Seorang gadis bernama Aletta Tya Mahardika, menerima surat wasiat ayahnya yang sudah meninggal. Untuk menikahi pria duda yang memiliki ambisi dengan sikap arogantnya. Terkenal sebagai Sugar Daddy para gadis-gadis cantik. Membuat Tya membencinya sebagai pria hidung belang. Sikap kasar pertemuan keduanya, berakhir cinta yang membawa luka. Saat kehadiran Gladis istri pertama Panji yang sudah lama meninggal. "Meskipun dia telah kembali, aku akan tetap memilihmu sebagai istriku." Mampukah Tya melewati pernikahan panas dan menantang bersama dengan Panji Alfonso?
Bab 01. Perjodohan
"Surat wasiat ini sudah ditetapkan oleh papa. Dan mama sendiri tidak bisa menolak ataupun mengubah keputusannya," ucap mama Fiana pada putrinya dengan mata bergetar.
Sarat wajah Fiana berubah sendu, saat membaca surat wasiat yang ditinggalkan untuk putrinya. Bukan warisan yang ditinggalkan pada anak istrinya. Melainkan hutang serta pernikahan.
Mendengar ucapan mamanya, tentu saja membuat gadis cantik bernama Aletta Tya Mahardika terkejut. Usianya baru saja genap dua puluh tahun dan ia juga masih memiliki mimpi untuk dicapai.
"Aku nggak mau, Mah. Tya nggak mau menikah!" Tya berusaha menolak surat wasiat yang sudah ditentukan untuknya. Dia masih memiliki mimpi dan masa depan yang harus ia capai bersama dengan kekasihnya.
"Jika keputusan ini bisa mama tolak. Tentu saja akan mama tolak untuk kamu Tya. Tapi, ini sudah menjadi syarat agar rumah ini tidak digadaikan." Fiana juga tidak bisa berbuat banyak tentang surat wasiat tersebut, karena hutang yang menumpuk ia harus menyerahkan putri satu-satunya yang amat ia sayangi pada pria yang terpaut lebih tua dari anaknya.
"Tya bisa bekerja dan membantu mama untuk melunasi hutang ini. Asal Tya tidak menikahi pria itu," ucap Tya berusaha meyakinkan mamanya agar membatalkan surat wasiat papanya.
Dia sangat marah pada keluarganya. Namun, ia juga tidak bisa menyalahkan mereka. Orang tuanya sangat mencintai dirinya, karena hutang yang ditinggalkan almarhum papa ia harus menanggung resikonya.
"Kamu tidak bisa membayarnya, Nak. Hutang yang begitu besar hanya bisa dilunasi kalau kamu sudah menikah dengan pria itu," ucapnya kembali menjelaskan pada putrinya.
Ting-ting
Tidak lama suara bel pintu rumah berbunyi, membuat pembicaraan keduanya terhenti. Fiana segera membuka dan melihat siapa yang datang bertamu. Sementara itu Tya sangat frustasi dengan surat wasiat yang ditinggalkan untuknya.
"Permisi ... saya adalah Ben, bawahan dari tuan Alfonso," ucap seorang pria dengan perawakan bongsor menyapa sopan pada mama Fiana.
Fiana cukup terkejut karena orang dari keluarga Alfonso datang menjemput putrinya. Sebab, pihak dari keluarga Alfonso tidak mengabarinya terlebih dahulu. Dia lalu menyuruh pria itu untuk menunggu sebentar.
"Saya akan memanggil Tya. Anda bisa masuk dan menunggu," ujarnya mempersilahkannya masuk. Sayangnya, pria tersebut menolak, dia memilih menunggu di luar pintu.
"Tidak Nyonya, saya diperintahkan hanya untuk menjemput calon istri tuan saya. Dan tidak memiliki hak untuk duduk sebagai tamu apalagi masuk ke dalam," ucapnya dengan sopan sambil tersenyum tipis.
Mendengar penolakan pria yang berdiri dengan tegak di luar pintu rumahnya cukup membuat Fiana sedikit merasa bersalah. Akan tetapi ia tidak memiliki waktu untuk mengasihi orang lain, lalu Fiana membiarkan pria itu berdiri begitu saja dan segera masuk kembali dan memanggil Tya putrinya.
"Siapa yang datang, Mah?"
"Dia adalah pelayan dari tuan Alfonso. Dia bertugas untuk menjemputmu, Nak. Mama sangat frustasi harus menyerahkan kamu padanya. Tetapi, jika kamu tidak menikahinya rumah dan hutang yang ada di bank tidak akan bisa kita lunasi." Fiana merasa khawatir tentang putrinya yang akan menolak.
Namun, siapa sangka gadis yang berkali-kali menolak perjodohan itu justru menerimanya. Meskipun begitu menurut Fiana tindakan putrinya menerima pernikahan ini adalah tindakan yang tepat. Sementara didalam pikiran Tya, dia tidak ingin membuat wajah mamanya terlihat gelisah dan khawatir karena hidup dihantui dengan hutang yang menumpuk.
"Ha, baiklah ... Tya akan melakukan pernikahan ini, Ma." Helaan nafas terus keluar dari mulutnya. Mata Tya tak luput berkaca-kaca ketika mengambil keputusan tersebut, ia harus siap untuk kehilangan masa depan yang ia impikan bersama dengan kekasihnya.
Setelah memutuskan untuk mengikuti wasiat papanya. Fiana bergegas untuk merapikan baju putrinya lalu membawanya keluar. Mata cantik itu tidak henti-hentinya terus menetes, mengasihani dirinya yang harus melepaskan semuanya.
Tidak butuh waktu lama untuk merapikan pakain milik putrinya. Mereka berdua pun keluar dari kamar, lalu menarik koper yang sudah terisi baju untuk Tya bawa.
Setelah mengucapkan salam perpisahan pada mamanya, ia kembali mengikuti bawahan dari suaminya. Dia berdiri dengan mata takjub menatap mobil sport yang terparkir di luar. Membuat Tya bertanya-tanya tentang pria seperti apa yang akan menikah dengannya, sementara dirinya hanyalah seorang putri yang sudah bangkrut.
Tanpa sadar lamunanya hampir menelan dirinya, Ia bahkan tidak sadar ketika tubuhnya sudah berdiri didepan mobil sport berwarna hitam.
"Silahkan masuk Nona." Pria itu membuka pintu sambil membungkuk, memberi salam sebagai tanda penghormatan. Tya cukup terkejut diperlakukan layaknya seorang putri.
Sepanjang perjalanan menuju rumah calon suaminya. Tya tidak pernah mengucapkan sepatah kata apapun, bahkan pria yang berada di kursi kemudi hanya terdiam. Sehingga susana cukup sepi, ace dari mobil sport terasa dingin seperti hatinya.
Beberapa jam kemudian mobil sport itu berhenti disalah satu hunian mewah yang pernah ia lihat disalah satu stasiun televisi. Gerbang utamanya saja berlapis emas dengan taman seluas lapangan basket.
"Oh my god. Rumahnya seperti istana." Batinnya takjub saat melihat lantai yang terbuat dari marmer dengan kualitas tinggi berada di depan matanya.
Beberapa pelayan menyambut baik dirinya. Seolah-olah mereka sudah menunggu kedatangannya, "Malam tuan Ben," sapa para pelayan yang ada disana. Ben membalasnya dengan senyum ramah
Tya bergegas keluar saat Ben membuka pintu untuknya, dia hanya berjalan melihat sekeliling tanpa tahu Ben tidak ada disampingnya, dia seperti tersesat di rumah besar itu. Namun, Tya cukup menikmatinya saat berjalan sendiri. Terasa seperti putri di negeri dongen saat masuk ke rumah tersebut. Dinding polos yang dihiasi dengan lukisan dewa terkesan bahwa pemiliknya adalah seorang pria yang suka memimpin.
Matanya terus terfokus pada lukisan dinding sehingga ia tidak menyadari kedatangan seseorang di belakangnya.
"Apa anda suka lukisan?" tanya gadis tersebut tiba-tiba muncul dihadapan Tya, hingga membuatnya terkejut.
"Sedikit sih." Jawabnya canggung sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Tya sendiri tidak begitu menyukai seni. Tetapi, ia cukup menikmati lukisan yang tergantung di dinding.
Obrolan keduanya berhenti saat Ben dan pelayanan lain memanggil. "Nona, anda harus bersiap-siap untuk membersihkan diri," ujar Ben.
Tya baru menyadari dirinya terlalu jauh memasuki kediaman orang lain saat melihat Ben mencari dirinya. Karena ia berpikir sedari tadi ia berjalan bersama Ben. Akan tetapi, sarat Ben cukup gelisah. Justru Ben berpikir gadis yang ia bawa akan melarikan diri. Sebab, gadis itu tidak ada disampingnya sejak tadi.
Tanpa pikir panjang Tya mengikuti pelayan yang dibawa Ben untuk mempersiapkan dirinya. Dia sempat menoleh pada gadis yang bertanya padanya. Tetapi, gadis tersebut sudah tidak ada lagi. Membuat Tya semakin dibuat bingung.
Sesampainya di sebuah kamar, Tya dipaksa melepas baju yang ia kenakan karena terlihat sangat buruk. Setelan yang ia pakai memang tidaklah menarik membuat mata pelayan terlihat sinis.
"Tunggu, saya bisa mandi sendiri. Kalian bisa keluar," ucapnya menolak untuk dimandikan.
Mendengar penolakannya, tentu saja membuat satu pelayan yang memang sedari awal tidak menyukai Tya, kembali menggertaknya.
"Gadis miskin aja belagu. Seharusnya kau bersyukur bisa berada disini dengan pelayan yang akan melayanimu," cetusnya dengan mata menyipit. Dia tampak tidak menyukai gadis yang akan menjadi nyonyanya itu.
Tya cukup geram pada pelayan itu karena merendahkan dirinya dan membalasnya dengan kasar, "Yang bersyukur itu kau atau aku? Pelayan saja berani menghardik tamu, sangat kurang ajar!" sindirnya.
Balasan dari Tya cukup membuat kedua pipi pelayan tersebut memerah karena malu. Kemudian beberapa teman pelayan tersebut memintanya segera keluar dan menuruti keinginan Tya untuk membersihkan dirinya sendiri.
Baju yang mereka siapkan cukup terbuka, menampakkan kedua gunung kembar di balik gaun tipis itu. Melihat dirinya mengenakan pakain tersebut di cermin, tentu saja membuat jantungnya berpacu dengan cepat. Karena fashion baju yang sering ia kenakan, tidaklah seerotis di cermin.
"Pria seperti apa dia? Menyiapkan baju haram seperti ini," sungutnya mendengus kesal. Lalu Tya mengganti kembali bajunya dengan baju yang ia kenakan tadi saat datang ke rumah besar ini.
Kamar yang akan ia tempati cukup tenang dan sedikit menakutkan. Sebab, luasnya tidak sebanding dengan kamar tidur yang ada di rumah.
Perlahan-lahan suara pintu terbuka, membuat Tya terkejut lalu bergegas sembunyi di belakang ranjang yang tidak jauh dari tempat ia berdiri.
"Si-apa dia?"
Bab 1 Perjodohan
04/12/2023
Bab 2 Candaan Yang Berakhir Tragedi
04/12/2023
Buku lain oleh Kanghajun
Selebihnya