Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Tejebak Cinta Gus

Tejebak Cinta Gus

Perindu senja

5.0
Komentar
95
Penayangan
2
Bab

Bagaimana rasanya ketika kita dicintai oleh seorang yang kita cintai? Ini kisah tentang seorang wanita cantik nan shalihah yang selalu menikung di sepertiga malamnya untuk merayu Tuhannya agar kelak dirinya berjodoh dengan seorang lelaki yang ia cintai. Aqila Syafira wanita berusia 19 tahun yang mengagumi seorang lelaki berasal dari anak kyai. Dengan modal mencintai dalam diam dan mendoakan di sepertiga malam, Aqila yakin bahwa jodoh tak akan kemana. ••• "Abi akan menjodohkan kamu, Aqila!" "Aqila sudah mencintai seorang lelaki, Abi. Biarkan Aqila mengejar cintanya, Aqila." "Nak, turuti apa kata Abimu. Abimu tidak akan memilihnya jika ia bukan yang terbaik untukmu." ••• Akankah Aqila mengejar cintanya yang sudah ia sebut di sepertiga malam? Atau Aqila menerima perjodohan itu? Penasaran dengan kisah cinta Aqila? Mari, kita baca sama-sama!

Bab 1 TATAPAN PERTAMA

Di sebuah pondok yang berada di daerah Jawa Timur, yang beranama Pondok Darussalamah yang tekenal dengan santriwan dan santriwati sangat pintar-pintar. Pondok yang bercat serba hijau terlihat ramai dikarenakan santriwan dan santriwati sedang jam istirahat.

Seorang wanita cantik dengan hijab yang besar tengah berjalan terburu-buru ke arah Ndalem karena dirinya hari ini ada jadwal piket di Ndalem.

Bruk...

"Aduh!" ringis Aqila sambil duduk di atas tanah. Aqila menatap ke arah orang yang tak sengaja ia tabrak.

Deg...

Aqila menatap seorang itu dengan jantung yang berdetak dua kali lebih cepat. Aqila yang tersadar langsung menundukkan pandangannya sambil mengucapkan istighfar. Aqila bangkit dari duduknya dengan keadaan yang masih menundukkan pandangannya.

"Ma-maaf, Gus! Sa-saya tidak sengaja, tadi saya sedang buru-buru, Gus!" ucap Aqila dengan gugup tak sanggup menatap seorang lelaki di depannya.

Maulana Asyraf Ibrahim, biasa dipanggil Gus Lana. Gus Lana hanya menatap datar ke arah Aqila. Tanpa menjawab permintaan maaf Aqila, Gus Lana pergi melewati Aqila begitu saja.

Sedangkan Aqila menatap kepergian Gus Lana dengan helaan nafasnya. "Ya Allah, jantung saya!" ujar Aqila dengan memegang dadanya yang jantungnya masih berdetak dengan cepat.

"Astaghfirullah, saya hampir telat untuk piket!" kaget Aqila, lalu berjalan terburu-buru ke arah ndalem.

Aqila masuk ke dalam Ndalem. "Assalamualaikum," salam Aqila dengan membuka pintu belakang Ndalem.

"Waalaikumussalam warahmatullah," jawab seorang wanita paruh baya yang berada di dapur.

Aqila menundukkan kepalanya, "Maaf, Bu Nyai. Saya telat untuk piket di Ndalem."

Bu Nyai Fatimah tersenyum menatap Aqila yang menundukkan pandangan. "Tidak apa-apa, Nduk. Kamu juga baru habis selesai ulangan kan?" tanya Bu Fatimah.

"Sudah, Bu Nyai. Alhamdulillah semuanya lancar," jawab Aqila dengan senyum manisnya.

Bu Nyai Fatimah ikut tersenyum melihat senyum manis milik Aqila. Wajah Aqila sangat adem untuk dipandang. "Alhamdulillah."

"Em, yasudah, Bu Nyai siniin pisaunya. Biar saya aja yang melanjutkan masaknya. Bu Nyai duduk saja, biar Bu Nyai ngga kecapean nantinya," ujar Aqila dengan senyum ramah.

"Beneran tidak apa-apa, Nduk, kalau Ibu duduk saja?" tanya Bu Nyai Fatimah dengan memastikan, pasalnya Aqila hari ini tidak ada temannya untuk membantu pekerjaan di Ndalem.

Aqila menganggukkan kepalanya, "Iya, Bu Nyai. Aqila tidak masalah kok, lagi pula Aqila minggu ini jadwal terakhir sebelum Aqila ujian."

"Yasudah, Ibu tinggal ya." Pamit Bu Nyai Fatimah dan mendapatkan anggukkan kepala dari Aqila.

Aqila mulai aksi memasaknya dengan lihai. Tak heran jika Aqila pintar memasak, karena Aqila sudah diajarkan oleh Umminya sejak dirinya masih duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah (MTs).

Aqila memasukkan semua bumbunya ke dalam wajan yang sudah berisi minyak panas. Dengan tangan yang lihai, Aqila mengaduk-aduk bumbu-bumbunya hingga tercium aroma wangi dari bumbunya.

"Masak apa?" tanya seorang dengan suara beratnya.

Aqila yang sedang asik memasak terlonjak kaget. "Astaghfirullah!" ujar Aqila.

Aqila membalikkan tubuhnya menatap seorang yang bertanya dengannya. Aqila menundukkan pandangannya setelah tahu yang bertanya adalah seorang lelaki.

"Hai, saya tanya. Kamu lagi masak apa?" tanya Gus Ilham.

Ilham Aliandu adalah kakak dari Gus Lana. Mereka hanya berjarak 4 tahun. Gus Lana yang berumur 20 dan Gus Ilham yang berumur 24 tahun. Walaupun umur Gus Ilham sudah terbilang tua, tetapi Gus Ilham tidak kalah tampan dengan Gus Lana.

"Saya lagi masak opor ayam, Gus!" jawab Aqila yang masih setia menundukkan pandangannya.

Gus Ilham tersenyum. "Itu makanan favorit saya dan Lana."

Sikap Gus Ilham sangat berbeda dengan Sikap Gus Lana. Jika Gus Lana terkenal dengan sikap dingin dan tatapan tajamnya, tetapi berbeda sekali dengan Gus Ilham yang terkenal dengan sikap ramahnya dan tatapan teduhnya.

Bahkan banyak Santriwati yang mengagumi Gus Ilham karena sikap ramahnya. Bukannya Gus Ilham tidak tahu aturan dalam agama. Gus Ilham hanya membalas anggukan dan senyuman sekilas untuk santriwati yang menyapanya, bahkan Gus Ilham masih menundukkan pandangannya.

"Ekhem!" batuk seorang lelaki yang sedang mengambil minum.

Gus Ilham ke arah tersebut. "Sejak kapan kamu di sini, Lana?" tanya Gus Ilham.

Gus Lana menoleh ke arah Ilham. "Sejak kalian berduan di dapur. Awas, kak, jadi fitnah. Nanti kena hukuman pondok!" jawab Gus Lana melirik ke arah Aqila sebentar, lalu meninggalkan dapur.

Gus Ilham menggelengkan kepalanya melihat tingkah dingin adik satu-satunya. Gus Ilham menoleh ke arah Aqila, "Yasudah, saya ke Ummi ya. Wassalamuallaikum."

"Waalaikumussalam Warahmatullah," jawab Aqila yang mendongakkan kepalanya menatap kepergian Gus Ilham.

Aqila melanjutkan masaknya dengan cepat, agar dirinya bisa segera pergi dari dapur Ndalem. Jika Aqila berlama-lama di dapur Ndalem, akan berakibat jantungnya berdetak lebih cepat daripada biasanya.

Hanya membutuhkan waktu 15 menit, opor ayam yang Aqila buat sudah matang dan sudah di sajikkan di atas meja. Aqila berjalan ke arah ruang keluarga di Ndalem untuk memanggil keluarga Bu Nyai Fatimah untuk makan.

"Permisi, Bu Nyai. Makanannya sudah siap di ruang makan," ujar Aqila dengan sopan dan menundukkan kepalanya karena di ruang keluarga tidak hanya terdapat Bu Nyai Fatimah, tetapi ada Gus Ilham, Gus Lana, dan Pak Kyai Rahman.

"Alhamdulillah. Ayo, semuanya kita makan!" ajak Bu Nyai Fatimah kepada anak-anaknya dan suaminya.

"Bu Nyai, Aqila izin ke asrama ya."

Bu Nyai memberhentikkan langkahnya ke arah ruang makan. "Sebaiknya kamu makan di sini dulu saja, Nduk. Soalnya kan jatah makan pondok sudah lewat dari jamnya."

Aqila menatap ke arah jam di dinding ruang keluarga Ndalem. Benar saja sekarang sudah jam lima sore, sedangkan jatah makan berada di jam empat sore. Tapi, jika dirinya makan di Ndalem sudah pasti ia akan satu meja dengan Gus Lana. Lalu, apa kabar dengan detak jantungnya nanti?

"Bagaimana, Nduk? Mau ya, makan bersama kami," ujar Bu Nyai Fatimah dengan tatapan yang penuh harap.

Aqila menghela nafasnya, lalu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum manis.

"Alhamdulillah!" syukur Bu Nyai Fatimah dengan tersenyum, lalu menggandeng tangan Aqila ke arah ruang makan.

Saat sampai di Ruang makan Gus Ilham, Gus Lana, dan Pak Kyai Rahman menatap ke arah Aqila yang sedang mengobrol dengan Bu Nyai Fatimah. Setelah sampai, Bu Nyai Fatimah menarik kursi untuk Aqila.

"Duduk di sini gapapa ya, Nduk! Nanti Ibu samping kamu," ucap Bu Nyai Fatimah dan mendapatkan anggukan kepala dari Aqila.

"Aqila Syafira ya?" tanya Pak Kyai Rahman.

Aqila menganggukkan kepalanya. "Iya, Pak Kyai. Saya Aqila Syafira."

Pak Kyai tersenyum melihat kesopanan Aqila. "Apakah Aqila sudah pernah dilamar seorang lelaki?" tanya Pak Kyai Rahman.

Aqila mendongakkan kepalanya menatap bingung ke arah Pak Kyai Rahman. Kenapa Pak Kyai Rahman bertanya tentang itu? Bahkan beliau tau sendiri bahwa dirinya masih sekolah.

"Kalau belum pernah ada, siapa tau salah satu anaknya bapak ada yang ingin melamar kamu, nduk!"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku