"Kamu satu-satunya pria yang berhasil menaklukanku, bahkan menikmatiku." Menjadi pengawal pribadi seorang bos cantik, dan seksi tentu tidak selalu menjadi hal yang menyenangkan. Jason harus menghadapi bosnya yang bernama Mia Ananda Wijaya dengan sabar, wanita yang tergolong perawan tua itu selalu bersikap jutek dan kasar kepadanya. Namun, keceredasan dan kepintarannya mampu membuat Mia tertarik. Keduanya pun terjerat dalam hubungan cinta satu malam di perjalanan tugas ke luar negeri. Keadaan itu membuat Mia hamil. Di tengah cinta yang membara diantara keduanya, Mia malah dijodohkan dengan pengusaha sukses anak dari teman ayahnya. Apa yang terjadi kemudian? Keputusan apa yang akan Mia ambil?
Lombok, Gili Trawangan adalah saksi bisu asmara liar bos jutek dengan asistennya. Dia adalah pengusaha yang hebat dan tak kenal kata kalah. Apapun yang dia inginkan, akan selalu berusaha dia dapatkan.
Meira Jasmine Widjaya, adalah wanita cantik yang memiliki pesona dan daya tarik yang memikat. Senyumnya mampu menghipnotis banyak kaum adam yang melihatnya. Namun, pernikahan karena perjodohan yang dia jalani saat ini tak mampu membuatnya merasa bahagia. Bahkan sangat jauh dari kata menyenangkan.
Kesepian dan ketidakpuasan yang dia dapatkan dari sang suami, membuatnya harus terjerat birahi terlarang dengan asisten sekaligus pengawalnya sendiri yang bernama Galang Prayuda. Pria tampan, bertubuh kekar, dan mampu menunjukkan kasih sayang padanya. Usianya yang sepadan, membuat gelora hubungan mereka semakin membara.
"Gue udah cari hotel terbaik di Gili Trawangan. Gue pengen ciptain staycation kita," ucap Meira kepada pria yang ada di sampingnya.
Mereka masih menunggu kapal yang akan mengantarkan mereka ke pulau Gili Trawangan.
"Iya, Bu. Terserah Ibu aja. Gue ikut aja mana bagusnya." Galang yang sangat menghormati bosnya, tetap memakai bahasa yang santun.
Tiba-tiba saja, sebuah panggilan masuk ke ponsel Meira. Dengan malas, dia terpaksa menerima panggilan telepon tersebut.
Lalu menaruh benda segi empat itu di telinga.
"Ada apa, Mas?" tanya Meira kepada seseorang di seberang telepon.
"Have fun ya. Semoga meeting-mu di sana berjalan lancar. Good luck."
"Oke, Mas. Thanks ya."
Meira menutup teleponnya secara sepihak. Dia melirik Galang yang sejak tadi memandangnya dengan tatapan teduh.
"Maaf, suami gue nelepon."
"Iya, Bu. Nggak apa-apa. Gue ngerti kok."
Bersamaan dengan itu, kapal mereka sudah tiba di dermaga kecil. Meira segera mengajak Galang untuk masuk ke kapal. Lantas Galang dengan cepat membantu Meira membawakan kopernya. Kebetulan mereka hanya membawa sebuah koper saja.
"Lang, lo nggak punya pacar?" tanya Meira.
"Belum sempat pacaran, Bu."
"Baguslah. Gue lega."
Galang penasaran dengan jawaban tersebut. Namun, dia tak ingin memikirkan hal tersebut sekarang. Kapal pun berjalan menuju ke Gili Trawangan.
Dua puluh lima menit penyebrangan dari dermaga Bangsal ke Gili trawangan, cukup memberikan sensasi yang menegangkan bagi Meira. Ini pertama kalinya dia menyebrang menggunakan kapal kecil seperti ini.
"Akhirnya kita sampai. Amazing. Nggak nyesel gue ke sini dan membangun hotel di sini," ujar Meira.
"Iya, menurut gue juga begitu. Prospek memiliki tanah dan hotel di sini sangat menguntungkan. Dari data statistik, pengunjung ke Gili trawangan tiap bulan mencapai dua sampai tiga ribu orang per bulan. Jadi, peluangnya masih sangat bagus," tutur Galang.
Sebagai asisten, dia memang kerap kali membantu Meira menyelesaikan semua masalah. Baik masalah pribadi, maupun masalah kantor. Selama ini selalu teratasi dengan baik semenjak Galang hadir.
Kapal sudah menyandar, semua penumpang bergegas turun secara bergantian. Meski usia Meira sudah tiga puluh dua tahun, lebih tua tiga tahun dari Galang, tetapi keduanya mampu memperlihatkan hubungan yang romantis.
"Hati-hati ya, Bu," ucap Galang sembari memegang tangan Meira untuk turun dari kapal.
"Makasih." Meira tampak malu-malu. Karena ini pertama kalinya dia menemukan perhatian seperti ini.
Setelah itu, keduanya naik cidomo menuju ke hotel. Jarak dari dermaga ke hotel mereka cukup jauh kalau berjalan kaki. Apalagi transportasi di Gili Trawangan hanya ada sepeda dan cidomo.
Sesampainya di hotel, Meira dan Galang langsung bergegas menuju ke kamarnya. Galang tak menyangka akan datang ke pulau ini bersama wanita yang diam-diam dia sukai.
"Kita sekamar, Bu?" tanya Galang.
"Iya, sebaiknya lo nemenin gue di sini. Gue sengaja pesan kamar twin bed. Nggak apa-apa kan? Lo nggak keberatan?"
"Nggak apa-apa kok, Bu."
"Baguslah kalau begitu. Gue mau mandi dulu."
Galang mengangguk. Meira bergegas ke kamar mandi setelah dia melepas kacamata, penjepit rambut, hingga bra yang sengaja dia letakkan di atas ranjang. Hal itu membuat Galang semakin bergejolak. Pria normal seperti Galang tentu saja berpikir hal yang sama dalam situasi ini.
Di tengah fantasi liarnya tentang bra berwarna hitam itu, tiba-tiba terdengar suara Meira memanggil dari kamar mandi. Dengan sigap, Galang langsung menghampiri wanita itu, dan menunggu dibalik pintu.
"Ada apa, Bu?" tanya Galang.
"Minta tolong sabun gue di tas. Kelupaan."
Batang di bawah perut Galang langsung menegang seketika saat melihat gunung kembar yang menempel di pintu kamar mandi. Meira memang sengaja melakukan itu, supaya separuhnya terlihat begitu jelas di mata Galang.
Galang yang melihat itu semakin berhasrat. Namun, dia terus berusaha untuk menahan diri dan menghormati profesinya sebagai asisten dan pengawal pribadi Meira.
Tak lama kemudian, Galang langsung kembali dan membawa sabun milik Meira. Dia kembali melihat Meira dengan posisi yang sama, belum berubah sejak tadi. Namun, dia berpura-pura tak melihatnya.
"Ini Bu," ucap Galang.
Meira langsung menerimanya. Tatapannya teduh menggoda, mencoba merayu Galang.
"Kalau lo nggak sibuk, temenin gue sini," tawar Meira.
Dengan rasa sungkan, Galang masuk ke kamar mandi menemani Meira. Matanya membulat, saat melihat tubuh tak berbusana itu. Indah dan begitu seksi. Bahkan dia sama sekali tidak pernah membayangkan akan satu kamar mandi dengan bosnya.
"Kenapa, Lang? Apa tubuh gue mengganggu lo?" tanya Meira.
"Ng-nggak kok."
Galang hanya bisa menelan salivanya. Dia kaku dan gugup. Tubuh indah itu begitu putih dan gunung kembar itu memiliki ukuran yang begitu pas. Meira terlihat satu-satunya wanita paling seksi yang Galang temui.
"O-oke." Galang gugup.
Meira lalu memberikan sabun kepada Galang. Dia meminta bantuan pria itu untuk menyabun punggungnya.
Tentu saja Galang tak akan menolak. Sebagai pria normal, dia tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Membuat logika dan perasaannya bercampur-aduk. Akan tetapi gejolak ini semakin membuatnya bergelora.
"Lo gugup?"
"Dikit."
Meira yang sudah tak bisa menunggu lagi, langsung berinisiatif membuka baju Galang. Terlihat tubuh kekar, sixpack dan berotot. Membuatnya begitu terkesimak.
"Lo suka Gym?" tanya Meira sambil meraba tubuh Galang yang berotot.
Tindakan Meira semakin membuat Galang merasa bernafsu untuk menikmati tubuh indah di hadapannya. Kecantikan Meira semakin menambah kesempurnaan wanita tersebut.
"Ibu nggak takut kita akan hilaf?"
"Kenapa harus takut? Apa lo nggak menginginkannya?" tanya Meira merayu.
Jawaban itu membuat Galang tertegun. Dia bingung harus melakukan apa sekarang. Namun, godaan itu semakin membuatnya berhasrat. Degup jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ini pertama kalinya dia harus melakukan tindakan terlarang.
"Gue udah lama menginginkan hal ini," ungkap Meira.
"Tapi Pak Rey..."
Jari telunjuk Meira langsung menutup bibir Galang. Dia melempar senyum yang indah, dengan kedipan mata yang menggoda.
"Saat lo sama gue, jangan bahas orang lain ya. Untuk sementara lo lupain orang lain, kita nikmati suasana ini berdua. Setuju?"
Galang sejenak terdiam. Pikirannya bimbang.
"Lo yakin mau ngelakuin ini?" tanya Galang lagi.
"Kenapa gue harus berpikir panjang. Lo juga mau kan ngelakuin ini? Lo suka sama gue kan?" tanya Meira. "Gue milik lo sekarang," sambungnya dengan nada lembut.
Galang langsung melahap bibir merah Meira yang sejak tadi begitu menggairahkan. Dia sudah tak bisa menahan diri lagi untuk bercinta dengan bosnya. Meski jutek, tetapi begitu menggairahkan.
"Besar sekali, Lang." Meira berbisik di telinga Galang saat tangannya bergeriliyah ke arah bawah.
"Mari menikmatinya."
***
Buku lain oleh Heri Satria
Selebihnya