Cinta yang Tersulut Kembali
Kasih Sayang Terselubung: Istri Sang CEO Adalah Aku
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Terpesona oleh Istri Seribu Wajahku
Gairah Citra dan Kenikmatan
Hamil dengan Mantan Bosku
Hati Tak Terucap: Istri yang Bisu dan Terabaikan
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Suamiku Nakal dan Liar
Aku masih ingat jelas hari ketika hidupku berubah selamanya. Di sebuah desa yang jauh dari hiruk-pikuk kota, tempat di mana teknologi belum merambah kehidupan sehari-hari kami, aku dilahirkan. Desa itu sederhana, dengan ladang yang membentang sejauh mata memandang, dan rumah-rumah kayu yang berdiri kokoh di antara pepohonan rindang. Dalam kesederhanaan itulah aku menemukan kenyamanan—tetapi juga, tanpa aku sadari, jerat takdir yang pelan-pelan mengikat.
Namaku Zara. Aku dibesarkan di tengah kesunyian desa, di mana suara alam lebih sering terdengar daripada obrolan manusia. Kedua orang tuaku petani, dan sejak kecil, aku membantu mereka di ladang. Pendidikan formal tidak menjadi prioritas di sini, dan pengetahuan agama kami hanya sebatas yang kami dengar dari para orang tua. Surau terletak jauh di sudut desa, sehingga aku jarang berkunjung ke sana kecuali saat ada acara besar. Namun, di balik semua itu, ada sesuatu yang mengerikan sekaligus menggoda yang menunggu untuk terungkap.
Aku sering bertanya pada diriku sendiri, apakah kecantikan adalah anugerah atau kutukan. Kulitku putih bersih, tubuhku kurus, dan tinggiku rata-rata. Kecantikan ini, sejak aku kecil, sering menjadi alasan aku menjadi pusat perhatian—dan kadang, perhatian itu bukanlah hal yang kuharapkan. Ada kalanya aku merasa dikelilingi oleh tatapan yang tidak nyaman dari para lelaki di desa. Namun, aku mengabaikannya, menutupi ketidaknyamanan dengan senyuman yang aku pelajari dari ibuku.
Di sekolah menengah, aku memiliki tiga sahabat: Elina, Faizal, dan Naufal. Kami sering menghabiskan waktu bersama, entah itu belajar atau sekadar berbincang di bawah pohon beringin tua di halaman sekolah. Namun, di antara kami, ada rahasia yang hanya aku simpan sendiri. Rasa sukaku pada Faizal, yang tampan dan menawan, adalah sesuatu yang kucoba sembunyikan sebaik mungkin. Pernah suatu hari, dengan hati berdebar, aku menulis surat cinta untuk Faizal dan menyelipkannya di buku teksnya. Tapi, surat itu seperti hilang ditelan bumi, tak pernah berbalas.
Elina, sahabatku yang ceria dan selalu wangi, juga menyukai Faizal. Berbeda denganku yang pendiam dan introvert, Elina selalu menjadi pusat perhatian dengan tawa dan senyumnya yang menawan. Kami berdua memang cantik, tetapi Elina memiliki pesona yang membuat siapa pun merasa nyaman di dekatnya. Aku sering merasa dibayangi oleh pesona Elina, dan meskipun demikian, persahabatan kami tak tergoyahkan. Naufal, yang lembut dan perhatian, diam-diam memendam perasaannya pada Elina. Kami berempat seperti terjebak dalam drama yang tak berujung, dimana cinta bertepuk sebelah tangan menjadi permainan yang melelahkan.