Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Silver Eyes
5.0
Komentar
766
Penayangan
21
Bab

Ciu San adalah salah satu keturunan dari keluarga Luk San, yang ayahnya bernama Bun San, begitu disegani di dalam kalangan pemerintah maupun dunia persilatan. Namun, untuk Ciu San sendiri dia sangat lemah, sehingga selalu kalah dalam adu ketangkasan. Pada suatu hari ia kembali kalah dan harus dilarikan dari tempat adu ketangkasan tersebut karena seluruh urat nadi di dalam tubuh hampir putus semua. Dia tertolong tanpa sengaja setelah menyentuh sebuah bola mata milik dari salah satu dewa yang di hukum ke dunia. Mata itu adalah milik Dewa tata surya yang dikalahkan oleh Dewa matahari. Sesungguhnya begitu banyak kultivator yang menghendaki mata dewa itu, sebab dikarenakan mengandung khasiat untuk meningkatkan kultivasi. Pada akhirnya semua orang pun mengetahui kalau Ciu San selamat karena menyentuh mata dewa, mereka akhirnya berniat membunuh dan meminum darah Ciu San agar dapat meningkatkan kemampuan secara cepat. Berhasilkah Ciu San lolos dari orang-orang itu? Dan berhasilkah ia membalas dendam atas kematian orang tuanya

Bab 1 Sepertinya Tak Ada Harapan

"Ciu San! Kau sebaiknya turun saja dari panggung ini jika kamu tidak mau luka parah lagi seperti yang sudah-sudah!"

Mendengar suara ejekan itu semua orang tertawa terbahak-bahak.

Sedangkan ada satu keluarga yang tampaknya muram dan sedikit murka mendengar ejekan itu.

Satu keluarga itu sepertinya merupakan keluarga besar. Karena banyak sekali orangnya. Dan ada beberapa pasang orang yang sudah berumur pula.

Mendengar ejekan itu, salah satu orang tua itu berbisik kepada yang lain, "Sebaiknya kau suruh anakmu itu turun saja. Daripada semakin membuat malu keluarga kita."

"Betul apa yang di ucapkan Twao Tiong San barusan, Ko Bun San!" kata seorang wanita menimpali ucapan orang tua tersebut.

Bun San berkata kepada mereka berdua, "Aku mendidik putraku agar tidak mudah menyerah. Kalau dia kalah. Dia harus kalah terhormat!"

Rupanya orang yang bernama Bun San adalah ayah dari orang yang sedang bertanding dan tubuhnya sudah terlihat babak belur semua.

Baru saja sang ayah berkata demikian, tampak seseorang telah terlempar dari atas panggung dan jatuh tepat di hadapannya.

Rupanya dia adalah putra dari Bun San yang bernama Ciu San.

Seorang perempuan segera mendekatinya dan tampaknya ia menangis sambil berkata. "Ciu San anakku, kamu baik-baik saja."

Pemuda itu mencoba mengangkat tangannya untuk memberi tanda kalau dia baik-baik saja. Tetapi ketika ia mencoba bangkit berdiri, tubuhnya kembali ambruk.

Bersamaan dengan itu terdengar suara dari seseorang, "Pertandingan kali ini di menangkan kembali oleh Siau Lan dari keluarga besar Naga Terbang.

Pemuda yang bernama Siau Lan itu mendekati Ciu San.

Sesudah ia dekat dengan pemuda itu, ia pun mengejek lagi, "Sebaiknya untuk pertandingan berikutnya janganlah kalian mengikut sertakan dia lagi. Yang lain saja sudah kalah lebih dahulu. Kenapa dia harus ikut bertanding lagi. Sebaiknya dia di tinggal di rumah saja. Berlindung di balik ketiak ibunya!"

Kembali semua orang yang mendengar itu tertawa terbahak-bahak.

Sang ibu yang mendengar sindiran itu sepertinya terpancing juga emosinya dan Ia hendak melompat naik untuk memberi pelajaran kepada pemuda itu, tetapi tangan Bun San cepat mencegahnya sambil berkata, "Janganlah kamu buat keributan di tempat ini. Sebaiknya kita segera bawa pergi anak kita dahulu dari sini."

"Tuan Bun San, anak ku tidak takut kepada keluargamu. Sebaiknya kamu maju sebagai wakil dari keluargamu. Aku ingin lihat sampai di mana kehebatan jurus pukulan telapak tangan dari keluargamu yang katanya sudah mencapai tingkat ke delapan itu!" terdengar suara tantangan yang cukup keras dari ujung seberang tempat duduk keluarga itu.

Mendengar suara tantangan itu terdengar suara sorak-sorai yang menyatakan kalau semua orang juga hendak melihat jurus tingkat ke delapan dari jurus pukulan telapak tangan milik Bun San.

Rupanya kedua orang tua itu tidak mengacuhkan ucapan tersebut, mereka tampaknya lebih memperhatikan keadaan putra mereka daripada tangan itu.

Sang Kaisar yang bernama Kaisar Kwok Lung juga ikut berteriak, "Perlihatkanlah jurus itu di hadapanku, Bun San! Jika kamu berhasil mengalahkan Siau Lan artinya kedudukan keluargamu di dalam Istana masih sangat besar pengaruhnya."

Dengan demikian itu artinya, posisi keluarga Lok San yang sudah turun temurun berada di dalam Istana tidak akan tergeser kan walaupun keturunan generasi kelima Ciu San kalah pada pertandingan hari itu.

Mendengar ucapan dari Kaisar, dua orang yang tadi mengatai Bun San segera mendekati Bun San lalu membujuknya agar segera naik.

Istrinya yang bernama Mu Yung segera menyahut dengan sewot, "Kalian urus saja sendiri nama dan keluarga baik kalian. Aku dan Bun San lebih mementingkan putra kami daripada kedudukan itu!"

Tiong San segera berkata, "Baik! Jika kelak terjadi apa-apa dengan kalian. Termasuk dengan putramu, kalian berdua tidak perlu datang minta bantuan ke kami!"

Selesai berkata demikian, Tiong San melompat ke atas. Bersamaan dengan itu tampak seorang tua juga melompat ke atas sambil berteriak, "Siau Lan! Sebaiknya kamu mundur. Biar Ayah yang menghadapinya!" gerakan lelaki itu membentak kedua tangannya di udara. Dan kedua kakinya di lipat seperti orang duduk sila.

Mendengar teriakan dari sang ayah, pemuda bernama Siau Lan bergegas turun dari panggung. Sedangkan semua orang sudah kembali fokus dengan kedua orang itu di mana mereka di udara sudah saling bentrok satu sama lain.

Tiong San juga membuka kedua telapak tangannya. Dan dengan tenaganya ia mendorong ke arah Qui Lan yang menjadi ayah dari Siau Lan.

Sesungguhnya kemampuan Qui Lan tidaklah di bawah Tiong San, tetapi kali ini dia sepertinya tidak menanggapi dengan sungguh-sungguh serangan lawan, sehingga ia terlihat jatuh ke panggung dengan muntah darah.

Mendengar kedua orang itu cek-cok, Bun San menjadi serba salah. Ia tidak dapat membela keduanya. Karena yang satu adalah istri dan yang lain adalah saudara.

Begitulah kalau tinggal satu atap dengan saudara yang sudah berkeluarga. Bawaannya tidak enak. Mengalah tidak enak. Mau menang sendiri juga tidak enak. Tidak bisa membela keduanya.

Bun An pun tampaknya cepat sadar. Karena ia telah kehilangan dua orang anaknya yang terdahulu gara-gara pibu tersebut. Dan ia kali ini tidak mau kehilangan putranya lagi. Maka dari itu ia mengacuhkan apa yang di katakan sang kakak barusan sambil menarik tangan si istri dia berkata, "Sebaiknya kita bawa Ciu San dari sini sekarang juga."

Sementara itu Tiong San yang tidak mau kedudukan keluarganya berkurang di dalam istana mau tidak mau segera melompat naik ke panggung sambil mengerahkan telapak tangannya ke depan. Ia langsung menggunakan jurus tingkat ke empat.

Tampak telapak tangan kanan Tiong San seperti memancarkan api. Lalu dengan kekuatan sedang ia mendorong telapak tangan kanan itu tepat ke bagian dada Siau Lan.

Pada saat mereka mulai melangsungkan pibu, tampak seorang biksu Saolin datang melompat dan mendekati mereka berdua seraya berkata, "Biar Pinceng coba untuk mengobati nya."

Kedua orang itu tampak gembira sekali dan mereka pun membiarkan biksu itu memeriksa keadaan Ciau San putra mereka.

Sesudah memeriksa keadaan pemuda itu, si pendeta Shaolin segera mengalirkan tenangnya sejenak. Akhirnya ia menggelengkan kepala sambil berkata, "Sepertinya hampir sebagian urat nadi nya putus."

Mendengar itu Mu Yung terlihat sangat marah sekali. Dan ia hendak melompat ke panggung untuk memberikan pelajaran kepada pemuda itu, tetapi di cegah oleh biksu sambil berkata, "Sekiranya nyonya lebih memperhatikan putra anda. Kalau telat sedikit saja, putra anda akan lumpuh total. Dan nantinya kalau dapat bertahan hidup akan seperti anak ideot.

Sebelum pergi kedua orang tua Ciu San sempat mendengar, "Pemenangnya adalah Tiong San!"

Lalu mereka pun sempat menoleh, dan terlihat Qui Lan di papah turun dari panggung oleh beberapa orang muridnya. Sedangkan Tiong San juga menoleh ke arah adiknya sambil tersenyum sinis. Seolah-olah dia mengatakan, "Tanpa kalian, keluarga kami mampu diandalkan oleh kerajaan."

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Tjia S

Selebihnya

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Romantis

4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku