebelumnya ibu minta maaf jika permintaanku ini sedikit memaksa. Tapi hanya ini yang bisa aku lakukan buat suamiku agar bahagia."

Deg deg deg

Jantungku serasa mau copot, apalagi ini padahal baru juga tiba di rumah ini sudah dilibatkan dengan urusan rumah tangga. Tapi aku tidak boleh berpikiran buruk dulu segala sesuatu pasti dapat di bicarakan. Tidak ada yang salah diantara kami. Atau aku yang terlalu bodoh menerima semua keputusan.

"Ada apa sebenarnya, Nyonya? Saya jadi takut."

"Clara, saya cuma minta tolong. Selama saya sakit tolong kamu siapkan segala keperluan Suamiku. Karena saya tidak bisa lagi menyiapkan dan saya tidak mau jika pembantu yang ikut campur dengan urusan suamiku. "

"Maksudnya bagaimana, saya gak ngerti? Jika pembantu tiak boleh ikut campur, bukannya ststus saya juga sama?"

"Sini mendekatlah!"

Akupun mendekat hingga bersentuhan dengan lengan Yessi. Terlihat sekali pucat di wajahnya. Kalau biasanya aku hanya melihat dari jauh saat beliau berada di kelas, tapi sekarang aku lihat sendiri dari jarak dekat. Wajah ayu itu terlihat sangat pucat. Pikiranku negatif tentang Yessi yang selala ini sudah baik denganku. Bagaimana aku sampai tiak tahu tentang sakitnya Yosi. Kasihan, jika permintaannya sampai kutolak. Pasti aku akan menyesal.

"Sebenarnya, Nyonya sakit apa? Kog pucat begini?" tanyaku memberanikan diri meski sudah tahu dari Bi Sum.

Sebagai mantan murid yang selama ini dibantu secara materiil, tidak mungkin aku membiarkan gurunya sakit hingga parah. Aku akan berusaha membuatnya terhibur dengan adanya aku di sini. Tapi sangat berat jika harus menghadapi suaminya, apa hasratku bisa tahan.

"Kamu tidak perlu khawatir, Ra. Penyakitku sudah lama, tapi baru kali ini sangat parah. Makanya ketika saya tahu kamu berperilaku lembut, tidak pernah pilih-pilih makanya aku memilih kamu sebagai orang yang bisa membantuku. Bisa kamu bayangkan, seandainya aku tidak memiliki orang yang dekat disaat diriku terpuruk seperti ini, Ra."

Byur

Rasa dingin di dalam hatiku melihat Yessi yang begitu tegar . Jika aku ada di posisinya, mungkin aku tidak akan bisa membiarkan suamiku dilayani oleh wanita lain. Apa jangan- jangan niat Yessi hanya mempermainkanku agar aku terikat dengan mereka? Tidak, aku tidak boleh terbuai dengan kata-kata manisnya dulu, siapa tahu ini hanya jebakan.

Dapat dibayangkan bagaimana seorang gadis seumurku harus melayani segala keperluan suami, yang masih mempunyai istri. Tetapi dalam hati kecilku merasa iba dengan kondisi keluarga ini. Mereka sudah berumah tangga selama lima tahun, dan belum memiliki keturunan. Pertahanku runtuh karena Yosi yang menangis dan terus memohon, bahkan rela bersimpuh di kakiku. Harga diri seorang istri demi kebahagian suaminya diperjuangkan. Dia memintaku untuk menjadi madu, istri ke tiga. Aku melongo, ternyata pria di sampingku ini maniak perempuan. Kupikir Yessi satu-satunya istrinya.

Yessi kemudian bercerita, jika istri kedua yang bernama Siska sudah mengkhianati mereka selama ini. Dia sahabat Yessi, yang hanya menginginkan hartanya selama ini.

"Baiklah, tapi aku melakukan apa buat Tuan setelah menikah? Apakah cuma menyiapkan pakaiannya?"

"Sebaiknya kamu belajar, tugas seorang istri yang sesungguhnya," titah Yessi dengan senyum mengembang.

Rasanya seperti disambar petir mendengar ucapan tersebut. Apa aku harus melakukan hubungan seperti suami istri? . Otakku kembali traveling dengan pikiran kotor, tidak mungkin Andre menginginkanku.

"Makasih Ra, kamu menyiapkan segala kebutuhan suamiku. Mulai dari pakaian dan makanan, karena suamiku sering telat makan, maka tugasmu mengingatkannya. Dan satu lagi kebiasaannya harus selalu ditemani saat makan. Jangan lupa!"

"Kenapa harus saya yang menemani makan? Bukan dengan Nyonya saja?"

"Ra, kamu tahu, aku makan di kamar. Lagi pula suamiku itu suka bersih, sedangkan di kamar akan selalu bau minyak kayu putih dan obat-obatan. Meskipun dia mau makan bersamaku di sini, tapi aku larang. Jangan sampai dia ikut sakit karenaku."

"Baiklah, Nyonya. Sesuai dengan tugas, saya laksanakan dengan baik," kataku akhirnya menyerah.

"Oh ya Ra, sekarang kamu belanja untuk besuk acara pernikahan kalian. Suamiku akan menemani, bukan begitu, Sayang" ucap Yessi meraih tangan Andre dan menciumnya.

Pemandangan yang aneh, jika mereka masih saling mencintai. Tentu Yessi tidak merelakan aku untuk menjadi madunya. Tapi ini diluar prediksi BMKG, seperti gelombang panas yang siap menyemburka lava

"Semoga kamu betah di sini ya Ra. Saya berharap banyak kepadamu. Rasanya sangat tenang jika ada kamu di sini, jadi tidak kepikiran lagi."

Aku berlalu dari hadapan Yessi dan ke ruang makan. Sedangkan beberapa saat kemudian terlihat Andre datang dan duduk di kursi. Sebelum menyentuh makanan, Andre melihat ke arahku memberi isyarat agar aku mengambilkan makanan untuknya. Kami belum menjadi suami istri, mengapa dia main perintah, aku hanya tidak ingin menimbulkan kesalah pahaman diantara aku dan Yessi.

"Tuan mau diambilkan yang mana?" tanyaku tanpa menatapnya.

"Sup ayam saja, dan buatkan aku jeruk hangat," perintahnya.

Ternyata Andre ingin aku layani saat ini. Rasanya sangat kaku sekali apalagi aku baru saja mengenalnya. Setelah menaruh makanan di piring bergegas membuat jeruk hangat yang berada di samping meja makan. Tinggal tuangkan di gelas karena semua sudah ada di meja.

"Manis tidak air jeruknya?" tanyaku.

"Tanpa gula," sahutnya sambil mengunyah makanan dengan pelan.

Aku membuatkan air jeruk tanpa gula dan memberikan kepada Andre. Tampak dia sangat suka dengan minuman tersebut hingga meminumnya sampai tandas. Syukurlah, aku tidak membuat kesalahan di hari pertamaku melaksanakan tugas di rumah ini. Andre pun tersenyum menatap gelas yang sudah habis airnya.

"Besuk pagi buatkan aku seperti ini lagi ya? Sama dengan buatan istriku," ucapnya tanpa memandang ke arahku sedikitpun.

Aku tidak perduli hanya mengangguk tanpa menjawab. Sesaat kemudian Andre berdiri dan pergi dari ruang makan. Hanya tinggal aku sendiri melanjutkan makan dan membereskan alat kotor bekas makanan majikanku. Setelah kenyang aku pergi berniat ke kamar Yessi, tapi ternyata pintunya sudah ditutup rapat. Aku membalikkan badan dan pergi ke kamarku sendiri untuk istirahat. Dari pagi hingga malam ini aku belum merebahkan tubuhku sama sekali.

Malam larut aku mengganti bajuku dengan baju tidur pemberian dari Yessi yang katanya sudah tidak muat lagi dipakainya. Besok rencananya akan dibelikan baju untuk ganti agar aku tidak memakai lagi bajuku yang lama dari ruma. Yessi tahu jika aku hanya membawa beberapa baju yang sudah usang.

"Mengapa baju ini tipis sekali, seperti baju pengantin baru. Bagaimana ini kelihatan semua tubuhku bagian dalam. Tapi tidak apa, toh aku tidur sendiri malam ini," gumamku merebahkan diri di kasur yang empuk.

Aku merasa kedinginan memakai baju ini, rasanya seperti tidak pakai baju. Tapi aku tetap harus memakainya karena tidak ada lagi yang lain, semuanya sama modelnya. Aku mulai memejamkan mata, sesaat aku seperti mendengar suara berisik seperti pintu dibuka. Tapi aku tidak menghiraukannya karena mataku sangat susah untuk dibuka. Mungkin sudah terlalu capek hingga aku tidak sadarkan diri dan mengarungi mimpiku hingga lelap.

Di dalam mimpi, aku merasakan seseorang memelukku dengan hangat, ada sentuhan lembut pada tubuh aku tidak bisa menolaknya. Tubuhku sepertinya tidak bisa bergerak karena ada benda berat menimpaku. Mataku juga tidak mampu membuka, bagaimana dengan sentuhan ini? Seperti mimpi indah sekali seperti di awan-awan. Tidak pernah aku merasakan senikmat ini, sangat lembut sekali. Perlahan menyusuri seluruh tubuhku tidak tersisa sedikitpun. Aku menahan suaraku di bawah alam sadarku. Berusaha menikmati semuanya, rasanya nyaman sekali.

Aku membiarkan diriku menikmati indahnya sensasi itu. Bahkan tidak ingin segera membuka mata. Semakin lama semakin nikmat dan sangat membuatku ingin lagi dan lagi. Berulang kali aku melakukan seruan kenikmatan yang ada dari dalam tubuhku. Ingin berteriak tapi mulutku kaku tidak mampu bersuara. Dan aku biarkan semua hingga aku tidak bisa merasakannya lagi.

**

Pagi hari aku merasakan seluruh tubuhku penuh keringat, mataku yang tidak bisa membuka akhirnya tersadar. Bibi yang mengguncangkan tubuhku untuk segera bangun. Rasanya aku tidak ingin melepas mimpiku tadi malam. Luar biasa baru pertama kali menginap di rumah Yessi sudah memiliki kenangan mimpi yang sangat indah dan membuat gairahku bangkit. Bagaimana dengan hari-hariku selanjutnya?

Aku menggeliat dan memicing melihat Bibi mematikan lampu kamar dan menyibakkan gorden jendela.

"Sudah pagi, Bi? Kok Bibi bisa masuk ke kamarku. Apa aku tidak menguncinya tadi malam?" tanyaku heran karena seingatku pintu kamar sudah aku kunci dengan baik.

"Bibi punya kunci cadangan. Semua ada di dapur, jadi kalau ada apa-apa bisa segera buka pintu. Tadi saya disuruh Nyonya untuk membangunkan Non Clara."

Aku mengernyit, bisa bahaya jika ada orang lain masuk ke kamarku. Apa jangan-jangan tadi malam ... ah, masa bodoh. Di rumah ini tidak ada orang lain selain kami bertiga.

"Oh begitu ya, aku mandi dulu. Rasanya badanku lengket semua padahal AC juga nyala."

"Mimpi indah ya, Non. Kok, sampai kesiangan?"

" Emm enggak, mungkin karena aku capek saja kemarin. Jadi telat bangunnya."

Bibi keluar dari kamar dan menutup pintu perlahan. Sejenak berpikir jika ada kunci cadangan, aku harus ekstra hati-hati. Setibanya di kamar mandi, aku baru sadar tubuhku bau perfum yang tidak asing. Ya Tuhan ... apa dia yang masuk ke kamarku tadi malam?

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku