Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Dari Iba Menjadi Cinta

Dari Iba Menjadi Cinta

Wardaa

5.0
Komentar
47
Penayangan
5
Bab

Pernikahan atas dasar perjodohan bisnis sudah biasa dilakukan di kalangan para pengusaha. Semua itu tentu untuk keuntungan kedua belah pihak. Divya sangat menentang keras akan hal ini, ia tidak suka hidupnya diatur oleh orang lain, sekalipun itu keluarganya sendiri. Namun, begitu melihat calon suaminya, ia mendadak merasa iba dan ingin melindunginya. Ketika logika dan hatinya bertolak belakang, ia akhirnya menyetujui pernikahan tersebut. Kondisi suaminya yang harus duduk di kursi roda pasca kecelakaan membuatnya berusaha menjaga, merawat dan melindunginya di tengah gempuran perselisihan perebutan ahli waris. Divya bertekad untuk terus berada di samping suami tampannya. Begitu masuk, tidak ada lagi jalan untuk keluar. Terbunuh di tengah jalan atau bertahan sampai akhir dan keluar sebagai pemenang adalah pilihannya.

Bab 1 Dua Pilihan

"Divya!" seru seorang pria paruh baya menggema.

Divya - anak dari pria yang bernama Nevan itu terkejut. Ia yang baru saja pulang setelah bermain bersama teman-temannya langsung menghentikan langkahnya tepat di dekat tangga lalu berbalik, menatap Papanya yang terlihat marah. Seketika ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Papa? Hehe tumben udah di rumah. Ga ada meeting, Pa?"

Nevan melangkah mendekati Anak sulungnya dengan wajah datarnya. "Udah puas main-mainnya? Divya, mau sampai kapan kamu kayak gini terus? Usia kamu udah hampir 22 tahun, tapi kamu masih aja suka main sama temen-temen ga jelas kamu. Kamu itu seorang kakak, seenggaknya kasih contoh yang baik ke adik kamu."

"Mau kasih contoh yang gimana lagi, Pa? Aku ini kakaknya bukan gurunya," sahut Divya kesal. Selalu seperti ini. Setiap ia melakukan kesalahan, terlebih bermalas-malasan, kedua orang tuanya terlebih Papanya akan mengungkit tentang sang adik. "Lagi pula, aku ini bukan sembarangan main, tapi cari referensi. Papa ini kayak ga pernah muda aja deh."

Mendengar perkataan Anaknya, Nevan semakin mendatarkan wajahnya. "Referensi apa yang kamu maksud? Empat tahun lebih setelah lulus SMA kamu masih gini-gini aja. Oke kalau kamu mau kuliah kayak sepupu-sepupu kamu yang lain. Tapi ini, jangankan kuliah, ada niatan buat menjadi lebih baik aja enggak. Divya, apa kamu benar-benar mau bikin papa meninggal sebelum waktunya? Coba kamu liat mama kamu, hampir tiap hari dia nangis cuma karena takut kamu tetep kayak gini sampai kami tua nanti."

Nevan menghela napas pelan sejenak. Ia menatap wajah Anaknya yang kini terlihat sedih. "Jangankan kuliah atau kerja, punya pacar aja kamu enggak. Gimana mama sama papa ga khawatir? Sebagai orang tua, kami tentu cemas akan masa depan kamu, Nak."

Sejenak Divya terdiam. Jika dipikir-pikir lagi, memang benar apa yang dikatakan Papanya. Selama ini ia hanya sibuk bermain dan berbelanja, tidak ada hal lain selain kedua hal itu.

"Terus sekarang maunya Papa apa?" tanya Divya pelan.

"Papa cuma mau kasih kamu dua pilihan, menikah atau ambil alih perusahaan?" Pertanyaan Nevan dengan suara seriusnya itu membuat Divya tersentak kaget. Gadis cantik yang rambutnya digerai indah itu menatap Papanya tidak percaya.

Melihat Anaknya yang masih tidak membuka suara dan terlihat enggan, membuat Nevan kembali bertanya, "kenapa? Ga mau?"

"Pa!" Divya protes. Apa-apaan ini? Kenapa menjadi mengeluarkan pertanyaan yang sangat dihindarinya? Ah, ia merasa sia-sia sudah merasa sedih jika begini ceritanya. "Kenapa malah jadi menikah sama ambil perusahaan? Papa tau sendiri 'kan kalau aku ga punya pacar dan ga suka sama urusan perusahaan? Aku kira Papa bakal nyuruh aku kuliah atau cari kerjaan lain, tapi ternyata ... ck, Papa emang agak laen."

Nevan tersenyum lebar mendengarnya. Divya yang melihat senyum langka Papanya mendadak merasakan firasat tidak enak. Terlebih kini Papanya membelai rambutnya penuh sayang. Divya jadi merasa akan ada sesuatu yang buruk setelah ini!

"Kamu tenang aja, serahin semuanya ke Papa. Papa udah atur semuanya dan berhubung kamu ga suka sama perusahaan, jadi papa putuskan buat nikahin kamu sama anak rekan bisnis papa," ujar Nevan dengan begitu santai.

"Hah?" Divya menganga tidak percaya.

Setelah mengatakan beberapa kalimat itu, Nevan berlalu pergi menuju kamarnya sendiri, meninggalkan Divya yang sudah bersungut-sungut. "Papa, kalau akhirnya udah ditentuin kenapa kasih pilihan?"

"Papa cuma mau tes aja, Sayang!" seru Nevan dari kejauhan.

Detik itu juga rasanya Divya ingin menjual papanya!

**

Sesampainya di dalam kamar, Nevan langsung menghampiri Neisya - Istrinya yang sedang duduk cemas di sisi ranjang.

Neisya yang melihat kedatangan Suaminya pun mengubah posisi duduknya menjadi sedikit miring dan bertanya dengan wajah penuh penasaran. "Gimana hasilnya? Divya ga ngamuk 'kan, Mas?"

"Tenang aja, semuanya udah beres kok. Besok kita bisa ajak Divya ke rumah sakit," jawab Nevan mengusap sisi kepala Neisya dengan lembut. Setelahnya ia menurunkan tangannya dan terkekeh pelan saat mengingat ekspresi Divya tadi. "Kalau ngamuk sih enggak, tapi dia marah kayaknya. Kamu tau sendiri 'kan gimana sifat dia? Pasti sekarang di kamarnya lagi ngata-ngatain aku."

Sontak saja Neisya ikut terkekeh mendengarnya. Divya, anak mereka yang satu itu memang sangat berbeda dengan dirinya, sang Suami apalagi anak bungsunya. Divya lebih mirip dengan neneknya yang merupakan ibu dari Nevan.

Gadis itu pemalas, tetapi sangat cerdas. Ia juga mudah marah, tetapi mudah juga luluh dan suka menolong.

"Kayaknya bukan cuma ngata-ngatain, tapi juga nyusun rencana buat balas dendam ke kamu," sahut Neisya tertawa. Nevan mengangguk mengiyakan dan ikut tertawa.

Di sisi lain, lebih tepatnya di kamar Divya yang ada di lantai dua, gadis itu sedang mengamuk. Sama seperti tebakan kedua orang tuanya, Divya tidak berhenti untuk terus mengumpati papanya.

"Dasar papa edan! Bisa-bisanya dia ngasih pilihan yang ga masuk akal. Mana habis itu langsung kabur lagi. Tau banget aku tuh, pasti papa takut kena amuk makanya langsung pergi," gerutu Divya yang duduk di ranjangnya dengan tangan yang terus memukuli boneka beruang besar miliknya. Terkadang ia juga mencubitnya seakan boneka itu adalah papanya.

Setelahnya, ia mencekik boneka malang itu dan mengangkatnya ke udara. "Iiihhh mampus nih mampus. Rasain! Siapa suruh bikin aku kesel. Liat aja besok, aku giniin papa sampe mohon ampun dan nangis bombay."

Melihat mata boneka yang seperti sedang melotototinya, Divya pun tidak segan untuk membalasnya. Ia bahkan melebarkan kedua matanya dan menatap tajam boneka yang ada di tangannya. "Apa? Mau marah? Sini marah kalau bisa! Cih, dasar boneka gila!" Divya melampar bonekanya ke sembarang arah hingga beberapa kali terpental dan berakhir tergeletak mengenaskan di lantai.

"Aaaaa ga mau nikah!" teriak Divya histeris sambil menghempaskan tubuhnya ke ranjang dalam posisi tengkurap. Kaki dan tangannya terus bergerak sampai dirinya terlihat seperti orang kejang. "Pokoknya ga mau nikah, masih mau main-main. Mau sekaya dan seganteng apa pun orangnya, aku tetep ga mau. Neneeekk, tolonglah cucumu ini!"

Tok! Tok!

"Kakak, jangan berisik! Inget kalau suara Kakak itu jelek dan ganggu banget di telinga!" Suara ketukan pintu diiringi dengan teriakan seorang laki-laki yang merupakan adik Divya membuat sang empu mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah pintu.

Seketika rasa kesal Divya semakin meningkat. Haish, sepertinya ia harus cepat-cepat mencari orang yang mau tukar tambah keluarga dengannya.

"Suara kamu jauh lebih jelek, sejelek orangnya!" teriak Divya membalas Adiknya sambil melempar bantal ke arah pintu.

"Emang Kakak cantik? Ga laku gitu jangan sok keras!" Divya membulatkan matanya dan bergegas mengubah posisinya menjadi duduk. Ia dapat mendengar suara langkah kaki yang berlalu pergi diiringi dengan tawa menggelegar. Sialan!

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku