Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Biar Cinta Bicara

Biar Cinta Bicara

Citra Cinta

5.0
Komentar
743
Penayangan
5
Bab

Tak pernah terduga jika dia sebenarnya sang mafia itu. Suangguh pandai wanita itu menyembunyikan dirinya dalam cahaya terang yang senantiasa menyoroti setiap langkahnya. Namun sepnadai-pandainya tupai meloncat, suatu saat dia akan terjatuh juga. Salah sasaran akhirnya mengubah segalanya.

Bab 1 BCB 1

Khusus pembaca yang pernah mengalami gejolak hasrat cinta dan birahi masa remajanya, tentu kisahku ini akan sedikit memberikan kesan dan nostalgia terindah masa-masa remajanya.

Sengaja kusajikan utuh memotret masa beberapa tahun yang lalu, agar siapapun yang pernah merasakan bangku SMA dan dunia perkuliahan, bisa lebih menghayatinya. Namun demikian pada beberpa bab kisah ini hanya cocok buat dewasa karena mengandung adegan dewasa, mohon bijak dalam memilih bab-bab tertentu.

Biar Cinta Bicara.

Aku mengenalnya dalam sebuah insiden kesalah-pahaman yang sangat memalukan. Kami sekolah di SMA yang sama, namun jurusan dan kelas berbeda. Dia kelas Sosial sedangkan aku IPA. Jadi wajar jika sebelumnya kami tidak saling kenal karena letak kelas yang berjauhan.

Secara fisik, dia termasuk kriteria primadona sekolah. Selain cantik dan memiliki postur tubuh yang seksi nan proposional, dia juga sangat easy going dan supel dalam bergaul. Namun sayangnya terlalu banyak gosip buruk yang beredar tentang dirinya.

Dia memiliki predikat anak broken home, ratu toge, boomsex dan punya label cewek nakal lainnya, bahkan banyak juga yang mengatakan dia seorang cewek bispak. Deretan predikat buruk itulah yang membawaku terpaksa harus mengenal dan akhirnya sangat dekat dengannya.

Ketika itu, tak lama setelah bel jam istirahat berbunyi, aku, Aldy, dan Farel, seperti biasa bergegas hendak menuju kantin. Namun tiba-tiba kelas dihebohkan dengan kedatangan seorang siswi yang marah-marah sambil mencari-cari seseorang yang bernama Egar, ya itu namanku.

Setelah bertanya pada salah seorang teman sekelasku, siswi yang sepertinya sedang dilanda amarah tingkat dewa itu langsung menatapku dengan sorot mata yang menghujam serta raut wajah yang sangat tidak bersahabat diliputi angkara murka.

"Heh, Egar! Lu cowok macam apa sih? Jadi cowok mulutnya kok lemes amat! Mulai sekarang mendingan lu pake rok aja jangan celana panjang!" Tiba-tiba siswi itu menghardikku dengan sangat arogan, tanpa tedeng aling-aling.

Aku yang merasa tidak punya salah padanya, hanya sekilas menatapnya lalu pergi berlalu tanpa menghiraukannya. Diperlakukan demikian, rupanya cewek arogan itu semakin emosi.

Dia menarik sebelah tanganku dengan sangat kasar hingga tubuhku berbalik menghadapnya, "Jawab lu, bangsat!" bentak cewek sinting itu.

Tampaknya dia meminta jawaban atas hardikannya. "Eh, lu kenal gua gak?" tanyaku dengan nada yang tetap tenang. Lebih tepatnya ditenang-tenangkan.

"Nama lu Egar kan? Lu ngebacot jelek-jelekin gua di depan anak-anak kelas tiga IPS kan? Pake bilang gua cewek bispak segala, maksud lu apa?" Siswi yang sepertinya sedang mabok ikan asin itu semakin nyolot.

"Heh, lu tahu nama panjang gua, gak?" jawabku dengan pertanyaan. Dan aku tetap berusaha tetap tenang, tidak terpancing emosi agar suasana tidak semakin memanas. Menurut mama, menghadapi wanita yang sedang murka, tidak boleh sembarangan.

"Hah, apa pentingnya gua mesti tahu kepanjangan nama lu segala, Cot!" Dia menjawab masih dengan nada tinggi dan emosional.

"Mbak yang cantik, denger ya. Situ gak kenal gua, begitupun sebaliknya. Gua bahkan gak tahu siapa nama lu. Gimana mungkin gua bisa jelek-jelekin elu?" jawabku dengan suara yang masih tetap tenang dan datar.

Aku yakin, ucapanku cukup bisa menyentak kesadarannya, hal tersebut bisa kulihat dari beberapa saat lamanya dia diam tertegun menatapku tanpa bicara. Tampaknya mulai faham dan sadar dengan kesalahannya.

Tak berapa lama kemudian muncul seorang siswi lainnya yang juga tidak kukenal. Dia menarik tangan Regina dan membisikan sesuatu padanya. Lalu tanpa bicara apapun, mereka pun keluar kelasku. Sekilas aku masih bisa melihat tatapan liar dan benci dari cewek sinting yang sepertinya masih menyimpan amarah dan dendam padaku.

"Bro, kalau habis make cewek bispak, bayar dong. Lu malu-maluin kita aja!" bisik Aldy tendensius.

"Kampret, lu!" bentakku tanpa melihat ekspresi Aldy yang pastinya cengengesan, senang mendapati aku terkena damprat orang tak dikenal.

"Sungguh terlaluh, Bang Rhomah! Berapa sih harganya cewek itu? Kenapa lu sampai ngutang gitu, Bangt? Rusak deh reputasi Trio Cogan Masya Allah di sekolah ini!" timpal Farel tak kalah kampretnya.

"Kuampret lu pada!" Aku hanya bisa membentak kesal.

Sungguh biadab sekali dua sahabatku ini. Ketika aku dicecar oleh siswi sinting itu, mereka hanya diam membisu dengan sama sekali tidak melakukan upaya pembelaan dalam bentuk apapun. Namun setelah semua berakhir, mereka malah berkomentar julid layaknya para netizen zaman now.

"Maaf sodara-sodara, untuk saat ini, adegannya cukup sampai di sini dulu, kita lanjut bab selanjutanya besok, oke?" Farel tiba-tiba berbicara di hadapan semua orang yang sejak tadi melongo dan menonton pertengkaran singkat antara aku dengan siswi aneh itu.

"Huuuuuuuh!" Nada kecewa menggema di seantero kelasku. Lalu semua tertawa-tawa sambil berebut keluar kelas hendak ke kantin.

Setelah itu semua berjalan normal, namun beberapa teman lainnya masih memandangku dengan tatapan penuh curiga. Mereka pasti bertanya-tanya, ada apa antara aku dengan siswi sinting itu. Ya, jangankan mereka, aku sendiri tidak tahu dan tidak mengerti mengapa semuanya harus terjadi.

'Mimpi apa aku tadi malam? Dosa apakah yang kuperbuat pada Mama, sampai-sampai harus dipermalukan seperti ini oleh seseorang yang sama sekali belum kukenal?' Hanya itu pertanyaan yang masih tersisa dalam dadaku.

Ketika jam pelajaran sudah berakhir dan kami pun berhamburan keluar kelas hendak pulang. Tiba-tiba seorang cewek yang tadi mengajak siswi itu keluar dan pergi dari kelas, datang kembali menemuiku.

"Gar, kenalin gua Jeslyn, anak kelas tiga Sos," sapa cewek yang cantiknya sebelas dua belas dengan temannya, cewek sangar itu. Dia mengulurkan tangan mengajakku bersalaman. Aku segera menyambutnya tanpa menyebutkan nama karena yakin dia sudah kenal namaku.

"Ada apa lagi, Jes?" tanyaku datar dan sedikit ketus. Saat melihat wajah Jeslyn, aku langsung kembali teringat pada wajah cewek sinting itu yang membuat onar tak karu-karuan bikin kesal dan jengah.

"Gar, bisa ikut gue gak sebentar? Ada yang mau diomongan sama lu, penting banget!" Jeslyn bicara dengan mimik yang serius.

Aku mengangguk meng-iya-kan, karena yakin ini ada kaitannya dengan insiden yang terjadi antara aku dengan cewek sinting itu.

Benar saja dugaanku. Jeslyn membawaku ke belakang kelas Sosial, dan di sana sudah ada siswi sinting yang tadi saat marah-marah dengan tidak ada hujan dan tidak ada angin, memintaku untuk memakai rok jangan celana panjang.

"Egar, kenalin gua Regina. Maafin semua kesalah-pahaman tadi, ya!" ucap cewek sinting bernama Regina itu sesaat setelah aku berdiri kaku berhadap-hadapan dengannya.

"Oh, setelah lu teriak-teriak di depan semua orang?" jawabku sinis, bermaksud meminta dia menjelaskan tindakannya tadi yang sangat aneh dan super konyol itu.

"Sorry, Regina salah orang, Gar. Yang dia cari harusnya si Egar kelas tiga Sos, teman sekelas gue." Jeslyn ikut mengklarifikasi dengan wajah yang sangat memelas. Entah ada hubungan apa antara Regina dengan Jeslyn, mungkin mereka sepupuan, sama-sama cantik, beda kelas tapi sangat akrab saling bela.

"Oke Gar, gue tahu gue salah. Terus gue harus ngapain biar lu bisa maafin gue?" tanya Regina dengan raut wajah yang sangat mengiba, namun kini justru kecantikannya terpancar dengan jelas. Jauh bereda dengan saat dia marah-marah tadi.

"Ya klarifikasi dong sama semua orang. Biar mereka tahu kalau kejadian tadi itu salah elu, bukan salah gua." Aku menjawab dengan nada yang sedikit ketus, karena masih ada sisa-sisa kesal dalam hatiku.

"Oke, gue bakal minta maaf lewat radio sekolah, apa itu cukup?" tanya Regina masih dengan mimik yang sangat serius dan menghiba.

"Terserah," jawabku singkat.

"Ada lagi selain itu, Gar?" Jelsyn ikut bertanya.

"Cukup," jawabku sambil mengulurkan tangan mengajak Regina dan Jeslyn bersalaman sebagai tanda perdamaian dan saling memaafkan.

Tanpa banyak bicara atau ngobrol basa-basi lainnya, kami pun berpisah untuk pulang ke rumah masing-masing. Aku sudah sangat puas dengan penjelasan dan permintaan maaf dari Regina.

Keesokan harinya saat jam istirahat pertama, radio sekolah yang selalu on-air pada jam istirahat mulai mengudara. Benar saja, suara pertama yang terdengar adalah klarifikasi dan permintaan maaf dari Regina untukku. Cukup singkat, padat dan jelas, namun semua orang sudah mengetahui jika insiden kemarin itu benar-benar hanya salah paham.

"Lu pake pelet apaan, Nyet?" tanya Aldy heran.

"Kampret!" jawabku menanggapinya tak acuh.

"Kalau gua jadi si Regina, ogah minta maaf sama kampret macam dia!" timpal Farel sambil menunjukku, "nanti kegegeran. Kalau udah geer idungnya yang gede makin gede megap-megap kaya mau sakartul maut," lanjutnya kian memperkuat ledekan Aldy.

"Lu kenal sama Regina gak?" tanyaku merubah arah pembicaraan.

"Cowok mesum macam si Farel, gak mungkin lah kalau gak bisa nangkep sinyal togenya si Regina, Gar!" sahut Aldy.

"Lu kenal Regina juga, Dy?" tanyaku heran. Merasa hanya diriku yang tidak mengenal Regina sebelumnya.

"Kenal dari gosip anak-anak aja, Gar," jawab Aldy kalem.

"Maksudnya?" Aku mengejar kejelasan ucapan Aldy.

"Gara-gara kejadian kemarin itu, ketika lu dipanggil sama Jeslyn sepulang sekolah itu, gua sama Aldy saat di parkiran nanya-nanya sama yang lain soal cewek itu. Dapatlah info dan gosip-gosip hot tentang dia, hehehe," ujar Farel disertai senyum mesumnya.

"Hmmm, harusnya gua seneng sih, lu berdua ternyata peduli sama gua. Tapi kuampretnya kalian ujung-ujungnya malah asik nyari info gosip keburukan Regina doang," balasku dengan hati yang sedikit mangkel.

"Hahaha you know us so well, Gar!" ujar Aldy seraya bangkit dari duduknya dan mengajak kami ke kantin.

Namun tak lama sebelum kami keluar dari pintu kelas, Jeslyn kembali muncul mencariku.

"Gar, bisa ngomong bentar?" tanya Jeslyn saat sudah berdiri tepat di depanku yang kujawab dengan anggukan kepala.

Jeslyn diminta Regina untuk memanggilku. Aku pun meninggalkan Aldy dan Farel, lalu mendatangi Regina yang sedang duduk di kursi panjang depan kelasnya.

"Gue ke kelas dulu ya," ucap Jeslyn sambil berlalu melangkah.

"Eh kok gitu sih, Jes. Temenilah, biar gak jadi fitnah!" cegahku pura-pura serius.

"Kagak mau, kalau cowok dan cewek berduaan, yang ketiga itu setan. Lu pikir gue mau jadi setan apa?" jawab Jeslyn sambil terus melangkah tanpa menoleh lagi. Sementara aku dan Regina hanya tersenyum simpul menimpali ucapannya.

^*^

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Citra Cinta

Selebihnya

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku