Alana yang tergila-gila pada Reymond melakukan segala cara untuk menjebak pria itu agar menjadi miliknya. Alana bahkan menyiapkan rencana gila untuk menjebak Reymond di malam ulang tahun sahabatnya sendiri. Namun apa jadi jika di pagi hari ia justru terbangun di atas ranjang bersama pria lain. Pria yang sama sekali tak pernah Alana harapkan dalam hidup bahkan dalam mimpi sekalipun? Apa yang akan Alana lakukan? Apakah Alana akan melupakan begitu saja apa yang telah terjadi padanya? Dan siapa lelaki itu, kenapa Alana begitu tak menyukainya? Bagaimana lelaki itu ada di atas ranjangnya dan bukan Reymond?
"Ada apa?" Alana menoleh dengan rasa enggan pada lelaki yang menarik tangannya.
"Kita pindah keluar yuk! Tempat ini terlalu bising."
Alana menepis tangannya pelan. "Kalau kamu bosan, pulang saja! Gampang, kan," jawab Alana santai sembari menikmati cairan merah yang ada di tangannya.
Mereka sekarang berada di sebuah hotel bintang lima yang sedang diadakannya sebuah pesta besar yang sangat meriah. Sebuah perayaan ulang tahun anak seorang konglomerat di kota Dili.
Musik berdentang membuat suasana malam ini menjadi begitu riuh, dipadu lampu yang berkelap-kelip mirip sebuah diskotik. Sebagian muda-mudi menari meliuk-liukkan tubuh indah mereka dengan penuh suka cita.
Baru empat tahun lulus kuliah dan berpisah. Jessy yang notabene anak orang kaya itu membuat sebuah acara reunian saat ulang tahunnya yang tak lagi remaja.
Alana–gadis cantik yang baru menginjak usia 27 tahun pada dua bulan lagi–duduk di pojok ruangan, si cantik bergaun simpel warna peach. Bagian bahu dengan potongan strapless di bagian dada dengan lengan Puff.
Rambutnya di sanggul modern yang memamerkan leher putih jenjangnya dan membiarkan sebagian rambut curly-nya jatuh terurai ke bawah. Sangat sempurna penampilan wanita itu malam ini. Sangat memukau tak hanya membuat para pria terpesona, tetapi para wanita pun memandang iri padanya.
Punggung Alina bersandar dengan santai. Tangannya menggoyang-goyangkan gelas anggur dengan pelan.
Ia memicingkan matanya pada sesosok pria tampan yang berdiri di tengah ruangan. Tatapan matanya tajam seperti seekor elang yang sedang mengincar mangsa.
Kaki kanan Alana kini terlipat di atas kaki kiri, memamerkan betis putih nan mulus miliknya. Mata para lelaki semakin terbelalak saja dibuatnya, menatapnya dengan tatapan lapar. Tingkah beraninya malam ini cukup membuat lelaki yang berada di sampingnya merasa gerah.
"Tak bisakah kamu turunkan kakimu itu, Al! Dan kenapa kamu menatap Reymond seperti itu?" tanya pria di sebelah Alana tak suka. Sebenarnya justru lebih tampan dari pria yang Alana tatap.
"Jangan cerewet! Biarkan aku menikmati indahnya ciptaan Tuhan yang sempurna," jawabnya begitu santai. Syarat akan pujian untuk Reymond, pandangan matanya sedikit pun tak beralih.
Bibir merah merekahnya kembali meminum cairan merah yang ada di gelasnya.
"Aku rasa masih tampan diriku daripada ia? Apa yang membuatmu begitu terobsesi dengannya?" ujarnya lelaki itu penuh percaya diri.
Alana berdecih. "Tingkat percaya dirimu semakin hari semakin bertambah saja. Apa di rumah sakit jarang ada yang memujimu. Kasihan sekali," ujarnya seakan mengejek. Membuat senyum masam terbit di bibir pria berjas hitam itu.
"Hampir semua orang memujiku. Hanya mata kamu saja yang melihatku biasa saja. Apa susahnya sih, memujiku sekali saja. Tak akan membuat lidahmu keseleo kok," balasnya dengan kedipan mata menggoda. Lagi-lagi Alana mencebikkan bibirnya. Meladeni pria itu hanya membuat kepalanya sakit.
Raut wajah yang tegas serta hidung yang mancung membuat lelaki itu tampan sebenarnya. Hanya saja Alana yang tak dapat melihat ketampanan itu. Di matanya hanya Raymond lelaki yang paling tampan, itu sebabnya sangat susah mendapatkan hatinya.
Raymond yang berada di seberang sana merasakan tatapan mata Alana yang mengusik dirinya. Lelaki itu pun menoleh, untuk sesaat tatapan mata mereka bertemu. Senyum Alana yang begitu manis terkembang, tak mendapatkan sambutan dari lelaki itu membuat Alana sedikit kecewa.
Alana menyukai Reymond sejak semester ke-dua mereka kuliah. Segala cara ia lakukan agar pria itu terpikat padanya. Bahkan bekerja di firma hukum yang sama pun ia lakoni, tetapi tak juga bikin lelaki tersebut tertarik padanya. Pria itu sama sekali tak menggubris perasaan Alana untuknya.
Bukan tanpa alasan. Siapa yang tak mengenal Alana. Gadis cantik yang memiliki banyak penggemar, trek record Alana dalam menggoda hati para pria tak perlu diragukan lagi.
Menjadi salah satu alasan Reymond menolak perasaannya. Pria itu tak mau menjadi salah satu dari koleksi para pria Alana. Bagi Reymond, gadis seperti Alana tak memiliki cinta yang tulus. Hanya obsesi dan ketampanan saja yang membuat wanita itu tergila-gila padanya. Walau semua itu hanyalah caranya untuk menarik perhatian Reymond agar cemburu padanya.
Reymond tak menyadari, semakin ia menolak. Semakin gadis itu tertantang. Hati kecil Alana kian tercubit setiap kali lelaki itu menolak perhatian yang ia berikan.
Selain wajah yang cantik, Alana juga dikarunia otak yang pintar. Berasal dari keluarga yang cukup terpandang dan terhormat. Wanita itu juga rajin berolahraga demi menunjang penampilannya agar tetap sempurna. Lalu apa lagi yang membuatnya terus-terusan ditolak oleh pria itu?
"Al, apa kamu tak mendengarkan apa yang aku katakan?"
Lelaki yang berada di sebelah gadis itu mendengkus kesal. Tangannya menarik wajah Alana agar menatap ke arah wajahnya.
"Why?" tanya Alana singkat. Ia melepaskan tangan itu dengan kasar.
Samudera Langit Biru nama lelaki itu. Lelaki yang lebih tua dua tahun darinya, merupakan tetangga sekaligus teman bermainnya saat masih kecil dulu.
Samudera berprofesi seorang Dokter, tentu saja itu artinya ia tidak kuliah di kampus yang sama dengannya. Kenapa lelaki itu bisa hadir di pesta yang notabene kebanyakan teman kampus Alana? Padahal Alana tidak datang bersamanya.
Jawabannya karena wanita yang mengadakan pesta ini adalah adik sepupunya. Ayah Jessy adalah adik dari Ibu Samudera dan dalam keluarga, mereka berhubungan sangat baik.
"Bisakah kamu menatapku saat aku sedang mengajakmu berbicara, Al!" geram Samudera. Suara musik yang kencang membuat ucapannya terdengar samar-samar di telinga Alana.
Alana ingin melirik ke arah Reymond kembali. Tapi lagi-lagi Samudera menahan wajahnya. Membuat gadis itu kembali berdecak kesal, ia tak suka kesenangannya diganggu.
"Ada apa denganmu? Kenapa kamu tak berbaur saja dengan mereka semua! Di sana banyak gadis-gadis cantik yang bisa kamu jadikan pasangan," usirnya. Ia mulai jengah dengan sikap Samudera yang seakan mengacaukan fokusnya.
"Tidak ... aku sudah punya pasangan. Bahkan ia lebih cantik dari semua wanita yang ada di sini?"
"Punya pasangan tetapi datang sendiri dan nempel terus denganku seperti ulat bulu!"
Alana memutar bola matanya mengejek. Pria itu memang kerap memuji kekasihnya yang entah di mana keberadaannya itu. Namun
hingga detik ini Alana tak pernah melihat siapa wanita yang dimaksud.
"Jika memang benar ada. Lalu kenapa tidak kamu ajak saja ia kemari! Biar kamu nggak sendirian dan gangguin aku begini," balas Alana semakin kesal.
Pasalnya Reymond yang sedari tadi dipantau kini telah hilang dari pandangan mata.
"Dia sedang sibuk, kamu tahu sendirilah. Profesi sebagai seorang Dokter kandungan membuatnya harus selalu standby 24 jam. Apalagi sekarang di rumah sakit sedang kekurangan Dokter karena Dokter Rina sedang cuti hamil," jelas Samudera.
Alana tidak peduli. Pandangan matanya liar mencari objek target hilang yang sedari tadi ia awasi.
"Oh ya, aku lupa kekasihmu itu seorang Dokter juga. Dokter siapa namanya aku lupa?" Jari Alana memainkan pinggir bibir gelas yang ada di tangannya dengan gerakan yang menggoda. Ia mengingat-ingat nama wanita yang menjadi kekasih lelaki yang ada di sebelahnya itu.
"Dokter Naina. Betulkan?"
Kini ia menoleh, setelah mendapati kembali ingatannya. Senyum manis yang ia tunjukkan membuat Samudera terdiam dan hanya menanggapi dengan gelengan pelan.
Seorang wanita bergaun maroon mendekati Alana, mengalihkan atensinya sesaat. Wanita bertubuh mungil itu membisikkan sesuatu yang membuat sudut bibirnya terangkat ke atas, kembali membuat lengkungan indah di bibir cantiknya.
Samudera mengerutkan pangkal hidungnya. Ia penasaran rencana apa yang sedang direncanakan oleh wanita di sampingnya itu. Ia cukup paham setiap ekspresi yang Alana tunjukkan, ia bahkan lebih paham wanita itu dari siapa pun.
"Apa yang sedang mereka rencanakan?" batin Samudera curiga.