icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
PERNIKAHAN YANG MANIS DAN GILA

PERNIKAHAN YANG MANIS DAN GILA

Author_kan

5.0
Komentar
29.2K
Penayangan
95
Bab

Louisa Loura Alexander seorang CEO sekaligus Arsitek ternama dan putri dari Louis Alexander. Tak pernah menyangka dirinya akan jatuh ke dalam jebakan rekan bisnisnya. Di tengah-tengah usahanya melarikan diri, Louisa dipertemukan dengan sosok yang sangat ia benci, Devian Salvatore-sepupunya. "Tolong... Tolong aku, Brengsek." ucapnya mengiba. "Hih! Wanita gila, jika meminta tolong harusnya tidak perlu mengeluarkan umpatanmu padaku." Kesal Devian dan tersentak saat bibir Louisa kini menempel dan melumat bibirnya. *** "Bisa-bisanya kalian berdua!! Daddy tidak mau tahu, kalian harus menikah!!" teriak Louis menggema di dalam rumah setelah tanpa sengaja melihat putrinya dan putra iparnya terbaring di atas ranjang hotel tanpa busana. 'Shit! Apa yang harus aku katakan pada Daddy dan Mommy. Demian mungkin saja akan membunuhku setelah ini.' batin Devian gusar, membayangkan tatapan membunuh saudara kembarnya.

Bab 1 Pasrah

"Segera hubungi Logan dan Zara, Devian. Minta mereka untuk datang ke Negara ini!" Teriak Louis menggema di ruang tamu dalam kediamannya.

Pria setengah baya itu menatap nyalang pria yang kini duduk di samping Putrinya. Sosok yang tak lain adalah Putra Iparnya.

Glek!

Devian menelan kasar ludahnya mendengar hal tersebut. Masih menundukkan kepalanya tanpa berani mendongak untuk sekedar menatap lawan bicaranya itu.

Bahkan Devian tak lagi mempedulikan penampilannya yang berantakan.

Bagaimana tidak, dia harus mengenakan pakaiannya dengan buru-buru di kamar hotel tadi. Karena kedapatan tidur tanpa busana setelah melakukan kegiatan panas.

Entah ini sial, atau memang karma. Tetapi kenapa?! Kenapa harus dengan sosok yang membenci dirinya?!

Perlahan Devian melirik sosok yang duduk di sampingnya. Wanita yang kini hanya terlihat diam dengan ekspresi sulit diartikan. Antara sedih dan marah. Ya, kira-kira seperti itu.

Tatapan Devian terhenti pada bercak merah keunguan di leher jenjang wanita itu, membuat ia tanpa sadar menelan kasar ludahnya.

Sekarang kenangan itu kembali terngiang di benak Devian. Betapa panasnya malam yang mereka lalui semalam, mendadak wajah Devian merona malu.

Keperjakaannya yang ia jaga... Ah, ralat. Keperjakaannya telah hilang oleh tangannya sendiri, tapi yang semalam itu pertama kali dia mencoba dengan milik wanita. Sialnya Devian ketagihan, hingga melakukannya beberapa kali tanpa henti.

Lebih sialnya lagi, dia ketahuan hingga berakhir di kediaman orang tua wanita itu yang tidak lain ialah Ipar Ibunya.

"Accidenti!" Devian mengumpat lirih. Ia menghela napas gusar, berniat mengedarkan pandangan agar tak pusing.

Namun, tatapannya justru tanpa sengaja terhenti pada wanita setengah baya yang duduk di sofa seberang meja.

'Aunty...' batin Devian menatap memohon.

"Devian!! Segera hubungi kedua orang tuamu!" Sentak Louis menyadarkan pemuda itu dari lamunan.

"I-iya, Uncle." Lirih Devian pasrah, merogoh saku celana kainnya untuk segera menghubungi Ayah dan Ibunya.

Mendadak tangan Devian gemetar. Ia bukan takut pada Ayah dan Ibunya, tetapi pada saudara kembarnya. Sosok yang lebih tua beberapa menit darinya, mungkin ia akan habis di tangan saudaranya itu.

"Daddy, tidak bisakah hal ini dibiarkan saja?"

Seketika pandangan tiga orang itu tertuju ke sumber suara.

Kedua mata Devian mengerjap memandang wajah wanita yang telah ia renggut keperawanannya. Wanita cantik yang sejak tadi diam saat tiba di kediaman itu, kini terlihat menatap datar Ayahnya.

Louis menatap penuh arti pada Putrinya, "dibiarkan? Apa kamu tengah bercanda, Louisa?"

"Jangan bercanda dengan Daddy, Louisa?!" Sentak Louis yang tak suka dengan ungkapan Putrinya. Mengapa Putri semata wayangnya begitu mudah mengatakan hal seperti itu?!

"Devian mungkin tak rugi apapun, tapi kamu..." Louis menggantung ucapannya, berdecak sambil menggeleng. Benar-benar tak habis pikir.

Louisa tak membantah. Memang Devian sama sekali tak rugi, tapi dirinya yang seorang wanita jelas mengalami kerugian. Hal yang selama ini ia jaga, hilang dalam semalam.

Semua ini karena jebakan rekan bisnisnya. Louisa tak memikirkan kemungkinan terburuk saat melangkahkan kaki memasuki kelab guna melakukan pertemuan dan penandatanganan kontrak. Dia yang biasanya waspada pada orang lain, benar-benar jatuh dalam jebakan semalam.

Minuman yang mengandung obat perangsang meluncur dengan sempurna di tenggorokannya, hingga membuat ia hampir berakhir di ranjang hotel dengan pria tua.

Entah nasib baik atau buruk, dia bertemu dengan Devian. Sepupunya yang paling ia benci, tetapi mampu mengakhiri penyiksaan obat perangsang yang menggerogoti tubuhnya.

Mengingat hal semalam membuat Louisa sedikit malu.

"Aku tak apa, Dad. Lagi pula hal ini sudah biasa terjadi di Negara kita 'kan? Bahkan banyak gadis yang lebih muda dariku sudah melakukannya dengan kekasih mereka," ucap Louisa mengingat jika Negara mereka adalah Negara bebas. Tak ada larangan untuk hal seperti itu dilakukan walau tak memiliki hubungan.

Louis semakin menggeleng tak percaya mendengar hal itu meluncur begitu bebas dari bibir Putrinya. Ia yakin, pasti ada kekecewaan di hati Putrinya itu.

"Aku akan segera menghubungi Mommy dan Daddy, Uncle. Aku permisi keluar sebentar," ucap Devian beranjak dari duduknya meninggalkan ruang tamu.

Ayah, Ibu dan Anak itu menatap punggung Devian dalam diam yang perlahan menghilang dari pandangan.

Louis kembali menatap lekat putrinya yang kembali menunduk.

"Louisa..." Rara menatap lama putri tunggalnya. Wanita yang sudah berumur 44 tahun itu beranjak dari duduknya, berpindah di samping Louisa.

"Aku tidak ingin masalah ini panjang, Daddy. Aku dan Devian tak sengaja melakukannya, coba saja aku lebih berhati-hati. Hal seperti semalam pasti tidak akan terjadi, jadi aku mohon untuk tidak memintanya bertanggung jawab. Lagi pula..." Seketika ucapan Louisa terhenti kala melihat tatapan Ayahnya.

"Soal orang-orang yang terlibat semalam, Daddy yang akan mengurusnya. Tetapi untuk kalian berdua, tetap harus menikah. Bahkan jika bukan Devian, Daddy akan tetap memintanya untuk bertanggung jawab. Dia mengambil hal yang telah kamu jaga, Sayang. Dia harus bertanggung jawab akan hal itu." Ucap Louis mutlak, berlalu meninggalkan Putri dan Istrinya di ruang tamu.

Louisa menghela napas dalam mendengar hal itu. Sekali Ayahnya mengatakan sesuatu, tidak ada yang bisa menghentikannya. Bahkan meski dia membujuk sekalipun, Ayahnya tak akan mengubah keputusan yang telah dibuat.

Sedang Devian berdiri tegang di samping mobilnya dengan tangan memegang ponsel di telinga. Beberapa kali Devian menelan kasar ludahnya, tak sanggup rasanya mendengar suara orang tuanya untuk saat ini. Tetapi ia tak mungkin juga lari dari tanggung jawab.

Ayah dan Ibunya tak pernah mengajarkan hal itu.

Cukup lama berdering, suara berat nan tegas terdengar di seberang telepon membuat nyali Devian menciut.

"Ciao, Dev."

(Halo, Dev.)

"Che cos'è?"

(Ada apa?)

Devian kembali menelan kasar ludahnya mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Ayahnya di seberang telepon. Ia ragu, tapi akan lebih parah lagi jika tidak memberitahukan hal itu pada Ayahnya.

"Daddy..." Devian menelan kasar ludahnya dengan leher yang tiba-tiba tegang.

"Aku memerawani anak gadis orang."

Seketika hening menguasai di seberang telepon. Suara gesekan garpu dan sendok yang tadinya terdengar berubah senyap dalam sekejap.

Devian tahu, tak baik mengatakan hal yang mengejutkan saat Ayahnya tengah makan.

"Ha-ha-ha." Tiba-tiba suara tawa garing terdengar di seberang telepon.

"Kamu memang suka bercanda dengan Daddy di pagi hari begini, ya."

Devian mulai bingung ingin mengatakan apa.

"Tapi aku tidak tengah bercanda, Dad."

Seketika hening kembali menguasai di seberang telepon, Devian menarik napas dalam sebelum melanjutkan ucapannya.

"Aku... Memerawani Louisa. Anak Uncle Louis." Lirih Devian.

Tuttt!

Devian memandang lama layar ponselnya yang kini hanya menampilkan wallpaper. Ayahnya memutuskan panggilan sepihak.

"Mati aku." Lirih Devian pasrah. Ia yakin, Ayahnya saat ini tengah berteriak histeris di meja makan.

Mansion keluarga Salvatore di Milan, Italia.

"DEMIAN KITA HARUS KE AMERIKA SEKARANG!! ADIKMU MEMERAWANI LOUISA!"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Author_kan

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku